Mohon tunggu...
henri Silalahi
henri Silalahi Mohon Tunggu... Pengacara - Ketua Yayasan Generasi Baru Bahana Indonesia

Tertarik pada apapun yang membuat diri tumbuh lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Medan Pilihan

Danau Toba, Otoritas Adat, Pemerintah, dan Bla... Bla... Bla...

20 Januari 2025   00:50 Diperbarui: 20 Januari 2025   00:50 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Medan. Sumber ilustrasi: TRIBUNNEWS/Aqmarul Akhyar

Sebelum menyelami lebih dalam tentang apa yang indah dan tidak dari Danau Toba, saya hendak mengajak pembaca mengingat-ingat kembali catatan sejarah bagaimana danau yang disebut kepingan surga ini terbentuk dan menghasilkan panorama sebegitu indah.

Tentu 'indah' yang  saya maksud tidaklah sebatas pada hamparan danau yang enak dipandang, atau 'indah' karena kejernihan airnya (setidaknya dulu begitu). Melainkan 'indah' yang dimaksud merujuk pula pada pengertian lain, yakni 'indah' dalam pandangan sejarah, dimana terdapat maha karya alam yang membentuk Danau Toba, lewat letusan gunung purba yang bernama Toba.

Letusan tersebut terjadi sekitar 74 ribu tahun yang lalu, dan ini yang terbesar setelah beberapa kali terjadi letusan. Berbagai hasil penelitian mengungkap bahwa Gunung Toba melepaskan sekitar 2.800 kilometer kubik material yang menyebar ke hampir seluruh atmosfer. Dimana 800 kilometer kubik merupakan material larva dan 2000 kilometer sisanya adalah abu vulkanik.

Beberapa ahli mengungkapkan bahwa batuan atau material lain hasil erupsi Gunung Toba tersebar ke berbagai belahan bumi, hal ini terkonfirmasi lewat beberapa batu dan material yang ditemukan di Greenland, India, Teluk Benggali, Laut China Selatan hingga Afrika Selatan.

Tak sampai di situ, antropolog Stanley Ambrose dalam jurnal penelitiannya yang berjudul "Journal of Human Evolution" menyimpulkan, bahwa letusan Gunung Toba berdampak pada menurunnya populasi manusia di bumi secara signifikan. Populasi manusia diperkirakan menurun drastis hingga hanya 2 ribu sampai dengan 20 ribu yang bisa bertahan hidup.

Relevan dengan penelitian Stanley tersebut, Awang H. Satya, dan kawan-kawan dalam jurnal yang berjudul "Supererupsi Toba 74.000 Tahun yang Lalu: Katastrofi Geologi dan Kepunahan Massa" juga menjelaskan, pasca katastrofi geologi yang memicu perubahan iklim secara ekstrim pada puluhan ribu tahun silam telah mereduksi evolusi dan migrasi manusia (genetic bottlenecking), serta membunuh 90 % populasi manusia, yang menyebabkan kepunahan massal.

Namun siapa sangka, gunung yang telah 'membunuh' hampir seluruh populasi makhluk hidup di dunia menjelma menjadi panorama yang sangat indah.

Air tawar menyerupai lautan dihiasi dinding kaldera yang melingkar menjelma bak sebuah cincin. Dengan begitu batu Toba yang menempel di setiap sudut kecantikannya menyimpan sejuta cerita, tentang bagaimana alam berproses dari milenium ke milenium hanya untuk melahirkan panorama bernama Danau Toba.

Maka apabila dilakukan dekonstruksi terhadap pemahaman umum tentang apa yang indah dari Danau Toba, bisalah dikemukakan argumentasi bahwa yang indah tidak lagi semata terletak pada apa yang dilihat oleh mata atau didengar telinga, melainkan juga tentang apa yang ditulis oleh sejarah. Dan sejarah menulis bahwa alamlah yang berkarya, bukan manusia.

Maka sejatinya alam telah mendahului keberadaan, juga pengetahuan manusia perihal apa yang layak atau tidak untuk Danau Toba. Namun keadaan ini menyisakan pertanyaan. Mengapa manusia saat ini merasa paling tahu tentang apa yang layak atau tidak untuk Danau Toba? Dan mengapa pemahaman kontemporer tentang ilmu pengetahuan (khususnya bidang pariwisata dan industri) tidak memberikan dampak kelestarian lingkungan melainkan pengrusakan secara masif? Hanya mereka yang peduli yang akan mencari jawabannya.

Dikepung Jargon Pembangunan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Medan Selengkapnya
Lihat Medan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun