Kehadiran kreator konten di era digitalisasi bak pisau bermata dua bagi eksistensi jurnalis dan kegiatan jurnalistik media mainstream. Kok bisa? Karena hampir sebagian besar orang lebih memilih mengonsumsi informasi dari media sosial daripada platform berita di websitenya yang lebih panjang dan detail.Â
Menurut We Are Social (dalam Mustajab, 2023), rata-rata waktu orang Indonesia bermain sosmed ini adalah 3 jam 18 menit per hari. Dengan begitu, secara tidak langsung kreator konten yang ada di berbagai platform sosmed ini bisa mengancam keberadaan jurnalis sebagai penyedia informasi. Walaupun memang di sisi lain, kreator konten juga turut membantu jurnalis dalam menemukan isu yang hangat atau sejumlah masalah yang ada di daerah mereka masing-masing.Â
Salah satu media sosial yang sedang viral dan digandrungi khalayak sekarang adalah Tiktok. Menurut laporan We Are Social (dalam Annur, 2023), per bulan Oktober lalu, jumlah penggunanya di Indonesia sudah mencapai 106,51 juta orang. Berdasarkan data itu, Indonesia bahkan duduk di peringkat kedua sebagai pengguna Tiktok terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat.
Kehadiran dan semakin menjamurnya TikTok di kehidupan masyarakat Indonesia pun semakin mendorong adanya kreator konten yang bermunculan. Mereka ini adalah orang-orang biasa yang dengan akunnya aktif membuat konten.Â
Siapa itu Kreator Konten?
Kreator konten adalah orang-orang baik itu professional maupun tidak yang memproduksi dan mendistribusikan informasi berupa hiburan atau edukasi di kanal media sosial. Bentuknya pun bisa beraneka ragam entah video berdurasi singkat, podcast, postingan feeds, dan macam-macam.Â
Profesi atau aktivitas ini menjadi fenomena baru yang kaitannya dengan kemajuan teknologi dan digitalisasi. Siapa pun bisa menjadi kreator konten. Tidak mementingkan apakah dia artis atau bukan, menggunakan alat professional atau tidak, dan lain-lain. Biasanya hal yang lebih ditonjolkan adalah kreativitas dan keunikannya yang "nyentrik".Â
Sama-sama memproduksi dan mendistribusikan informasi untuk dikonsumsi masa, lantas apa pembedanya dengan para jurnalis di media?
Jurnalis itu lebih "strict"
Walaupun sama-sama memproduksi dan distribusi informasi melalui internet, tetapi jurnalis memiliki syarat yang lebih "strict" jika dibandingkan dengan kreator konten. Berikut ini adalah tiga hal yang membedakan keduanya dari POV (point of view) jurnalis:
Taat Kode Etik Jurnalistik dan UU PERS
Bagi  jurnalis, mereka harus membuat konten informasi yang berpedoman pada kode etik jurnalistik (KEJ) sebagaimana telah disusun oleh Dewan Pers serta tunduk di bawah UU Pers. Artinya, mereka tidak bisa sembarangan dalam mempublikasikan informasi karena mereka terikat dengan lembaga medianya dan profesinya. Hal ini tentu saja sangat kontras dengan kreator konten yang lebih bebas dan fleksibel dalam penyusunan materi konten informasinya. Mereka bisa sesuka hati memberikan informasi kepada khalayak, yang penting informasinya diharapkan valid, tidak mengandung hoaks, tidak bermuatan hate speech, dan berbau SARA.Â
Isi informasinya harus cover both sides dan setidaknya mengandung 5W 1H
Kemudian dari segi isi, jurnalis wajib menerapkan prinsip cover both sides dalam pembuatan kontennya baik itu yang video maupun artikel. Menurut Widodo (2020, h.114), cover both sides ini penting untuk membuat media berada di posisi yang netral, tidak berpihak kepada siapapun, tidak mencampurkan opini, dan menghormati asas praduga tak bersalah.Â
Sementara untuk kreator konten, mereka sering kali mengabaikan keberimbangan dalam aspek informasinya. Bisa saja terkesan seadanya, karena lebih mementingkan aspek kecepatan dan keviralan dari sebuah informasi. Bukan tidak mungkin, konten informasi yang dibuat oleh seorang kreator konten itu tidak jelas sumbernya, tidak berdasarkan fakta, dan tidak ada bukti wawancara sebagai verifikasinya. Namun, ada juga kreator konten yang valid dan faktual informasinya. Jadi, itu semua tergantung yaa.
Informasi yang dibuat harus mengandung nilai-nilai berita
Nilai-nilai berita disini meliputi significance (penting), timeliness (baru saja terjadi), magnitude (menyangkut hal-hal besar), proximity (dekat dengan khalayak), prominence (hal-hal yang terkenal), hingga human interest (manusiawi). Nilai-nilai ini juga sekaligus bisa menjadi indikator bagi jurnalis untuk membuat berita berupa hard atau soft news.
Beda halnya dengan kreator konten, mereka cenderung abai tentang nilai berita ini karena memang background dari mereka yang tidak profesional dan beraneka macam sehingga wajar tidak mengetahuinya.Â
Dengan fleksibilitas dan kecepatan dari kreator konten, tiga poin di atas menjadi tantangan yang cukup pelik bagi jurnalis untuk tetap menjadi eksis sebagai aktor pertama yang memberikan informasi kepada khalayak. Mereka harus mempertahankannya karena itulah identitas sejati jurnalis. Oleh sebab itu, jurnalis tertantang perlu mencari pembeda atau add value terhadap isi informasinya agar tidak sama persis dengan para kreator konten.Â
Titik Temu Antara Keduanya
Walaupun secara teknis dan filosofis keduanya sangatlah berbeda, tetapi kehadiran kreator konten pun memiliki dampak positif yang berpengaruh terhadap kinerja jurnalistik.Â
Masih ingat dengan kisah Bima Yudho Saputro, seorang Tiktoker asal Lampung yang memviralkan alasan Lampung tidak maju-maju karena infrastruktur, berupa proyek yang mangkrak dan jalan rusak? Nah, kejadian ini terjadi pada bulan Mei 2023 lalu.Â
Dari konten tersebut, ternyata membawa dampak yang begitu besar karena sampai-sampai Bapak Presiden Jokowi bersama Menteri PUPR, Basuki Hadimoeljono mengecek langsung jalan tersebut. Hal itu terjadi pada tanggal 5 Mei 2023 lalu.Â
Konten ini pun kemudian ramai dibahas di berbagai media mainstream seperti Kompas.com, CNBC, Mediaindonesia.com dan masih banyak lagi. Artinya, kreator konten ini juga punya pengaruh yang siginifikan untuk membuat isu untuk diliput jurnalis dan media. Hardiantoro dan Nugoroho (2023) mengatakan bahwa Jokowi melakukan kunjungan ke Lampung karena hendak memastikan kondisi jalanan disana, apakah sesuai dengan yang ada di video itu atau tidak. Â Â
Dengan demikian, kedatangan kreator konten dalam dinamika profesi jurnalis memanglah pelik. Akan tetapi, ada baiknya keduanya malah bersinergi untuk membangun ekosistem informasi digital di Indonesia yang aktual dan faktual kepada audiens. Bukan malah saling menodongkan pedang, mana yang lebih populer dan unggul satu sama lain. Â Â
Sumber:Â
Annur, C.M. (2023, Mei 24). Pengguna tiktok di indonesia terbanyak kedua di dunia per april 2023, nyaris salip as? Databoks.Katadata.co.id. Diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/05/24/pengguna-tiktok-di-indonesia-terbanyak-kedua-di-dunia-per-april-2023-nyaris-salip-as Â
Hardiantoro, A. & Nugroho, R. S. (2023, Mei 5). Jokowi cek jalan rusak di lampung setelah sebelumnya video viral. Kompas.com. Diakses dari https://www.kompas.com/tren/read/2023/05/05/143000665/jokowi-cek-jalan-rusak-di-lampung-setelah-sebelumnya-videonya-viral?page=allÂ
Mustajab, R. (2023, Feb 3). Durasi penggunaan media sosial di dunia semakin meningkat. DataIndonesia.id. Diakses dari https://dataindonesia.id/internet/detail/durasi-penggunaan-media-sosial-di-dunia-semakin-meningkatÂ
Widodo, Y. (2020). Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H