Bagi  jurnalis, mereka harus membuat konten informasi yang berpedoman pada kode etik jurnalistik (KEJ) sebagaimana telah disusun oleh Dewan Pers serta tunduk di bawah UU Pers. Artinya, mereka tidak bisa sembarangan dalam mempublikasikan informasi karena mereka terikat dengan lembaga medianya dan profesinya. Hal ini tentu saja sangat kontras dengan kreator konten yang lebih bebas dan fleksibel dalam penyusunan materi konten informasinya. Mereka bisa sesuka hati memberikan informasi kepada khalayak, yang penting informasinya diharapkan valid, tidak mengandung hoaks, tidak bermuatan hate speech, dan berbau SARA.Â
Isi informasinya harus cover both sides dan setidaknya mengandung 5W 1H
Kemudian dari segi isi, jurnalis wajib menerapkan prinsip cover both sides dalam pembuatan kontennya baik itu yang video maupun artikel. Menurut Widodo (2020, h.114), cover both sides ini penting untuk membuat media berada di posisi yang netral, tidak berpihak kepada siapapun, tidak mencampurkan opini, dan menghormati asas praduga tak bersalah.Â
Sementara untuk kreator konten, mereka sering kali mengabaikan keberimbangan dalam aspek informasinya. Bisa saja terkesan seadanya, karena lebih mementingkan aspek kecepatan dan keviralan dari sebuah informasi. Bukan tidak mungkin, konten informasi yang dibuat oleh seorang kreator konten itu tidak jelas sumbernya, tidak berdasarkan fakta, dan tidak ada bukti wawancara sebagai verifikasinya. Namun, ada juga kreator konten yang valid dan faktual informasinya. Jadi, itu semua tergantung yaa.
Informasi yang dibuat harus mengandung nilai-nilai berita
Nilai-nilai berita disini meliputi significance (penting), timeliness (baru saja terjadi), magnitude (menyangkut hal-hal besar), proximity (dekat dengan khalayak), prominence (hal-hal yang terkenal), hingga human interest (manusiawi). Nilai-nilai ini juga sekaligus bisa menjadi indikator bagi jurnalis untuk membuat berita berupa hard atau soft news.
Beda halnya dengan kreator konten, mereka cenderung abai tentang nilai berita ini karena memang background dari mereka yang tidak profesional dan beraneka macam sehingga wajar tidak mengetahuinya.Â
Dengan fleksibilitas dan kecepatan dari kreator konten, tiga poin di atas menjadi tantangan yang cukup pelik bagi jurnalis untuk tetap menjadi eksis sebagai aktor pertama yang memberikan informasi kepada khalayak. Mereka harus mempertahankannya karena itulah identitas sejati jurnalis. Oleh sebab itu, jurnalis tertantang perlu mencari pembeda atau add value terhadap isi informasinya agar tidak sama persis dengan para kreator konten.Â
Titik Temu Antara Keduanya
Walaupun secara teknis dan filosofis keduanya sangatlah berbeda, tetapi kehadiran kreator konten pun memiliki dampak positif yang berpengaruh terhadap kinerja jurnalistik.Â
Masih ingat dengan kisah Bima Yudho Saputro, seorang Tiktoker asal Lampung yang memviralkan alasan Lampung tidak maju-maju karena infrastruktur, berupa proyek yang mangkrak dan jalan rusak? Nah, kejadian ini terjadi pada bulan Mei 2023 lalu.Â