"Eh! Jo. Sudah kau dengar kabar Ujay terbaru?" mendadak Pak Parjo terdiam.
"Ulah apalagi yang dibuatnya kali ini. Jay... Ujay."
"Begini. Termutakhir, Ujay menemukan racikan rokok rasa tuak. Mantapkan!!!"
"Eh! Jangan mengarang kau!"
"La!!! Justru itu, resep katanya dia dapat dari kau." Harun mendengar sesaat terdiam beku. Dia menangkap keanehan terjadi pada resepnya. Pak Parjo turut serta diam, pura-pura tidak tahu menahu.
Kepala desa melanjutkan, "khusus yang ini, aku turut suka penemuan Ujay. Dampaknya sudah terasa. Tak pernah lagi kutengok pemuda di desa kita meneguk miras."
Pak Parjo angguk-angguk. Si Harun berusaha keras mengingat ulang resepnya itu. Kepala desa kemudian bergegas pamit. Tersisa mereka berdua melanjutkan obrolan hingga larut malam.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, di rumah Ujay Harun menemuinya. Ujay mengemasi beberapa pakaian ke dalam koper. Kemudian menyapa Harun di kursi kayu jati.
"Aku ingin membawamu ikut bersamaku."
"Aku bangga padamu."
"Jangan begitu. Kalo bukan karena resepmu, aku tak mungkin bisa tahu di mana letak kesalahanku."