Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Beradu Nasib

5 Desember 2024   08:20 Diperbarui: 9 Desember 2024   16:02 705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Ketika hujan sedang deras-derasnya. (Sumber: freepik.com via kompas.com)

Sekira empat bulan lalu, pasca tarif cukai meroket, warung tembakau berpita cukai milik Pak Parjo tak pernah lagi tampak berisik. Ia mencoba berjudi demi seorang pemuda yang pernah ikut membuatnya berjaya.

Sebelumnya. Di suatu Desa 'Subur Makmur' Pak Parjo dikenal lelaki yang tangguh. Badannya kekar dan bermuka berewok. Meski perawakannya sangar, tetapi ia sangat ramah. 

Semenjak istrinya meninggal, Pak Parjo memilih tidak kawin lagi. Membesarkan ketiga anaknya dari hasil menjual rokok berpita cukai. Dari hasil itu pula Pak Parjo sanggup mengantar tiga anaknya hingga duduk di sebuah perguruan tinggi.

Di warung yang dulu pernah berjaya itu, Pak Parjo tidak sendiri. Ia dibantu oleh seorang pemuda yang baik dan tertib. Pemuda itu bernama, Harun. Sewaktu masih kelas 5 SD Harun sudah menjadi yatim piatu. Sejak saat itu Pak Parjo mengasuhnya hingga lulus dari bangku SMA. 

Kelak, Pak Parjo berniat mengantarkan Harun hingga duduk di sebuah perguruan tinggi seperti ketiga anaknya yang telah lulus dan sudah mengajar itu. Akan tetapi, saat senter terdengar berita tarif cukai naik lagi, sepertinya hal itu sesuatu yang sangat sulit dilakukan. Mengingat, daya beli warga desa semakin menurun.

Setiap selesai subuh saat matahari masih terlelap tidur, warung Pak Parjo selalu buka lebih awal. Tak peduli mau tanggal warna merah atau tanggal warna hitam, Pak Parjo tetap buka. Bagi Pak Parjo modal harus kembali, untung atau buntung itu urusan nomor dua belas. Yang penting, rokok di etalase tidak berubah jamur tiram ia sudah cukup senang.

Jual rokok berpita cukai, butuh modal besar, bermental baja, dan terlebih penting harus kuat tahan banting. Kadang senyum itu tulus datang dikala pelanggan membayar tunai. Tapi, terkadang senyum itu harus dipaksa hadir saat ada pelanggan yang merayu kasbon. Dalam membeli rokok Pak Parjo tidak pernah membatasi para pelanggannya. Boleh beli langsung satu slop. Boleh juga walaupun cuma satu pak. Atau sekedar mengecer saja.

Sebetulnya, Pak Parjo sudah tidak lagi mendulang untung seperti dulu. Ia bahkan kerap memutar harga. Satu contoh. Jika saat ini yang sedang ramai rokok A, maka ia naikkan sedikit harga jualnya. Namun, saat rokok B sedang sepi, maka ia turunkan hingga nyaris Pak Parjo tidak ambil untung sama sekali.

Pelanggan Pak Parjo bukan kumpulan orang-orang bodoh. Begitu tahu rokok B harga turun tak sampai menunggu lama dalam sekejap berbondong datang pelanggannya menyapu habis rokok itu. Pak Parjo kerap dibuat pusing oleh ulah para pelanggannya, tetapi ia tetap ramah.

Suatu hari, Pak Parjo menyerah. Berpuluh tahun menjual rokok dengan tulus hati akhirnya kukut juga. Harun diminta menutup warung. Sampai kapan? Sampai Pak Parjo mendapat wangsit. Mulai sejak itu warga Desa Subur Makmur kecewa dan marah. Sebab, warung Pak Parjo sudah tidak lagi menjual rokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun