Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Penulis Bubar (6)

7 Oktober 2024   09:05 Diperbarui: 25 November 2024   15:57 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami sudah tahu maksud kedatangan Garpu. Kami sadar tentang tema yang akan menjadi obrolan malam itu. Ia mulai banyak bercerita tentang Socrates. Pemikiran Socrates. Kehidupan Socrates. Bahkan Garpu sudah mulai menggunakan istilah-istilah yang sengaja dibuat rumit supaya terlihat hebat. Tafsir atas sesuatu terasa berlebihan. Pokoknya malam ini judulnya Socrates. Kami khusyuk mendengarnya. Kami tidak mau membantahnya. Terlebih, kami sudah ditraktir sate dan rokok, masak cuma begitu saja kami membantah. Malam ini betul-betul milik Garpu. Sebab kami tahu, Garpu baru saja menerima honorarium menulis untuk pertama dan sekaligus yang terakhir kali.

Tokoh ketiga sahabat karib saya kali ini adalah Sendok. Ia mahasiswa angkatan tahun 2000. Setelah gagal di UMPTN Jurusan Kedokteran, Sendok banting setir masuk Jurusan Teknik Elektronika. IPK Sendok 3 koma 98. Dan ia adalah mahasiswa yang paling dielu-elukan oleh para dosen. Sebetulnya, Sendok bukan tipikal mahasiswa yang tertib dan manis. Teman-teman sejawatnya pernah berkata, Sendok punya banyak keistimewaan. Dan yang terlihat menonjol adalah rasa malas yang enggak ketulungan.

Di bagian ini saya tidak mau bercerita panjang tentang Sendok. Saya tidak mau Anda terlihat jenuh karena tulisan saya. Apalagi kalau sudah menyangkut tentang Sendok. Saya bisa mengukur kemampuan menulis saya. Karena dulu Sendok pernah berkata, kalau tulisan saya kalimatnya selalu berputar-putar.

Singkat cerita, kami berempat memiliki ketertarikan soal yang sama. Suka menulis. Sendok dan Mangkuk sudah pasti memiliki kemampuan jauh di atas kami. Kali ini saya perlu memberi sedikit ilustrasi. Seumpama, tulisan Mangkuk dan Sendok dalam satu bulan bisa headline 7 sampai 9 tulisan dari 10 tulisan yang masuk ke editor, sedang Garpu dan saya 7 sampai 9 tulisan saja belum tentu ada 1 yang bisa lolos.

Suatu ketika, honorarium menulis cukup membuat kami kembali ke jalur utama menjadi mahasiswa yang tertib dan manis. Membereskan tanggungan adminstrasi. Menyelesaikan beberapa mata kuliah yang terbengkalai. Kemudian mengejar skripsi. Mangkuk lulus di tahun 2007. Ia harus pulang kampung dan meneruskan karir ayahnya menjadi petani jeruk di Banyuwangi. Sendok lulus di tahun berikutnya, 2008. Ia pun juga menyusul, pulang kampung. Sendok lolos tes PNS di Kota Bandar Lampung. Kabar baik justru datang dari Garpu. Kami tidak menyangka ia lulus lebih cepat, tahun 2006. Ia kemudian mengadu nasib di Jakarta, dan kini menggeluti bidang persipilan sebagai kontraktor.

Suatu hari, saat jeda dari skripsi kami duduk santai sembari menikmati kopi. Kami berjanji kelak akan kami buat vila menulis yang mewah di Kota Batu Malang jika menjadi penulis besar. Akan tetapi, cita-cita itu kemudian hilang, seturut dengan bubarnya kami semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun