Konon dari sumber yang saya dapat di tahun 2001, di UKM, di kampus kami, pernah heboh oleh 3 pemuda yang masih segar. Masih tergolong angkatan baru punya prestasi akademi gemilang diiringi kemampuan mengelola sebuah organisasi UKM yang mumpuni. Cerita itu masih saya simpan dengan baik di sebuah buku kecil. Kelak saya berniat menulisnya lagi dengan cerita yang rapi. Dengan demikian, di sana, entah di bagian mana, saya percaya mereka bertiga tertawa membacanya.
Sebelum saya melanjutkan cerita 3 pemuda itu, sepenggal ceritanya sudah pernah saya tulis dengan susah payah. Dan khusus di tulisan ini semoga bisa membuat Anda mengenal lebih dekat 3 pemuda yang sekaligus sahabat baik saya itu.
Tokok pemuda pertama yang saya maksud kali ini adalah Mangkuk. Mangkuk mahasiswa angkatan tahun 2000 dari Jurusan Teknik Elektronika D3. Tahun pertama kuliah ia lalui dengan segudang prestasi. Salah satunya, dikenal jawara dalam soal-soal ujian semester dengan pencapaian nilai rata-rata di atas 95. Dengan durasi waktu penyelesaian yang relatif sangat singkat. IPK Mangkuk tembus di atas angka 3.80 lebih sedikit. Dan itu tak bertahan lama. Kemudian turun dan semakin turun kemudian terjun bebas mengenaskan.
Dulu sewaktu Sendok bercerita tentang Mangkuk yang katanya dianggap sakti, saya mengira dia orang yang memiliki keahlian seperti paranormal pada umumnya. Akan tetapi, saya salah. Apa yang saya dapat tak seperti apa yang saya kira. Saya hanya menyaksikan tumpukan buku di mana-mana. Banyak buku bercerita tentang tema sejarah. Selebihnya, cuma dua buku saja yang berbau jawa kuna, seperti Primbon Jawa dan Ramalan Jayabaya.Â
Sebelumnya, Mangkuk sering kali membuat saya takjub. Kalau sudah bercerita, menyangkut satu riwayat tertentu. Bisa berjam-jam Mangkuk membedahnya. Suatu ketika Mangkuk bercerita tentang Bung Karno. Bagaimana pergerakan Bung Karno. Bagaimana orasi Bung Karno. Mangkuk begitu bersemangat. Saking semangatnya, sesuatu yang remeh-temeh dia tahu. Mangkuk paham maksud jas Bung Karno berkancing empat, berkantung empat. Bentuk keempat kantungnya memiliki kancing yang tidak lazim seperti jas pada umumnya. Bentuk tongkatnya, panjang tongkatnya, berapa jumlah tongkat Bung Karno. Belum lagi jam tangan mereknya apa, hingga ukuran sepatu Bung Karno dibuat di mana dan siapa pembuatnya. Anda tahu sampai kapan Mangkuk selesai bercerita. Sampai uang di dompetnya habis buat beli rokok karena saking panjangnya bercerita.
Pengetahuan Mangkuk mengupas akar sejarah, membuatnya masuk dan larut di UKM Jurnalistik. Banyak teman-teman bilang, Mangkuk termasuk produktif dalam menulis. Satu bulan bisa setor 6 sampai 9 tulisan. Dan dari tulisan itu, Mangkuk bisa beli komputer paling canggih yaitu Pentium 4 di masa itu. Hidupnya bergelimang uang. Harta di kosnya melimpah, koleksi bukunya semakin menumpuk. Dan terakhir saya menemukan rayap di balik koleksi tumpukan bukunya itu.
Tokoh pendamping kedua bernama Garpu. Garpu memiliki usia yang relatif lebih muda. Masuk kampus angkatan tahun 2002. Dari Jurusan Teknik Elektronika S1. Garpu bukan bagian dari mahasiswa yang memiliki kecerdasan seperti layaknya Mangkuk. IPK Garpu tidak jelek-jelek amat, yaitu 3 koma nol sekian. Garpu memiliki dua kepribadian yang unik. Di satu sisi kadang-kadang mendadak cerdas, di satu sisi terkadang mendadak goblok.
Ketertarikan Garpu pada masalah dunia yang sulit terpecahkan membawanya mengenal sosok filsuf kondang yaitu Socrates. Garpu memiliki banyak koleksi buku yang senantiasa menceritakan sosok Socrates lebih dalam. Dari hasil membaca buku koleksinya, Garpu memiliki cita-cita besar. Menulis ide-ide cemerlang yang didapat dari membaca buku itu guna membantu masalah dunia. Karena itu ia masuk UKM Jurnalistik sebagai tempat berlabuh untuk menyampaikan ide cemerlangnya dengan membuat sebuah tulisan. Akan tetapi, tulisannya belum pernah dimuat karena ide-idenya cenderung konyol dan nggak masuk akal.
Suatu malam, Sendok, Mangkuk dan saya, sedang santai iseng di warung dekat perempatan kampus sambil ngeteh dan menikmati kopi pahit. Kami terganggu dengan kepulan asap yang datang ke arah kami. Bapak penjual sate itu memang tidak punya perasaan. Sejak siang kami belum makan. Baru kali ini Sendok dan Mangkuk tidak pegang uang yang cukup untuk membeli sate itu karena belum menerima honorarium dari menulis. Namun, sesaat kemudian dari arah samping kami terkejut, Garpu datang.
Kami bertiga akhirnya makan sate, Garpu yang traktir. Ia sangat bahagia. Untuk pertama kalinya Garpu punya uang banyak. Malam itu kami makan kenyang. Ditambah Garpu memesan enam bungkus rokok untuk kami bertiga. Garpu tidak merokok, bagi Garpu rokok tidak baik. Rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan. Katanya mengutip dari tulisan bungkus rokok yang terlihat jelas.
Kami sudah tahu maksud kedatangan Garpu. Kami sadar tentang tema yang akan menjadi obrolan malam itu. Ia mulai banyak bercerita tentang Socrates. Pemikiran Socrates. Kehidupan Socrates. Bahkan Garpu sudah mulai menggunakan istilah-istilah yang sengaja dibuat rumit supaya terlihat hebat. Tafsir atas sesuatu terasa berlebihan. Pokoknya malam ini judulnya Socrates. Kami khusyuk mendengarnya. Kami tidak mau membantahnya. Terlebih, kami sudah ditraktir sate dan rokok, masak cuma begitu saja kami membantah. Malam ini betul-betul milik Garpu. Sebab kami tahu, Garpu baru saja menerima honorarium menulis untuk pertama dan sekaligus yang terakhir kali.
Tokoh ketiga sahabat karib saya kali ini adalah Sendok. Ia mahasiswa angkatan tahun 2000. Setelah gagal di UMPTN Jurusan Kedokteran, Sendok banting setir masuk Jurusan Teknik Elektronika. IPK Sendok 3 koma 98. Dan ia adalah mahasiswa yang paling dielu-elukan oleh para dosen. Sebetulnya, Sendok bukan tipikal mahasiswa yang tertib dan manis. Teman-teman sejawatnya pernah berkata, Sendok punya banyak keistimewaan. Dan yang terlihat menonjol adalah rasa malas yang enggak ketulungan.
Di bagian ini saya tidak mau bercerita panjang tentang Sendok. Saya tidak mau Anda terlihat jenuh karena tulisan saya. Apalagi kalau sudah menyangkut tentang Sendok. Saya bisa mengukur kemampuan menulis saya. Karena dulu Sendok pernah berkata, kalau tulisan saya kalimatnya selalu berputar-putar.
Singkat cerita, kami berempat memiliki ketertarikan soal yang sama. Suka menulis. Sendok dan Mangkuk sudah pasti memiliki kemampuan jauh di atas kami. Kali ini saya perlu memberi sedikit ilustrasi. Seumpama, tulisan Mangkuk dan Sendok dalam satu bulan bisa headline 7 sampai 9 tulisan dari 10 tulisan yang masuk ke editor, sedang Garpu dan saya 7 sampai 9 tulisan saja belum tentu ada 1 yang bisa lolos.
Suatu ketika, honorarium menulis cukup membuat kami kembali ke jalur utama menjadi mahasiswa yang tertib dan manis. Membereskan tanggungan adminstrasi. Menyelesaikan beberapa mata kuliah yang terbengkalai. Kemudian mengejar skripsi. Mangkuk lulus di tahun 2007. Ia harus pulang kampung dan meneruskan karir ayahnya menjadi petani jeruk di Banyuwangi. Sendok lulus di tahun berikutnya, 2008. Ia pun juga menyusul, pulang kampung. Sendok lolos tes PNS di Kota Bandar Lampung. Kabar baik justru datang dari Garpu. Kami tidak menyangka ia lulus lebih cepat, tahun 2006. Ia kemudian mengadu nasib di Jakarta, dan kini menggeluti bidang persipilan sebagai kontraktor.
Suatu hari, saat jeda dari skripsi kami duduk santai sembari menikmati kopi. Kami berjanji kelak akan kami buat vila menulis yang mewah di Kota Batu Malang jika menjadi penulis besar. Akan tetapi, cita-cita itu kemudian hilang, seturut dengan bubarnya kami semua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI