Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Penulis Bubar (6)

7 Oktober 2024   09:05 Diperbarui: 8 November 2024   07:40 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konon dari sumber yang saya dapat, di tahun 2001, di UKM, di kampus kami, pernah heboh oleh 3 pemuda yang masih segar, yang masih tergolong angkatan baru, punya prestasi akademi yang baik diiringi kemampuan mengelola sebuah organisasi UKM yang mumpuni. Cerita itu masih saya simpan dengan baik di sebuah buku kecil. Kelak saya berniat menulisnya lagi dengan cerita yang rapi. Dengan demikian, di sana, entah di bagian mana, saya percaya mereka bertiga tertawa membacanya.

Sebelum melanjutkan cerita 3 pemuda itu, sebagai pembaca yang budiman tentu Anda sudah bisa menebak. Sepenggal ceritanya, di antaranya, sudah pernah saya tulis dengan susah payah. Dan khusus di tulisan ini semoga bisa membuat Anda mengenal lebih dekat 3 pemuda yang sekaligus sahabat baik saya itu.

Tokok pemuda pertama yang saya maksud kali ini adalah Mangkuk. Mangkuk mahasiswa angkatan tahun 2000 dari Jurusan Teknik Elektronika D3. Tahun pertama kuliah ia lalui dengan segudang prestasi. Salah satunya, dikenal tangguh dan jawara di soal-soal ujian semester dengan pencapaian nilai rata-rata di atas 95. Dengan durasi waktu penyelesaian yang relatif sangat singkat. IPK Mangkuk tembus di atas angka 3.80 lebih sedikit. Dan itu tidak bertahan lama. Kemudian turun dan terus turun kemudian terjun bebas mengenaskan.

Dulu, sewaktu Sendok bercerita tentang Mangkuk yang katanya dianggap sakti, saya berharap saat bertamu di kosnya, Mangkuk punya banyak koleksi keris. Punya banyak koleksi aneka rupa jenis dupa. Punya banyak koleksi terutama yang berbau supranatural. Tapi nyatanya, apa yang saya dapat tidak seperti apa yang saya kira. Malahan saya hanya mendapati tumpukan buku seperti gunung. Rata-rata, bukunya, bercerita tentang tema sejarah. Selebihnya, cuma dua buku saja yang berbau jawa kuna, seperti Primbon Jawa dan Ramalan Jayabaya. 

Sebelumnya, saya sering kali dibuatnya takjub. Kalau sudah bercerita apalagi satu riwayat tertentu. Bisa berjam-jam Mangkuk membedahnya. Pernah suatu ketika Mangkuk bercerita tentang Bung Karno. Bagaimana pergerakan Bung Karno. Bagaimana orasi Bung Karno. Mangkuk begitu bersemangat. Saking semangatnya, sesuatu yang remeh-temeh dia tahu. Mangkuk paham maksud jas Bung Karno berkancing empat, berkantung empat, dan keempat kantungnya punya kancing yang tidak lazim seperti jas pada umumnya. Bentuk tongkatnya, panjang tongkatnya, berapa jumlah tongkat Bung Karno. Belum lagi jam tangan mereknya apa, hingga ukuran sepatu Bung Karno dibuat di mana dan siapa pembuatnya. Anda tahu sampai kapan Mangkuk selesai bercerita. Sampai uangnya habis buat beli rokok karena saking lamanya bercerita.

Pengetahuan Mangkuk mengupas detail sejarah, membuatnya masuk dan larut di UKM Jurnalistik. Banyak teman-teman bilang, Mangkuk termasuk produktif dalam menulis. Satu bulan bisa setor 6 sampai 9 tulisan. Dan dari tulisan itu, Mangkuk bisa beli komputer paling canggih yaitu Pentium 4 waktu itu. Hidupnya bergelimang uang. Harta di kosnya melimpah, koleksi bukunya semakin menumpuk. Dan terakhir saya menemukan rayap di balik koleksi tumpukan bukunya.

Tokoh pendamping kedua bernama Garpu. Garpu memiliki usia yang relatif lebih muda. Masuk kampus angkatan tahun 2002. Dari Jurusan Teknik Elektronika S1. Garpu bukan bagian dari mahasiswa yang memiliki kecerdasan seperti layaknya Mangkuk. Walaupun begitu, IPK Garpu tidak jelek-jelek amat, yaitu 3 koma nol sekian. Garpu memiliki dua kepribadian yang unik. Di satu sisi kadang-kadang mendadak cerdas, di satu sisi lagi terkadang banyak ngowosnya dan itu sangat mengesalkan sekali. 

Ketertarikan Garpu pada masalah dunia yang sulit terpecahkan membawanya mengenal sosok filsuf kondang yaitu Socrates. Tentu maksudnya bukan kenal pernah kontak fisik langsung. Atau kenal melalui surat elektronik email. Tapi kenal dari koleksi buku-buku yang dibelinya, yang senantiasa menceritakan sosok Socrates lebih dalam. Dari sini, Garpu memiliki cita-cita besar. Menulis ide-ide cemerlang yang didapatnya dari membaca buku itu guna membantu mengurai masalah dunia. Ia pun masuk UKM Jurnalistik sebagai tempat berlabuh. Tapi tulisannya belum pernah dimuat karena ide-idenya cenderung konyol dan nggak masuk akal.

Suatu malam, Sendok, Mangkuk dan saya, sedang santai iseng di warung dekat perempatan kampus sambil ngeteh dan menikmati pahitnya kopi. Kami terganggu dengan kepulan asap yang banyak bergerak ke arah kami dan baunya sangat menyengat. Bapak penjual sate itu memang tidak punya perasaan. Sejak siang kami belum makan. Baru kali ini Sendok dan Mangkuk tidak pegang uang yang cukup untuk membeli sate itu karena belum menerima honorarium dari menulis. Tapi, sesaat kemudian dari arah samping kami terkejut, Garpu datang.

Kami bertiga lalu makan sate, Garpu yang traktir. Ia sangat bahagia. Untuk pertama kalinya Garpu punya uang lumayan banyak. Malam itu kami makan kenyang. Ditambah sebungkus rokok yang tidak pernah habis. Kalau tertangkap mata tinggal satu batang, Garpu memesannya lagi buat kami. Ia tidak merokok, bagi Garpu rokok tidak baik. Rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan. Katanya mengutip dari tulisan bungkus rokok yang terlihat jelas.

Kami sudah tahu cara berpikir Garpu. Kami sadar tentang hal itu. Ia mulai banyak bercerita tentang Socrates. Pemikiran Socrates. Kehidupan Socrates. Bahkan Garpu sudah mulai menggunakan istilah-istilah yang sengaja dibuat rumit supaya terlihat hebat. Tafsir atas sesuatu terasa berlebihan. Pokoknya malam ini judulnya Socrates. Kami khusyuk mendengarnya. Kami tidak mau membantahnya. Terlebih, kami sudah ditraktir sate dan rokok, masak cuma begitu saja kami membantah. Malam ini betul-betul milik Garpu. Sebab kami tahu, Garpu baru saja menerima honorarium menulis untuk pertama dan sekaligus yang terakhir kali.

Tokoh ketiga sahabat karib saya kali ini adalah Sendok. Ia mahasiswa angkatan tahun 2000. Setelah gagal masuk UMPTN Jurusan Kedokteran Sendok lalu banting setir masuk Jurusan Teknik Elektronika. IPK Sendok 3 koma 98. Dan ia adalah mahasiswa yang paling dielu-elukan oleh para dosen. Sebetulnya, Sendok bukan tipikal mahasiswa yang tertib dan manis. Kata teman-teman sejawatnya, Sendok punya banyak keistimewaan. Dan yang paling terlihat menonjol adalah, malasnya nggak ketulungan.

Saya tidak mau bercerita panjang tentang Sendok di bagian ini. Saya tidak mau Anda terlihat jenuh karena tulisan saya. Apalagi kalau sudah menyangkut tentang Sendok. Saya bisa mengukur kemampuan menulis saya. Karena dulu Sendok pernah berkata, kalau tulisan saya kebanyakan kalimatnya selalu berputar-putar.

Singkat cerita, kami berempat memiliki ketertarikan soal yang sama. Suka menulis. Sendok dan Mangkuk sudah pasti memiliki kemampuan di atas rata-rata di antara Garpu dan saya. Kali ini saya perlu memberi sedikit ilustrasi. Seumpama, tulisan Mangkuk dan Sendok dalam satu bulan bisa headline 7 sampai 9 tulisan dari 10 tulisan yang masuk ke editor. Sedang Garpu dan saya 7 sampai 9 tulisan saja belum tentu ada 1 yang bisa tayang. Apalagi headline. Itu seperti pungguk merindukan bulan. 

Suatu ketika, honorarium menulis tidak kami duga melimpah ruah. Akhirnya, kami memutuskan kembali ke jalur utama sebagai mahasiswa yang tertib dan manis. Membereskan tanggungan adminstrasi. Menyelesaikan beberapa mata kuliah yang terbengkalai. Kemudian mengejar skripsi. Mangkuk lulus di tahun 2007. Ia harus pulang kampung dan meneruskan karir ayahnya petani jeruk di Banyuwangi. Sendok lulus di tahun berikutnya, 2008. Ia pun juga menyusul, pulang kampung. Sendok lolos tes PNS di Kota Bandar Lampung. Kabar baik justru datang dari Garpu. Kami tidak menyangka ia lulus lebih cepat, tahun 2006. Ia kemudian mengadu nasib di Jakarta, dan kini menggeluti bidang persipilan sebagai kontraktor.

Dulu ketika masih dalam proses mengerjakan skripsi di sela-sela waktu tersisa, saat kami sedang duduk-duduk santai sembari menikmati kopi, kami berjanji untuk tetap solid menjadi tim menulis yang kuat hingga kami menjadi penulis besar. Suatu hari kami akan buat vila menulis yang mewah di Kota Batu Malang.

Tapi, cita-cita itu kemudian hilang, seturut dengan bubarnya kami semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun