Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sukarjo

3 Oktober 2023   08:10 Diperbarui: 3 Oktober 2023   08:14 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudian, Joniman dan Badri beranjak pamit dan pergi. Tumino coba mencari kursi. Duduk menenangkan pikiran. Jiwanya penuh gejolak. Apalagi jika teringat masa kelam itu.

Tidak ada yang pernah menyangka. Darsono betul-betul tega menggadaikan sahabat dekatnya untuk kepentingan kumpeni. Hingga detik ini ia masih tidak bisa percaya.

Saat itu Tumino sebagai kuli kebersihan taman di benteng kumpeni. Tapi entah kenapa tiba-tiba saja Tumino dituduh tahu banyak tentang Jenderal Besar Revolusi. Ia diminta mengungkap keberadaan Jenderal Besar itu. Tapi, terang saja Tumino tidak mengaku. Ia tidak lebih hanya kuli taman. Sebelum interogasi di sel, kumpeni sudah lebih tahu tentang siapa dirinya dari Darsono. Mendengar itu Tumino tak berkutik, ia hanya diberi kesempatan berpikir satu malam. Jika masih bungkam, eksekusi tembak dilakukan besok pagi sebelum matahari terbit.

Enam tahun telah berlalu. Ia sudah bukan lagi bagian pasukan intelijen dari Jenderal Besar. Tumino dibebastugaskan, itu semata demi keluarganya dan keluarga calon istrinya. Hidupnya dibuat tak menentu. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu daerah ke daerah lain. Hingga pada suatu hari ia dinyatakan hilang oleh kumpeni. Saat itu juga Tumino bebas dan mulai punya identitas baru.

Pernah suatu ketika saat masih dalam masa pelarian. Tumino ingin sekali menculik Darsono. Jika rencana itu berjalan mulus, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menyiksa tubuhnya, menyayat kulitnya, dan terakhir, memutilasinya lalu dimasukan ke dalam karung goni kemudian membuangnya di kolam buaya milik kumpeni. Tapi, niatnya selalu gagal. Pesan dari Jenderal Besar selalu lewat dan menghantui pikirannya. "Penghianat pasti mati dengan sendirinya."

Tumino memang telah lolos dari masa buronan. Penghianatan tidak membuatnya mati. Ia hanya tersiksa sesaat. Kini, ia sudah punya pekerjaan baru. Pembuat belati dan ahli kunci. Bakat terpendamnya itu yang membuatnya bertahan hidup. Dan juga, bisa lolos dari pintu jeruji besi.

Beberapa hari lalu, tersiar kabar, jika Darsono sering salah mengungkap keberadaan Jenderal Besar Revolusi. Kabar darinya tidak pernah sekali pun benar. Kumpeni curiga, Darsono bukan lagi orang yang bisa dipercaya. Kegagalan demi kegagalan itulah yang harus membuatnya masuk sel dan berhadapan dengan timah panas. Kapan ekseskusinya, sama persis seperti Tumino tempo lalu. 

Di kursi teras itu, matahari merambat masuk melalui celah-celah pagar bambu. Tumino bangkit, lalu menutup semua jendela. Ia tak ingin membuang tenaga dan menghabiskan banyak pikiran soal tadi. Dengan segera, mengemas barang-barangnya. Ia ingin pindah rumah.

Dua hari berlalu, saat Tumino selesai ambil barang yang tertinggal di rumah lamanya. Saat akan menutup pagar bambu, dua orang kepercayaan Darsono datang. Joniman dan Badri.

"Biadap!" umpat Badri kesal dan mendekat.

"Bajingan, kau Tum!" lebih kasar umpatan Joniman kali ini. Kepalanya semakin mendongak, "Betul-betul tidak punya hati nurani. Kau lebih rendah dari binatang!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun