Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli

Kadet Ngopa-ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Asal Bapak Senang

11 Juli 2023   15:01 Diperbarui: 11 Juli 2023   15:04 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu malam saya jenuh dan pergi ke kedai kopi langganan saya. Tempatnya tak jauh dari tempat saya bekerja. Saya pikir ini adalah uang terakhir saya dari sisa bonus. Dan saya harus memakainya karena saya tidak akan lagi punya kesempatan itu.

Kedai kopi langganan saya itu tidak begitu ramai dan tidak sepi. Dan di sini juga awal mula saya bertemu dengan laki-laki berbadan gemuk tidak tinggi dan tidak pendek. Seseorang yang kelak menerima saya untuk bekerja di perusahaan kertas bekas.

Saya baru tahu jika beliau pemilik perusahaan. Penjaga kedai kopi yang kasih tahu saya. Dan saat ini laki-laki itu ada di samping saya. Saya memanggilnya bapak.

Kami berbincang cukup lama, malah sekarang lebih akrab. Bapak bilang, bangga punya karyawan seperti saya. Bila kerja selalu lebih dari target dan bapak tidak sungkan-sungkan bakal kasih lebih dari itu.

Saya cukup senang mendengarnya. Bapak masih terus bercerita dan berpesan. Agar saya tetap semangat mempertahankan kinerja. Saking senangnya, katanya ngopi malam ini bapak yang traktir.

Di tengah kebahagian ini, saya sedikit memotong perbincangan. Saya bilang ke bapak, sudah beberapa minggu ini saya kerja hanya sesuai target. Tapi alangkah terkejut saya mendengar balasan bapak. Jangan merendah begitu. Laporan yang masuk selama dua bulan adalah kinerja yang sangat bagus dan itu harus dibanggakan.

Sontak saya kaget mendengar itu. Pandangan saya tiba-tiba mundur hingga saya dapati pada suatu sore, satu minggu sebelum saya genap kerja dua bulan. Para mandor berbagi isi amplop. Dan warna amplop itu saya kenal betul. Tadinya saya tidak mengerti apa maksudnya itu.

Tak lama saya terbangun dari lamunan. Tanpa sengaja kepala saya mengangguk-angguk kecil. Saya mbatin. Sebaiknya memang betul. Saya ikut saja kata para mandor-mandor itu. Dan saya tidak suka punya banyak musuh.

Saya cuek saja dari apa yang barusan saya ingat tadi. Dan yang sangat penting saat ini adalah, saya masih bisa sebangku dan ngopi gratis dengan bos besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun