Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli Kasar

Sedang menjalin hubungan baik dengan Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Menunggu Kedatangannya

13 Desember 2021   12:08 Diperbarui: 16 Desember 2021   19:48 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sontak dipeluk bocah cilik itu dengan dekap erat. Diciumnya pipi kiri dan kanan. Tak lama berdua duduk beralas karpet plastik dekat kamar. Dipangkunya bocah cilik itu, dielus rambutnya yang lurus terurai rapi dengan kasih sayang.

Tak sampai hati berucap cerita, Si Mbah hanya berpesan, "Kelak dewasa jadilah seperti Abah dan Emakmu. Mereka teladan bagi para nelayan."

Bocah cilik yang baru menginjak kelas 3 SD ini pun hanya mengangguk-angguk kepala. Wajah terus dirundung kecemasan. Hingga magrib berlalu pun tak kunjung datang yang dinantikannya.

"Mbah, kubuatkan teh hangat lah?" Ujarnya menyapa, seperti kebiasaannya menawarkan kepada Abah dan Emaknya sepulang melaut. Namun Si Mbah tak menjawab, dagunya semakin dia tempelkan pada kepala bocah cilik itu. Tangannya semakin erat takkan melepasnya walau sejenak. Masih ditimang-timangnya dia di pangkuannya.

Malam semakin gelap gulita, suara katak terus menyanyikan lagu-lagu kerongkongan, saling bersahutan. Tak lama terdengar suara kaki menapaki tanah dari luar rumah memecah kebisuan. Hati sang anak kecil pun mulai berkecamuk, "langkah itu aku mengenalnya, bukan, bukan!" Gumamnya.

Lagi-lagi dari pintu depan. Ketukan di daun pintu yang semakin menderu, tergesa-gesa. Si Mbah melepaskannya, dia pun beranjak membuka daun pintu dengan pelan. Dilihatnya sesosok kepala Dusun dan beberapa kawan, "Sudah kau katakan!" Ujarnya menyapa.

Namun Si Mbah membalasnya dengan membuang wajah iba menghadap anak kecil yang baru saja dia pangku bersama. Kepala Dusun masuk dan mendekati bocah cilik yang bernama Cikal itu.

"Cikal. Bersabar ya Nak. Bapak, Si Mbah dan semua kawan-kawan ini, akan menghantarkanmu hingga tumbuh dewasa" Ujar Kepala Dusun kepadanya. Cikal yang mendengar ucapan ini seperti ceracau di malam hari. Kepala Dusun pun memanggil kawannya, meminta sesuatu dari tangan mereka.

Diberikannya, dayung perahu dan jala ikan bertulis "Udin dan Maimunah". Cikal sadar betul itu nama Abah dan Emaknya.

Dielus pundak Cikal bocah cilik itu, untuk membesarkan hatinya. Tapi apa boleh dikata. Cikal sejenak menaruh dayung perahu dan jala ikan itu. Bergegas dia lari masuk ke kamar.

Si Mbah yang ingin beranjak, tiba-tiba pundaknya diraih Kepala Dusun. "Biarkan malam ini untuknya melepas rindu kepada Abah dan Emaknya. Tataplah dia dari sini, bila kembali masuk rumah peluklah dia." Ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun