Cerpen: Tuanku dan Vespa
"Opss, maaf" ujarnya. Suara lirih singgah dari dimensi yang berbeda. Tuannya sudah tentu pasti tak mendengar. Debu-debu semburat terbang berhamburan. Saat kain pelindung ditarik dan dihempaskan ke udara.
"Uhuk-uhuk, uhuk-uhuk."
Dilirik Tuannya terbatuk, dia tak sampai hati memandangi, "Sudahlah Tuan, aku di sini tak apa."
Ditariknya masker penutup bibir dan hidung, sesekali terlihat keluar masuk garasi. Telapak tangannya sesekali terlihat mengibas, seperti mengusir debu yang tak pergi-pergi.
"Menjauh, jangan kau ganggu Tuanku!" ujarnya.
"Hmm," kata Si Debu, "Memangnya siapa kamu, mengusir. Ini bukan salahku, aku hanya menempel di pelindung kain. Aktifitasku ya memang seperti ini."
Mendengar hal itu, dia seperti malu. Betul-betul memperjelas posisinya siapa aku.
Dengan berkacak pinggang sorot mata memandangi isi garasi. Geleng-geleng kepalanya, sontak membuat tangan kanan menempel dahi, "Aduh, kenapa harus di dalam," sesal Si Tuan. Seharusnya di luar saat mengebas pelindung kain yang berdebu itu.
Tak lama berselang, ia bergegas beranjak ke dalam rumah. Ditinggalnya garasi dalam keadaan terbuka, sembari menunggu debu pekat berkurang Si Tuan menyiapkan beberapa peralatan.
"Kamu pasti bahagia kan?" ujar Si Debu kepada Vespa yang senyum-senyum ceria. "Eh, itu Tuanmu datang, aku pergi," Si Debu pamit pergi meninggalkan ruang garasi bersama semilir angin pagi.
"Oke, Vespa. Kita cek dulu kondisimu", gumam Si Tuan dengan semangat.