Tiba-tiba dari arah selatan terlihat beberapa ranting pohon bergoyang-goyang, daun-daun berguguran. Terdengar loncatan hentakan kaki, hanya saja suaranya tak seperti kuda. Tubuhnya tak kecil dan tak terlalu besar.Â
Yang muncul pertama kali, terlihat warna kulitnya orange, memiliki garis putih di bagian bawah perutnya hingga paha kaki. Punggungnya pun sama, terdapat warna putih, hanya saja bukan bentuk garis, akan tetapi bulat-bulat.
Spontan Kuwuk dan Rase pun berteriak, "Paman Kanciiiilll !". Kancil pun berlari mendekati asal suara, dia mengenal betul suara anak-anak itu dan membalas suaranya "Raseee !, Kuwuuk !."
Dengan loncatan yang sangat tinggi Rase dan Kuwuk jatuh di pelukan Kancil. Dipeluknya erat-erat. Air mata mengalir bagaikan hujan lebat, membasahi tubuh Kancil. Suara sesenggukan tangis mengalahkan petir yang menyambar bumi.
Bagi Rase dan Kuwuk, Kancil adalah orang tua kedua mereka.
Dengan pelan Kancil menyapa Rase dan Kuwuk. Membesarkan hati mereka berdua. Dan tak henti-hentinya bercerita, masa-masa indah bersama ayah mereka.
Kancil tak menyinggung cerita tentang perlawanan panglima Harimau dan panglima Citah kepada mereka. Itu semata, agar Rase dan Kuwuk tetap memiliki semangat dan tak berputus asa.
Kancil hanya mengatakan, kedatangannya ke alun-alun hanya ingin membantu sahabatnya Musang Luwak dan Garangan. Namun ia dan pasukan kancil tak sendirian. Akan ada paman Bajing dan sejumlah pasu...
Gemeruduk... gemeruduk... gemeruduk...Â
Bumi alun-alun mendadak bergetar, seluruh binatang kecil keluar berkumpul di pinggir alun-laun, semua takjub melihat puluhan pasukan gajah dan badak. Dengan Burung-burung yang mengiringi kedatangan mereka. Terdengar suara lantang Bajing dari kejauhan, "POHON BERINGIIINNN...".
Kancil dan sejumlah pasukan saling merapatkan barisan. Menyambut kedatangan Bajing bersama pasukan gajah dan pasukan badak.