Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli

Kadet Ngopa-ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dari Kripik dan Kritik Pedas

6 Oktober 2021   09:04 Diperbarui: 6 Oktober 2021   09:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika masih era tahun dua ribu empat hingga tahun dua ribu sembilan, aku belum pernah mendengar istilah tentang level pedas pada suatu cemilan atau makanan. Kalaupun sudah ada, ya mungkin karena aku sendiri yang kuper. Terlalu lama bersembunyi di bawah ketiak Paijo. Atau mungkin Paijo sendiri sudah tau dan lupa menyampaikan beberapa dari kemajuan istilah baru pada kuliner.

Dulu Paijo yang sering aktif belanja cemilan atau makanan ringan di kos. Yang selalu kuingat adalah biskuat, aku heran dan terkadang sering bertanya. Apa mungkin Paijo berpikir dengan biskuat tubuhnya bisa menjadi Gatotkaca, yang terkenal dengan jargon otot kawat tulang besi. Mudah-mudahan salah pikiranku ini.

Aku sendiri lebih memilih cemilan canghae merah, kalau istilah jawanya kacang atom pedes. Menurut ku lebih cocok untuk melek'an malam hari minimal nggak gampang hangoup (ejaan jawa) apalagi ditemani dengan kopi hangat dan sebatang tembakau skm. Kalau sudah begini bisa berjam-jam melek'an lupa semua urusan kuliah dan tugas-tugasnya.

Tapi suatu ketika, aku dan Paijo sepakat untuk melek'an saat padang mbulan tepat tanggal lima belas di kalender jawa. Agar betah melek'an Paijo pun banting stir soal cemilan. Dengan membeli kripik singkong dengan campuran pedas boncabe. Dan bincang-bincang malam pun terjadi,

"Cak..."

"Heemmm..." jawab ku

"Saumpomo yo... ujug-ujug..."

"Numpak sepur ta jo..."

"Sik talah cak... sinau'o menghargai pendapat po'o"

"Heu.. heu... yo... yo jo... sepurane... sepurane..."

"La ono wong berpendapat ki ojo disenggah, ngurangi arti dan pemaknaan"

"Wuihh... Iyo ta jo..."

"Ngene... njajal ki aku duwe pendapat... moro-moro riko nyenggah... akhire dadi tafsir pendapatan, piye jal..."

"Iyo juga sih," (Batinku, dungaren cerdas) "masuuk jo... terus..."

... ... ...

"Terus... terus piye cak... tutok endi aku ngomong iki maeng"

"Tutok sepur jo, ujug-ujug...?"

Diskusi pun berlanjut,

"Seumpomo, misalkan, andaikata,..."

"Andaitolan... wis ta, sebut'en kabeh jo, ce' duowowo ra bar-bar"

"Heu... heu... sabar cak, sabar...", lanjut Paijo, "Riko, ujug-ujug dikritik, reaksimu piye...?"

"Biasa ae jo..."

"Heeh... ce'congah'e riko"

"Sik ta jo, congah piye sih..."

"Kudune riko yo menunjukan reaksi dari kritikan meang toh, mbuh nesu, mbuh seneng, mbuh piye..."

"Jo... umpomo'o aku bungah, yo, opo ono hasile, lan utowo aku nesu, malah nambah permusuhan"

"Oke, saiki kasus'e, riko dipisuhi, ngene... asu kae, tulisane marai provokasi... ayo jal piye..."

"Sik jo, ngene... pertama, letak provokasi'ne ndek endi, aku jalok di duduhi. Sebagai tindakan awal, oke aku jalok sepuro, ta selipkan nota revisi. Kedua, la iso sebagai insan berpendidikan, gak pantes nggowo-nggowo asu dalam ranah publik cabang rubrik. Asu dewe ki yo bingung jo, la awakedewe iso ngerti batine, asu ki yo mangkel, "loh aku kok digowo-gowo, salah ku opo...?", ta ilingno la iso, awas karma."

"Tapi, setitik ae ra mangkel riko cak...?"

"Ngene jo, aku nate krungu cerito Abunawas, la barang elek ki nilai ne siji. Tapi barang apik ki nilai ne sepuluh. La aku dikongkon milih, yo ta pilih sing barang apik, lumayan iso nutupi barang elek sing muk siji kuwi maeng"

Paijo mulai mikir tik tak tik tuk, tik tak tik tuk... (Aku sendiri juga nggak paham-paham amat aslinya, rada bingung...)

"Piye jo... ta wenehi saran oleh..."

"Yo ra popo cak, asal sifat'e membangun..."

"Ngene... mulai meni, awakmu gawe poster, tempel nang ngarep kos-kosan, ditambah nang tiang listrik. SIAP MENYEDIAKAN JASA MOTIVATOR, DIJAMIN TOPCER. Piye... manteb toh jo..."

"Cak... aku ra guendeng koyok riko yo..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun