KELIMA, tampaknya fungsi panitia yang bisa dirasakan pada acara reuni kemarin terbatas pada membunyikan bel, mengumumkan, mengumpulkan beberapa alumni untuk mengambil aksi snow-ball dalam membesarkan jumlah alumni yang bisa hadir, dan menyediakan tempat berkumpul, tentu saja  termasuk kelengkapan acara seperti konsumsi dan t-shirt. Selebihnya, acara dipegang oleh audience. Para hadirinlah yang menggulirkan acara. Setelah berkumpul, tanpa perlu komando, tanpa butuh aba-aba, tanpa terlebih dahulu memerhatikan protokoler atau rundown acara resmi, bahkan masa bodoh terhadapnya, begitu saja mereka masuk dalam acara mendadak yang mereka buat sendiri. Mengenang dan mengenang masa lalu, dengan satu-dua bumbu masa kini.Â
Atau memang sebaiknya dalam ajang reuni tidak usah ada acara sama sekali, dan panitia hanya mengundang plus menyediakan tempat yang betul-betul nyaman untuk berkumpul, lalu membiarkan acara kangen-kangenan bergulir sendiri? Nah, ini mungkin bisa dipikirkan lebih lanjut.
"Hai, eike dateng, lho, meskipun lg ga enak badan! Terapi jg ni reuni!" - Erna
"Emang gw mirip Meryl Streep?" - Acay
Berdiri: Wiwin and me.
Tak dinyana, acara bernostalgia yang muncul otomatis secara mandiri oleh para hadirin atau peserta reuni itu membekas hingga acara selesai dan seluruh mereka pulang ke rumah masing-masing. Tambahan lagi, ternyata bekas itu cukup dalam, sebab banyak alumni yang masih meneruskan nostalgianya lewat grup-grup aplikasi atau media sosial, seperti saat pre-conditioning sebelum hari-H. Ada rasa semacam tagih rupanya. Barangkali oase yang dirasakan kemarin begitu nyata pengaruhnya terhadap rutinitas sekarang.Â
Entah apakah ini sejenis dengan kondisi euphoria, yang terjadi hanya sesaat, di waktu-waktu sekitar acara, sebelum dan sesudahnya. Yang jelas, hingga beberapa hari setelahnya, efeknya belum luntur. Barangkali juga ada sebagian alumni yang tidak ingin efek itu luntur. Malahan berharap dapat melengkapi kehidupan kekinian mereka. Seperti yang diutarakan Vivin, bahwa reuni bagi dirinya adalah ajang untuk merekatkan dan menyambung kembali tali pertemanan yang telah lama terputus. Terlebih, diakuinya, saat ini jumlah temannya berkurang lantaran perpindahan tempat tinggal. Komentar Lina tak jauh berbeda. Ketika disinggung soal kemungkinan terjalinnya hubungan bisnis atau terkait pekerjaan dengan sesama alumni, perempuan yang sudah berkacamata sejak kecil ini, pun tak menampiknya.