Mohon tunggu...
Henny Purnama Sari
Henny Purnama Sari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Saya menulis banyak genre. Artikel, Cerpen, Puisi, Novel, Naskah Iklan (copywriting), Naskah Program Audio Visual (web series, program TV, TVC, dll.). Saya juga penggemar segala sesuatu beraroma "inovasi".

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Buat Apa Reunian?

14 Oktober 2016   17:15 Diperbarui: 14 Oktober 2016   18:19 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama ini saya tidak pernah merasa suka konsep reuni. Itulah sebabnya tak pernah saya datang ke acara reuni sekolah atau kampus. Paling-paling hanya datang ke pertemuan kembali teman-teman dekat/se-gank atau Home Coming kampus yang tidak secara ketat diartikan sebagai reuni yang kerap bersifat lebih terbatas, baik waktu, tempat, pun pesertanya.

Ketidaksukaan saya pada reuni terkait langsung dengan ketidaksukaan mengenang-ngenang hal yang sudah berlalu. Dan di dalam penilaian saya, itulah yang akan jadi unsur utama acara reuni, sebab atmosfer yang terbangun –sejak timbul ide menyelenggarakan atau mengikuti acara reuni hingga puncaknya saat acara berlangsung— sudah memerangkap para partisipan dalam aroma masa lalu. Atmosfer itu tentu saja tercuat dari interaksi antarpartisipan (baik interaksi imajiner yang terkait dengan kenangan maupun interaksi nyata) yang merupakan orang-orang saling kenal di suatu periode lalu –meskipun seringkali harus diingatkan kembali karena waktu dan pengalaman-pengalaman yang kemudian sanggup menghapus pengalaman sebelumnya.

Selain tidak suka mengenang pengalaman masa lalu, ketidaksukaan saya pada acara reuni juga karena merasa belum berada pada puncak kesuksesan, cita-cita belum tercapai, atau merasa belum menjadi ‘somebody’. Itu alasan berikutnya.

Namun, kali ini, surprised...! Saya sendiri merasa terkejut pada perubahan yang terjadi dalam diri: Saya tidak menjauh dari undangan reuni. Malahan menyambutnya. Meskipun tidak serta-merta. Sebab kali pertama dengar info reuni, terlintas dalam pikiran, bahwa ini ‘gangguan’. Gangguan terhadap kesibukan masa sekarang yang sedang dilakukan. Gangguan terhadap program pribadi yang sedang dengan semangat-semangatnya –barangkali sudah masuk hitungan cenderung ambisius—dikerjakan. Lalu, apakah gangguan ini akan diberi tempat, atau dilewati saja?

Bagaimana jika dilewati saja? Toh saya tidak pernah suka ide reuni. Tapi, baru-baru ini, ketika orang-orang terdekat mengalaminya dan menceritakan pengalaman reuni mereka kepada saya, timbul keinginan untuk mulai merasakannya juga.

Nah, lalu bagaimana jika memberi tempat pada ‘gangguan’ ini? Toh hanya 1 hari, saat acara, atau setidaknya 2 hari dengan hari pendaftaran plus  tetek-bengeknya (meski di waktu kemudian baru tersadar bahwa reuni meminta lebih banyak waktu. Dan media sosial adalah satu-satunya perpanjangan tangan interaksi sejak sebelum dan sesudah hari-H reuni. Setidaknya hingga beberapa hari setelahnya). Hm....

Baiklah. Akhirnya saya tetapkan saya akan memberi tempat pada gangguan ini. 1-2 hari tersita khusus untuk ini bukan masalah. Saya ingin merasakan sendiri, bagaimana rasa reuni itu. Selamat datang, hai reuni! Saya pun membuka diri. Wow, amazing, akhirnya saya mau ikut reunian!

Sebetulnya apa sih yang jadi penyebab paling dasar terjadinya perubahan sikap ini? Saya bukannya tidak tahu apa penyebabnya, tetapi waktu atau momen terjadinya perubahan drastis inilah yang saya rasa tidak bisa diprediksi secara tepat.

Dan mengenai penyebab ..., bukan, ternyata ini bukan masalah sudah sukses atau belum, bukan pula lantaran ingin berjumpa dengan orang-orang tertentu yang pada masa lalu dianggap istimewa atau pernah singgah di hati (ehm!). Namun, –percaya atau tidak— ini menyangkut keinginan untuk mengetahui perubahan yang terjadi! Ya, PERUBAHAN. Setelah sekian lama tidak bertemu dengan orang-orang yang pernah dengan intens berjumpa di waktu lalu, tiba-tiba saja muncul keinginan untuk mengamati. Mengamati apa-apa yang telah dilalui atau dilibas oleh sekian panjang dan besar waktu. Keinginan menyaksikan. Kemudian mencatat dan mempelajarinya. Itu saja.

Apa yang kemudian terjadi ketika hari pertemuan itu tiba?

5800af8524a9d5ba2d8b4568.jpeg
5800af8524a9d5ba2d8b4568.jpeg

58009e9624a9d5ac3e8b4568.jpeg
58009e9624a9d5ac3e8b4568.jpeg
Ada yang tidak sadar, ada yg sadar tapi pura-pura, dan ada juga yang sumringah menantang kamera:
Endang, Asty, dan Ferliyani

58009e9e24a9d5ac3e8b4569.jpeg
58009e9e24a9d5ac3e8b4569.jpeg
Ibu ini seperti kerepotan ngurus anaknya yang mau naik panggung, wkwkwk... :
ki-ka: Acay, sang Meryl Streep 1-15, Lina, dan Asty ngintip sedikit.

PERTAMA adalah rasa seperti sedang berwisata. Sightseeing enjoyment. Asiknya melihat-lihat ajang dan atmosfer baru yang terbentuk dari kumpulan orang usia sebaya, satu angkatan, berjumlah sekitar 500 (dari 700-an teman satu angkatan) yang ‘konon’ pernah akrab di sebuah waktu lampau. Pengalaman wisata inilah yang paling ingin saya rasakan dan berharap dapat terjadi dalam durasi panjang, selama mungkin, jika bisa hingga akhir acara. Yaitu rasa tenang, tanpa interupsi, melihat dan menyaksikan saja semuanya. Inilah kenikmatan menyaksikan (menyaksikan akibat yang telah diperbuat waktu kepada mereka, kepada kami, kepada kita, kepada semua. Menyaksikan kesemena-menaan waktu, kebiadabannya, yang dengan tegas menancapkan pesan bahwa ia berkuasa atas segala yang pernah kita kenal).

58009ea624a9d5ac3e8b456a.jpeg
58009ea624a9d5ac3e8b456a.jpeg
Harri: Gw emang prakmuka dulunya, tapi cuma sampe siaga... #eeeeh! 

58009eb024a9d5ac3e8b456b.jpeg
58009eb024a9d5ac3e8b456b.jpeg
Hai Dance! *klik!  Kita sekelas ya di DuBiDu.

Demikianlah, keinginan menyaksikan langsung terkabul di detik pertama hadir. Namun, kenikmatan wisata yang tenang tanpa interupsi itu tak dapat seutuhnya dirasakan, lantaran saya tidak bisa mensterilkan diri dari interaksi yang mau tidak mau muncul juga. Tak penting mengetahui siapa yang memulai. Sebab batas-batasnya sendiri telah blur. Atmosfer reuni, sedikit demi sedikit, atau seketika, melumat siapa pun alumni yang hadir di dalamnya. Seperti api yang merambat atau menjilat ketika bertemu benda-benda yang bisa terbakar.

58009eb724a9d5ac3e8b456c.jpeg
58009eb724a9d5ac3e8b456c.jpeg
Haiiiii! Kangeeeeen!

Itu pertama. KEDUA, walau ingin diam hanya menyaksikan, di satu sisi ada rasa syukur ketika masih ada yang mengenali, meski memiliki simpanan permakluman yang besar jika sebaliknyalah yang terjadi. Sebab waktu, pengalaman, dan orientasi tiap orang sanggup mengubah struktur jaringan genetika yang berfungsi mengatur memori.  Sehingga "lupa" sangat bisa dimaklumi.

58009ec024a9d5ac3e8b456d.jpeg
58009ec024a9d5ac3e8b456d.jpeg
     
58009ec924a9d5ac3e8b456e.jpeg
58009ec924a9d5ac3e8b456e.jpeg
"Hari ini aku gadis remaja lagi, bok!" - Asty

Beberapa kawan yang sempat saya tanya soal apa makna reuni bagi diri mereka, pun mengatakan hal senada. Asty, menyatakan seperti berada di masa lalu lagi, sejenak lupa masa sekarang. Lupa pada segala status dan kondisi sekarang. Serasa kembali lagi menjadi remaja usia belasan. Meski untuk sesaat, selama acara reuni saja. Dan itu menyenangkan. Mega, Tresia, dan Tjahjani  pun kurang lebih berkomentar sama.

Ya, dari sudut ini, reuni dapat dinilai sebagai momen untuk beristirahat sejenak. Sebagai selokus oase. Titik penyegaran. Saat refreshing dari rutinitas masa sekarang.

58009ed224a9d5ac3e8b456f.jpeg
58009ed224a9d5ac3e8b456f.jpeg
   
58009edb24a9d5ac3e8b4570.jpeg
58009edb24a9d5ac3e8b4570.jpeg
Jauh-jauh dari Padang cuma buat penuhin tugas
sebagai peniup balon. wkakaka... Hebat Meryl Streep kita ini:
Tjahjani Dian Hari (Acay)

58009ee424a9d5ac3e8b4571.jpeg
58009ee424a9d5ac3e8b4571.jpeg
Biar doi fokus, kite intip aja dari sini ...  Iye, gak, Harri Kurnia?

KETIGA, ternyata setelah membiarkan diri dilumat atmosfer interaksi, begitu saja semua menjadi berbaur, melted; hampir tidak ada pembicaraan soal status sosial ekonomi ataupun mengaitkan apa yang ada kini dengan tingkat kesuksesan. Ini tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya. Namun, kondisi larut dalam atmosfer dan merasa sedang kembali berada di masa yang pernah dilewati bersama, adalah tepat seperti yang telah pernah saya bayangkan. 

58009eec24a9d5ac3e8b4572.jpeg
58009eec24a9d5ac3e8b4572.jpeg
"Jeung, ada masalah keluarga? Saya punya solusinya.
Saya kan Jaimreng. JaiMamah Loreng.  Belom tau, ya?"

KEEMPAT, jika mengamati keseluruhan berlangsungnya acara –yang sebagian besar porsinya diberikan kepada kesempatan mengenang masa lalu—  konsep acara reuni secara keseluruhan itu sangat membosankan. Seolah menggiring partisipannya untuk berlama-lama bermain dengan masa lalu. Dan ini, menurut saya, sangat tidak menarik. Meski demikian panitia telah mencoba mendudukkan seporsi kecil kekinian yang berupa acara perkenalan bisnis para alumni (dari yang kecil-kecilan hingga yang beranjak mapan) yang diharapkan berlanjut pada kerjasama bisnis antaralumni yang hasilnya dapat disisihkan untuk membantu para alumni yang perlu dibantu. Ini cukup menarik. 

Namun, ternyata, dalam acara reuni kemarin, program kekinian macam ini tidak menarik perhatian audiences. Hampir semua alumni yang hadir tidak memerhatikan sesi program kekinian bertema membangun organisasi bisnis bersama yang diberi nama "Sinergi 39" tersebut. Di berbagai sudut dan titik ruang, semua hadirin sibuk bersilaturahmi. Semua larut dalam atmosfer masa lalu. Ramai, berisik. Suara para pengisi acara tak terdengar. Pada sebuah kejap, situasi ini terasa seperti sebuah ruang kelas raksasa, di mana guru yang sedang mengajar dan memberikan materi tidak diperhatikan. Semua murid asyik sendiri dengan urusan mereka. Memerhatikan apa yang dipresentasikan terasa seperti memerhatikan guru di tengah-tengah suasana berisik. Dan ini sungguh tidak nyaman, dan tidak bisa menahan murid untuk lebih lama memerhatikan pelajaran, melainkan terpengaruh masuk ke suasana sekitarnya yang ramai seperti pasar.

58009ef524a9d5ac3e8b4573.jpeg
58009ef524a9d5ac3e8b4573.jpeg
Kang Roni 'Ojim' Kiat yang sedang menerangkan SINERGI 39

Barangkali program kekinian semacam obrolan bisnis itu perlu dipertimbangkan lagi penayangannya. Tidak efektif ternyata di hari-H reuni. Terlebih hadirinnya umum, belum tersaring menjadi kelompok yang lebih khusus, yang berminat dengan dunia bisnis. Mestinya program ini digelar sebagai kelanjutan acara reuni, tetapi sifatnya lebih tersaring, hanya yang berminat atau yang memiliki kepentingan saja yang menghadirinya.

Apakah dengan demikian berarti mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus terima saja konsep reuni sebagai ajang nostalgia? Tidak usah dimasuki unsur kekinian? Saya pikir tidak begitu. Konsep acara yang tepat, menarik, termasuk desain posisi pengisi acara disandingkan dengan posisi audience yang dikreasikan secara unconventional, struktur dan interior venue yang menunjang acara, perlengkapan dan fasilitas acara, pemandu acara yang lihai, waktu dan jam penyelenggaraan yang nyaman, serta lokasi venue yang strategis. Dengan memerhatikan hal-hal ini dapat dipastikan kesan yang didapat semua yang hadir akan lebih dalam dan bergaung panjang. 

5800c2c624a9d5d53c8b4567.jpeg
5800c2c624a9d5d53c8b4567.jpeg
Keknya itu Si Dian Bheno, deh! 
5800c2d724a9d5d53c8b4568.jpeg
5800c2d724a9d5d53c8b4568.jpeg
Hai Bheno! Pa kabar lo? Masih di Gadis? Tampanglo ga brubah!

5800c2e024a9d5d53c8b4569.jpeg
5800c2e024a9d5d53c8b4569.jpeg
"Yep. Lo masih inget aje, Hen, gw Inong. Emang muke gw jadi mirip Vivin?"

5800c2e724a9d5d53c8b456a.jpeg
5800c2e724a9d5d53c8b456a.jpeg
"Hai Hen, Aku Farida, masih inget, kan, di DuBiDu?"

5800c2ef24a9d5d53c8b456b.jpeg
5800c2ef24a9d5d53c8b456b.jpeg
Terimakasih, Panitia! Makanan berlimpah!

KELIMA, tampaknya fungsi panitia yang bisa dirasakan pada acara reuni kemarin terbatas pada membunyikan bel, mengumumkan, mengumpulkan beberapa alumni untuk mengambil aksi snow-ball dalam membesarkan jumlah alumni yang bisa hadir, dan menyediakan tempat berkumpul, tentu saja  termasuk kelengkapan acara seperti konsumsi dan t-shirt. Selebihnya, acara dipegang oleh audience. Para hadirinlah yang menggulirkan acara. Setelah berkumpul, tanpa perlu komando, tanpa butuh aba-aba, tanpa terlebih dahulu memerhatikan protokoler atau rundown acara resmi, bahkan masa bodoh terhadapnya, begitu saja mereka masuk dalam acara mendadak yang mereka buat sendiri. Mengenang dan mengenang masa lalu, dengan satu-dua bumbu masa kini. 

Atau memang sebaiknya dalam ajang reuni tidak usah ada acara sama sekali, dan panitia hanya mengundang plus menyediakan tempat yang betul-betul nyaman untuk berkumpul, lalu membiarkan acara kangen-kangenan bergulir sendiri? Nah, ini mungkin bisa dipikirkan lebih lanjut.

5800c2f824a9d5d53c8b456c.jpeg
5800c2f824a9d5d53c8b456c.jpeg
"Teteuuup update WA group dong gw!" - Lina

"Hai, eike dateng, lho, meskipun lg ga enak badan! Terapi jg ni reuni!" - Erna

"Emang gw mirip Meryl Streep?" - Acay

5800c30124a9d5d53c8b456d.jpeg
5800c30124a9d5d53c8b456d.jpeg
   
5800c30924a9d5d53c8b456e.jpeg
5800c30924a9d5d53c8b456e.jpeg
ki-ka: Endang, Acay, Daniel; trus bawah: Vivin, Asty, Tresia.

Berdiri: Wiwin and me.

Tak dinyana, acara bernostalgia yang muncul otomatis secara mandiri oleh para hadirin atau peserta reuni itu membekas hingga acara selesai dan seluruh mereka pulang ke rumah masing-masing. Tambahan lagi, ternyata bekas itu cukup dalam, sebab banyak alumni yang masih meneruskan nostalgianya lewat grup-grup aplikasi atau media sosial, seperti saat pre-conditioning sebelum hari-H. Ada rasa semacam tagih rupanya. Barangkali oase yang dirasakan kemarin begitu nyata pengaruhnya terhadap rutinitas sekarang. 

Entah apakah ini sejenis dengan kondisi euphoria, yang terjadi hanya sesaat, di waktu-waktu sekitar acara, sebelum dan sesudahnya. Yang jelas, hingga beberapa hari setelahnya, efeknya belum luntur. Barangkali juga ada sebagian alumni yang tidak ingin efek itu luntur. Malahan berharap dapat melengkapi kehidupan kekinian mereka. Seperti yang diutarakan Vivin, bahwa reuni bagi dirinya adalah ajang untuk merekatkan dan menyambung kembali tali pertemanan yang telah lama terputus. Terlebih, diakuinya, saat ini jumlah temannya berkurang lantaran perpindahan tempat tinggal. Komentar Lina tak jauh berbeda. Ketika disinggung soal kemungkinan terjalinnya hubungan bisnis atau terkait pekerjaan dengan sesama alumni, perempuan yang sudah berkacamata sejak kecil ini, pun tak menampiknya.

KEENAM, ajang reuni ternyata juga dapat dilihat sebagai obat awet muda karena mengandung zat pencegah pikun dan senyawa yang bikin kita kerap tertawa. Pencegah pikun, lantaran kita ditantang untuk mengingat setiap orang yang pernah dikenal dahulu. Ini salah satu cara melatih ketajaman memori otak, bukan? Lalu, ketika berinteraksi pasti ada saja hal yang bikin kita tertawa geli, bahkan hingga terpingkal-pingkal sendiri di rumah (eits, awas ada yang salah persepsi :D ) mengingat obrolan-obrolan dan kelakuan teman-teman yang baru kita akrabi lagi. 

58009efe24a9d5ac3e8b4574.jpeg
58009efe24a9d5ac3e8b4574.jpeg
Awassss! Ada penyusup masuk, Ibu2!

5800af8924a9d5ba2d8b4569.jpeg
5800af8924a9d5ba2d8b4569.jpeg
Rhendy: Pak, praktek Mak Erot di sini, ya?
Bendi: Hadeeeeh! Ada aja orang salah jalan. Ini reuni 39, Pak! Kalo Mak Erot puter balik aja sono 7X. Kali aja ketemu.

5800af9124a9d5ba2d8b456a.jpeg
5800af9124a9d5ba2d8b456a.jpeg
"Gak usah, Vin! Gak usah pisahin gw. Gw lagi tawuran neh. Cijantung vs Auri. Awaaas!"  - ntu kate Si Retno 

5800c31224a9d5d53c8b456f.jpeg
5800c31224a9d5d53c8b456f.jpeg
Pernyataan cinta paling hits abad ini whoahahahaaaa : Daniel Iik kepada Jaimreng

Akhirnya, KETUJUH, reuni mengingatkan kita, sudah sampai di mana kaki melangkah. Sudah berapa banyak kunci-kunci kehidupan ditemukan. Sebab barangkali semua yang terjadi tak bisa dikatakan seluruhnya merupakan kesalahan waktu, meski pengaruhnya begitu dahsyat. Sanggup mengubah drastis sesuatu yang telah terbangun sebelumnya. Mampu menggeser, memoles, memugar, merenovasi, atau bahkan  membongkar dan meluluhlantakkan apa-apa yang ia lewati. Lihai memperbaiki atau malah merusak bentuk.

Agaknya, waktu memang kerap ingin memberi jejak. Tajam atau tidaknya jejak itu tergantung reaksi yang terjadi antara dirinya dan sosok yang ia lalui. Di sinilah peran kode dan kunci. Temukan, dan kita pun bisa lebih kuat menahan efek buruk waktu. Bukankah kehidupan itu sendiri adalah soal menemukan kunci-kunci? Dan ajang reuni bukan tidak mungkin adalah salah satunya. 

(Henny Purnama Sari, 1-15, 2 Bio 2, 3 Bio 1 SMA 39, Jakarta)

telah tayang juga di : www.hennyfullmoon.blogspot.co.id 

5800c31b24a9d5d53c8b4570.jpeg
5800c31b24a9d5d53c8b4570.jpeg
Teteuuup update WA grup reuni, meskipun sedang copy darat! wkwkwk....

Ferli dong, kalem tuh! qiqiqi...

5800c32424a9d5d53c8b4571.jpeg
5800c32424a9d5d53c8b4571.jpeg
Mega yang nyaris tidak berubah tampangnya. Dan.. eh, rambutku kok jadi simetris?

Hm... rupanya efek tas kawan di belakang yg jd setting :D

5800c32d24a9d5d53c8b4572.jpeg
5800c32d24a9d5d53c8b4572.jpeg
Aksi panggung dadakan 1-15. Niatnya cuma pepotoan doang di panggung. Eh, enggak, deng, Udah persiapan yel2 sebetulnya yang diciptain sama teman cantik kita yg rela repot ngurus ni kelas: Ferliyani Moestopo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun