Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa guru tidak bisa mengubah (mengontrol) siswa menjadi apa yang guru inginkan. Setiap siswa memiliki kodrat yang dibawa sejak lahir dan menjadi tugas guru adalah menuntun agar siswa tumbuh sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.Â
Namun untuk menuntun siswa tersebut diperlukan kondisi belajar yang teratur agar tercipta suasana belajar yang menyenangkan. Untuk menciptakan kondisi tersebut salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menciptakan budaya positif di sekolah. Berangkat dari hal tersebut dalam menciptakan budaya positif di sekolah dengan menerapkan disiplin positif kita tidak bisa memaksakan siswa melakukan hal yang kita inginkan.Â
Dalam hal ini sebaiknya guru memegang fungsi kontrol sebagai manajer agar siswa terhindar dari tekanan, paksaan, dan hukuman. Proses pemaksaan melalui pemberian hukuman, konsekuensi ataupun penghargaan hanya bersifat sementara saja bahkan lebih parahnya akan menyebabkan bangkitnya perasaan dendam ataupun hal negatif lain.Â
Oleh sebab itu kita perlu mencari cara lain agar budaya positif dapat diterima secara terbuka dengan cara membangun kesadaran siswa agar memahami bahwa meraka memiliki tanggung jawab terhadap diri mereka dan juga lingkungan.
Segitiga Restitusi merupakan sebuah pendekatan dalam pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memperbaiki kesalahannya dan kembali ke kelompok mereka  dengan karakter yang lebih kuat. Penerapan segitiga restitusi adalah pendekatan yang berharga untuk membantu siswa memperbaiki kesalahannya dan belajar dari pengalamannya.Â
Pendekatan ini memiliki banyak manfaat bagi siswa, guru, dan orang tua. Namun penting untuk diingat bahwa segitiga restitusi bukanlah solusi yang mudah dan membutuhkan komitmen yang besar dari semua pihak yang terlibat. Penggunaan segitiga restitusi sebagai pendekatan disiplin positif merupakan alat yang efektif untuk menjadikan siswa belajar dari kesalahan mereka dan mengembangkan karakter yang positif.Â
Saya percaya bahwa dengan penerapan segitiga restitusi melalui Tindakan menstabilkan identitas, melakukan validasi Tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan kelas lebih efektif daripada hukuman tradisional, karena berfokus pada pembelajaran dan pengembangan karakter daripada sekedar menghukum siswa.
Segitiga restitusi memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan belajar dari kesalahan mereka. Hal ini dapat membantu mereka untuk menjadi individu yang lebih baik dan lebih bertanggung jawab di masa depan. Selain itu, segitiga restitusi dapat membantu membangun hubungan yang lebih positif antara siswa, guru, dan orang tua. Ketika semua pihak bekerja sama untuk membantu siswa memperbaiki kesalahannya, hal ini dapat menciptakan rasa saling percaya.Â
Meskipun segitiga restitusi memiliki banyak manfaat namun ada juga beberapa tantangan dalam penerapannya di antaranya: 1). Membutuhkan waktu dan komitmen yang besar dari guru dan orang tua, 2). Sulit untuk diterapkan pada semua jenis kesalahan, 3). Memerlukan pelatihan khusus bagi guru dan orang tua, 4). Mungkin tidak selalu diterima oleh semua siswa.
Ketika semua proses sudah diterapkan, butuh tindak lanjut yang signifikan agar tujuan dari penerapan segitiga restitusi ini bisa berhasil, antara lain:
1). Pantau kemajuan siswa dalam proses restitusi dan berikan dukungan yang mereka butuhkan. Lakukan evaluasi berkala terhadap efektifitas penerapan segitiga restitusi di sekolah.
2). Libatkan orang tua atau wali dalam proses restitusi untuk memastikan konsistensi dan kolaborasi. Kumpulkan umpan balik dari guru, staf, orang tua, dan siswa untuk mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
3). Gunakan dokumentasi yang tepat untuk mencatat proses restitusi dan hasil yang dicapai. Lakukan penyesuaian dan pengembangan program segitiga restitusi secara berkelanjutan berdasarkan hasil evaluasi.
Secara keseluruhan, saya meyakini bahwa segitiga restitusi adalah alat yang berharga yang dapat digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif dan suportif. Penerapan segitiga restitusi di Sekolah membutuhkan komitmen dan kerja sama dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan penerapan yang tepat, segitiga restitusi dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu mereka belajar dari kesalahan, mengembangkan karakter positif peserta didik, dan menjadi individu yang bertanggung jawab dan berprestasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H