Beberapa malam terakhir ini aku sering gelisah. Mungkin memikirkan penangkap mimpiku yang hilang, takut mimpi buruk datang, mungkin juga aku rindu dengan Mika. Semua jadi serba salah. Aku jadi makin judes sama mama, padahal mama nggak punya salah apa-apa.
* * *
Ting tong!
Seseorang memencet bel rumahku. Ah, paling-paling kurir yang mengantar paket sore. Tidak ada siapa-siapa di rumah, mama belum pulang.Â
"Paket untuk Elenya Caspari." Pria berbaju abu-abu dengan logo perusahaan kurir berkata saat pintu kubuka.
"Terima kasih," ucapku sambil membubuhkan tanda tangan.
Stiker kecil bertuliskan Chaska tertempel di bagian atas kiri paket. Aku tidak kenal nama itu, tapi sepertinya pernah aku baca. Nama orang atau apa?
Tak sabar kubuka paket dengan cutter di atas meja belajarku. Jantungku serasa hampir copot. Penangkap mimpi yang kucari-cari tergolek tenang dalam kotak tipis pembungkus paket.
Kuamati, memang ini penangkap mimpi yang kucari-cari beberapa hari ini. Aku ingat, di bagian lingkarannya kutulis inisial namaku dan Mika.
Siapa yang mengirim paket ini? Chaska, siapa dia? Ah, semakin dipikir semakin aku bingung.
Kugantungkan penangkap mimpi di tempatnya semula. Mulai malam ini aku bisa memandang bintang-bintang dari sela-sela jaringnya dan bisa tidur nyenyak.