Kau mempersilakanku untuk duduk bersama kalian.
"Ini Kea, anakku."
Kau memperkenalkan putramu yang berusia 3 tahun. Senyumnya sangat manis, persis seperti senyummu.
"Baru sebulan aku pindah ke Strasbourg ini. Tapi sudah lebih dari setahun aku Swiss. Aku nggak tau kalau kamu tinggal di Eropa. Lama sekali ya kita nggak ketemu."Â
Amira mengangguk-angguk sambil tertawa kecil. Kita terakhir bertemu di tahun pertama awal kuliah. Kampus kita yang berbeda memungkinkan aku untuk tidak terlalu hancur saat kau menolak untuk menjadi kekasihku.
"Ini prinsipku, Wa. Aku tidak akan mengubah seseorang yang sudah dewasa."
Itulah kalimat yang kau ucapkan. Kau bilang tidak akan pernah membina hubungan dengan pria perokok.Â
Aku mengerti alasanmu. Sungguh menyakitkan bagimu kehilangan sosok ayah saat kau masih di sekolah menengah pertama. Rokok telah merusak paru-paru ayahmu hingga nyawanya tidak tertolong lagi.
Kau juga pernah cerita bahwa ibumu harus bekerja keras demi menghidupi keluarga. Seorang ibu rumah tangga yang harus menyambi bekerja dengan membuat keripik singkong pedas. Menjajajakan dengan berkeliling, hingga akhirnya bisa dititipkan di warung-warung.Â
Menurutku, itu adalah keripik singkong pedas terenak di dunia. Aku dulu mengenalmu ketika ingin membeli keripik yang selalu kau bawa ke sekolah. Kau tidak pernah merasa malu melakukannya.
Sejak itu kita berteman dan menjadi sangat dekat. Aku begitu mengagumimu. Seorang remaja perempuan cerdas yang begitu percaya diri.