Aku setuju saja, malahan senang. Setiap Kamis sore "Sate Padang Ipul" mangkal di halaman bengkel mobil di depan rumah Santi. Menurutku, ini sate Padang terenak di kotaku.
Sate dengan bumbu khas dari Sumatra Barat ini memang kesukaanku. Menyantap sate di sela tugas dari pak Awang pasti lebih nikmat rasanya.
***
Wah, sudah hampir jam setengah delapan malam. Ini gara-gara di kedai kak Sum banyak pembeli.Â
Aku terpaksa harus mampir beli selotip dan lem yang aku perlukan untuk menyempurnakan tugas yang akan diserahkan  besok.
Langkah kupercepat, beberapa tetes hujan mulai jatuh. Sebetulnya jarak rumahku dan Santi tidak jauh, cukup berjalan kaki 20 menit. Makanya aku biasa berjalan kaki.
Jalur yang kulewati ini adalah rumah penduduk, tetapi di pertengahan perjalanan ada kebun pisang yang lumayan luas. Kalau malam begini terlihat gelap, meskipun di dalam ada rumah penjaga kebun.
Dari kejauhan kulihat asal rokok membubung. Seorang pria sedang merokok di depan gerbang kebun pisang.
"Ah, pasti penjaga kebun," batinku.
"Dari mana, Ra?" Sosok dengan rambut ikal yang diterpa sinar lampu jalan menyapaku.
Kok dia tau namaku? Aku menoleh. Ah, ternyata Bang Jul, yang berprofesi sebagai tukang kebun. Dia melayani panggilan untuk memotong pohon-pohon besar, termasuk juga di halaman rumah.