"Kita mampir di roti bakar dulu ya." Melva berkata sambil membelai pundakku
Menikmati roti bakar di warung tenda kesukaannya menjadi kesenangan yang tidak ketinggalan kami lakukan saat bersama. Aku baru saja menemani Melva mencari kado untuk temannya yang akan pindah mengikuti suaminya ke luar negeri.
"Iya, aku punya waktu banyak sampai besok."
Melva tersenyum mendengar ucapanku.
Anisa, istriku pasti tidak akan bertanya-tanya. Dia sudah paham, tugasku lebih banyak di pelabuhan. Aku sering pulang dinihari, bahkan menjelang waktu sarapan esok harinya.
Sejak bertemu Melva, aku selalu pulang dinihari. Alasan banyak kerjaan dan kapan masuk di pelabuhan membuat istriku tidak banyak tanya.
Aku memilih untuk menghabiskan waktu bersama Melva, wanita muda berdarah Palembang Bugis ini membuatku lebih bergairah bekerja.Â
Lima setengah bulan yang lalu kami berkenalan, saat menghadiri acara Singapore Maritime Week. Aku mabuk kepayang. Tak sanggup untuk tidak memikirkannya barang sehari pun.
Tidak mungkin aku bisa melupakan tanggal perjumpaan kami, 10 April, persis tanggal pernikahanku dengan Anisa.Â
Aku mencintai Anisa dan anak balita kami, sungguh sangat mencintai mereka. Hanya saja, belakangan ini Anisa selalu malas diajak pergi bersama seperti dulu. Lelah dan ngantuk selalu menjadi alasannya. Repot mengurus keperluan Niko, putra kami, begitu katanya.Â