"Dia yang cerita sendiri, Ma. Kami nggak boleh tanya-tanya nilai kawan." Begitu putri saya menjawab saat saya tanyakan, dari mana dia tahu bahwa temannya mendapat nilai bagus.
Anak saya waktu itu masih duduk di kelas satu sekolah dasar. Dia bercerita, teman sekelasnya mendapat hadiah istimewa dari orang tuanya karena mendapat nilai bagus.
Saya bertanya kepada anak saya karena mengetahui bahwa guru-guru di sekolahnya selalu memberikan hasil ujian kepada tiap anak secara hati-hati dan tertutup.
Mereka juga diingatkan untuk tidak "kepo" bertanya nilai temannya. Tentu tidak masalah jika anak-anak itu sendiri yang bercerita secara sukarela dan memberitahukan nilainya kepada temannya. Â
Nilai rapor dan media sosial
Akhir Juli yang baru lewat, siswa di negara bagian Baden-Württemberg baru saja menerima rapor kenaikan kelas. (Liburan akhir tahun ajaran, liburan panjang musim panas yang selalu ditunggu-tunggu.
Sebagian siswa, terutama remaja, yang berprestasi baik dan berhasil mendapat nilai bagus dengan bangga mengunggah nilai rapor mereka di media sosial.
Mempublikasikan angka-angka rapor oleh siswa itu sendiri adalah hak pribadi mereka. Hal yang tidak boleh dilakukan dan dianggap melanggar hukum adalah memberitahukan data seseorang kepada orang lain, atau mempublikasikannya tanpa seizin orang yang bersangkutan.
Dari pengalaman saya sendiri, belum pernah ada orang tua dari teman-teman sekolah anak saya yang membagikan nilai rapor anak-anaknya di media sosial.Â
Memang hal ini dianggap tidak lumrah di sini.
Mempublikasikan angka rapor dan prestasi siswa ke media digital memang dianggap bukan ide yang baik.Â
Di satu sisi anak-anak boleh bangga dengan prestasi mereka, kemudian berbagi kebahagiaan mereka kepada orang lain.Â
Namun, di sisi yang lain hal ini bisa membuat siswa yang mendapat nilai buruk menjadi sedih dan dapat menimbulkan kecemburuan. Permusuhan di jejaring sosial mungkin saja terjadi dan bisa memicu tindakan bullying.
Melindungi data pribadi
Mengunggah nilai rapor sendiri bukan pelanggaran hukum. Begitupun, anak-anak sekolah di sini diingatkan untuk tidak memamerkan prestasi mereka di media sosial. Bahkan polisi memperingatkan untuk tidak melakukan hal ini.Â
Nilai di rapor adalah data pribadi. Murid-murid harus mengetahui bahwa mereka wajib melindungi data pribadi mereka.Â
Informasi yang mereka unggah bukan hanya angka, tetapi juga nama murid, nama sekolah, alamat, dan keterangan lainnya.
Kita tidak memiliki kendali penuh akan data yang telah diunggah di internet. Informasi yang dibagikan secara digital ini kemungkinan dapat disebarkan lebih luas lagi oleh pihak lain. Sangat sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi dengan data yang telah tersebar luas.Â
Kemungkinan risiko penyalinan dan penyalahgunaan informasi oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab akan terbuka lebar.
Tidak semua prestasi dan nilai cemerlang yang diraih harus diumumkan ke semua pihak. Ada poin-poin yang cukup untuk diketahui oleh diri sendiri, keluarga, dan orang-orang tertentu saja.
Remaja dan kaum muda harus belajar untuk bijak berinteraksi di jejaring sosial.Â
Mereka harus mengetahui dan dapat memilah informasi mana yang patut dan bermanfaat untuk dipublikasikan, mana yang kemungkinan akan berakibat buruk di kemudian hari.Â
Dalam hal ini, orang tua harus ikut berperan aktif mengawasi dan memberikan contoh yang baik. Salah satunya untuk tidak mengunggah nilai rapor anak di media digital.
Pada akhirnya, anak-anak akan memahami pentingnya perlindungan data pribadi mereka, dan dapat menggunakan media digital secara bertanggung jawab.
-------
Hennie Triana Oberst
De, 03.08.2021Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H