Jika sedang berada di Kyoto, salah satu tempat yang harus dikunjungi adalah Fushimi Inari Taisha. Kuil yang lokasinya di bagian selatan Kyoto merupakan kuil penting dalam agama Shinto.
Saat berlibur di kota ini, kami menggunakan transportasi umum yang sangat baik. Pelancong mandiri, yang tidak ikut wisata grup, dapat dengan mudah menjelajahi Kyoto dan kota lain di Jepang.Â
Hotel tempat kami menginap menyediakan shuttle bus yang mengantar dan menjemput tamunya pergi dan kembali dari stasiun kereta terdekat.Â
Dari stasiun kereta, kami menumpang kereta menuju kuil Fushimi Inari yang letaknya di gunung suci Inari, dengan tinggi 233 meter.
Ada lebih dari 35.000 kuil yang didedikasikan untuk Dewa Inari di seluruh Jepang, tetapi kebanyakan adalah kuil sederhana yang banyak didapati di sisi jalan. Fushimi Inari disebut Taisha yang artinya kuil besar.Â
Dewa (Kami) Inari adalah dewa kesuburan, beras, dan rubah. Rubah Inari (Kitsune) berwarna putih bersih dan bertugas sebagai pembawa pesan.
Di kuil ini terdapat banyak patung rubah dengan berbagai ekspresi. Rubah dengan kunci di mulutnya melambangkan akses ke lumbung padi, dengan batu permata melambangkan roh para dewa.
Daya pikat Fushimi Inari adalah 1.000 torii berwarna oranye kemerahan yang berbaris menuju puncak gunung Inari.
Kabarnya, jumlah seluruh torii, termasuk gerbang awal memasuki kuil, sekitar 10.000 dengan beragam ukuran. Beberapa torii berusia cukup tua, berasal dari periode Edo (1603-1868).Â
Torii adalah simbol kuil Shinto, melambangkan pemisahan antara dunia luar dan tempat ibadah. Lorong berupa gerbang ini umumnya terbuat dari kayu, batu, atau logam.Â
Lambang kuil Shinto yang sederhana dan gampang diingat ini, menjadikan torii juga sebagai tanda budaya tradisional Jepang.
Pengunjung Fushimi Inari umumnya datang untuk berdoa, mengucap syukur, dan memohon bantuan pada Inari, agar mendapat keberuntungan, dan kesuksesan.
Sebagai rasa terima kasih atas keberhasilan dan terwujudnya doa mereka, maka mereka menyumbang torii, yang kemudian dipasang di lokasi ini. Nama mereka terukir dengan cat berwarna hitam di setiap torii yang mereka sumbangkan.
Harga torii tentu saja tidak murah. Kabarnya, harga satu torii berkisar antara 210.000 hingga 1.600.000 Yen, tergantung ukuran dan lokasi torii dipasang (1 Yen = Rp 135,-).
Untuk mendaki hingga ke puncak membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. Konon, terdapat 263 anak tangga di sini.
Di pertengahan perjalanan terdapat satu restoran kecil yang menjual makanan ringan. Ada juga toko yang menjual cenderamata dan es krim.Â
Kami mampir sejenak untuk menikmati makan siang ringan dan melepas lelah. Setelah istirahat, saya memilih untuk turun lebih dahulu, sementara anak dan suami saya melanjutkan perjalanan.
Karena ingin memotret suasana di sekitar gunung Inari, saya memutuskan turun dan mengambil rute berbeda dengan jalan saat mendaki.Â
Banyak terdapat altar dengan hiasan patung dan torii mini, juga ada makam di beberapa tempat.
Rencana ingin menghemat waktu akhirnya tidak terlaksana. Tetapi saya senang karena bisa keluar dari situasi "tersesat" tadi.
Di luar kuil terdapat penjaja makanan yang menawarkan beragam jenis masakan Jepang, salah satu kuliner kesukaan saya. Waktunya untuk mengisi lagi perut yang sudah keroncongan.
-------
Hennie Triana Oberst
De, 13.06.2021Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI