Torii adalah simbol kuil Shinto, melambangkan pemisahan antara dunia luar dan tempat ibadah. Lorong berupa gerbang ini umumnya terbuat dari kayu, batu, atau logam.Â
Lambang kuil Shinto yang sederhana dan gampang diingat ini, menjadikan torii juga sebagai tanda budaya tradisional Jepang.
Mengapa torii sering dibuat berwarna merah? Ada beberapa teori yang dipercaya, salah satunya, warna merah dianggap dapat melindungi dan menangkal bencana, penyakit dan pengaruh jahat.Â
Pengunjung Fushimi Inari umumnya datang untuk berdoa, mengucap syukur, dan memohon bantuan pada Inari, agar mendapat keberuntungan, dan kesuksesan.
Sebagai rasa terima kasih atas keberhasilan dan terwujudnya doa mereka, maka mereka menyumbang torii, yang kemudian dipasang di lokasi ini. Nama mereka terukir dengan cat berwarna hitam di setiap torii yang mereka sumbangkan.
Harga torii tentu saja tidak murah. Kabarnya, harga satu torii berkisar antara 210.000 hingga 1.600.000 Yen, tergantung ukuran dan lokasi torii dipasang (1 Yen = Rp 135,-).
Menuju puncak Inari
Untuk mendaki hingga ke puncak membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 jam. Konon, terdapat 263 anak tangga di sini.
Di pertengahan perjalanan terdapat satu restoran kecil yang menjual makanan ringan. Ada juga toko yang menjual cenderamata dan es krim.Â
Kami mampir sejenak untuk menikmati makan siang ringan dan melepas lelah. Setelah istirahat, saya memilih untuk turun lebih dahulu, sementara anak dan suami saya melanjutkan perjalanan.
Karena ingin memotret suasana di sekitar gunung Inari, saya memutuskan turun dan mengambil rute berbeda dengan jalan saat mendaki.Â