Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Minggat

16 Maret 2021   21:53 Diperbarui: 17 Maret 2021   06:27 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Lina Kivaka | Pexels-

Handuk baru saja terlilit di badanku. Lagu Titanium mengalun dari gawai di atas meja tulis. Tertera nama Tasha di layarnya.

"Hai Sha. Jam segini kok nelpon, nggak sibuk kamu?" Aku tau, saat seperti ini biasanya dia sibuk menyiapkan makan malam di rumahnya.

Tasha kukenal saat menghadiri acara yang diselenggarakan perusahaan tempatnya bekerja. Setelah perkenalan itu kami dekat dan menjadi teman baik. Wanita cantik berdarah Aceh dan Melayu, dengan rambut ikal kecoklatan, dan bersuara manja. Aku suka berkelakar, pasti bos dia di kantor taksanggup marah padanya. 

"Aku sedang nginep di Sudirman. Sini yuk, Nin, nanti kita pergi keluar sekalian makan malam." Tasha menjawab pertanyaanku dan menyebutkan nama hotelnya.

"Oke, tunggu ya. Aku dandan bentar, biar banyak yang naksir."

Kudengar Tasha terbahak-bahak di seberang telepon.

***

"Aku minggat, Nin." Tasha menyambutku di kamarnya.

"Ha, serius?"

"Iya. Sebel aku sama dia." Kesal dengan suaminya, gitu menurut Tasha. Ciri khas Tasha jika kesal, wajah cantiknya ditekuk, tapi tetap terlihat cantik.

"Terus, kamu minggat gini nggak dicariin?"

"Nggak. Telepon aku matikan."

"Terus, berapa hari minggatnya?"

Sambil memasuki kamar mandi, Tasha menyahut. "Entahlah. Ntar aku pulang kalau udah bosen."

"Ada-ada aja kamu Sha. Minggat kok pulang sendiri." Ucapanku membuat Tasha tertawa sambil menahan perutnya.

Tasha sudah berganti baju, terlihat segar dengan blus lengan sebelah berwarna hijau toska, dipadu rok plisket selutut, motif bunga-bunga dengan warna senada.

Ternyata acara minggat begini sudah sering dilakukannya jika sedang merajuk dengan suaminya. Menurut Tasha, ia hampir selalu menginap di rumah orangtuanya. Suaminya maklum, dan biasanya dia akan datang sehari kemudian.

Aku mengerti, Tasha masih muda, usianya baru saja genap 19 tahun. Eh, tapi usia kami hanya beda hampir 4 tahun. Mungkin karena dia anak bungsu, banyak mendapat perhatian dari dua kakaknya, dan kedua orangtuanya. Sedikit kekanak-kanakan dan manja.

Tasha baru beberapa bulan menikah, usia mereka terpaut sepuluh tahun. Profesi suaminya sebagai konsultan bisnis mengharuskannya sering bepergian, dan menghabiskan waktu di luar kota bahkan luar negeri. Tetapi Tasha sudah mengetahui hal tersebut saat mereka berkenalan.

Ah, aku tak mau memberi komentar mengenai rumah tangga Tasha. Aku tidak tahu bagaimana rasanya hidup berumah tangga, dan sering ditinggal suami tugas ke luar kota. 

Saat ini belum ada keinginanku untuk menikah. Mungkin nanti jika umurku mendekati angka 30. Sementara ini aku nikmati saja hidupku, dengan melakoni karir di tengah lingkungan kerja yang menyenangkan.  Hubungan kasih jarak jauh baru saja kumulai. Tristan, cowok dari negeri yang jauh di belahan utara bumi itu telah membuatku jatuh hati. 

***

"Duh, macet Sha jam segini ke arah Kuningan." Kutolak tawaran Tasha menikmati masakan Italia di restoran favorit kami. Di perjalanan nanti bisa hilang selera makan gara-gara macet.

"Yaudah, kita makan di bawah aja ya." Sambil mengangguk setuju, ia menyahut. Maksudnya salah satu restoran yang ada di hotel. 

"Kita ke Mikie's aja ya Sha, makanannya nggak berat. Ntar pasti kita ngemil lagi." 

"Sip." Sambil mengacungkan jempolnya Tasha menyambut ucapanku. "Eh, ada fashion show lho, malam ini. Cocok untuk kita. Lumayan kan, bisa sambil cuci mata." 

"Oh ya? Asyik! Pasti banyak cowok keren yang datang. Ah, dandan lagi." Aku menghadap cermin membubuhkan lipgloss sambil memonyongkan bibir. Sengaja menggoda Tasha. Balasannya, dia lemparkan bantal ke punggungku.

***

"Hey, kalian model yang ikut fashion show nanti ya?" Pria bermata biru berdiri dekat kursi cafe di lorong yang kami lewati menuju "Top 10", tempat penyelenggaraan pameran busana malam ini.

Ya ampun, wajahnya mirip seperti Harrison Ford saat muda dulu. Ia tersenyum, manis sekali. Salah tingkah aku dibuatnya.

Seorang pria tampan berwajah khas Persia duduk di kursi yang lain, tersenyum dan menyapa.

"Oh, bukan. Kami hanya penonton." Kami berdua menjawab hampir bersamaan.

"Hmmm, yakin?" Penuh selidik si Harrison Ford muda berujar. "Ok, sampai nanti ya." Lanjutnya sambil melambaikan tangannya.

...bersambung...

-------

Hennie Triana Oberst

De, 16.03.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun