"Terus, kamu minggat gini nggak dicariin?"
"Nggak. Telepon aku matikan."
"Terus, berapa hari minggatnya?"
Sambil memasuki kamar mandi, Tasha menyahut. "Entahlah. Ntar aku pulang kalau udah bosen."
"Ada-ada aja kamu Sha. Minggat kok pulang sendiri." Ucapanku membuat Tasha tertawa sambil menahan perutnya.
Tasha sudah berganti baju, terlihat segar dengan blus lengan sebelah berwarna hijau toska, dipadu rok plisket selutut, motif bunga-bunga dengan warna senada.
Ternyata acara minggat begini sudah sering dilakukannya jika sedang merajuk dengan suaminya. Menurut Tasha, ia hampir selalu menginap di rumah orangtuanya. Suaminya maklum, dan biasanya dia akan datang sehari kemudian.
Aku mengerti, Tasha masih muda, usianya baru saja genap 19 tahun. Eh, tapi usia kami hanya beda hampir 4 tahun. Mungkin karena dia anak bungsu, banyak mendapat perhatian dari dua kakaknya, dan kedua orangtuanya. Sedikit kekanak-kanakan dan manja.
Tasha baru beberapa bulan menikah, usia mereka terpaut sepuluh tahun. Profesi suaminya sebagai konsultan bisnis mengharuskannya sering bepergian, dan menghabiskan waktu di luar kota bahkan luar negeri. Tetapi Tasha sudah mengetahui hal tersebut saat mereka berkenalan.
Ah, aku tak mau memberi komentar mengenai rumah tangga Tasha. Aku tidak tahu bagaimana rasanya hidup berumah tangga, dan sering ditinggal suami tugas ke luar kota.Â
Saat ini belum ada keinginanku untuk menikah. Mungkin nanti jika umurku mendekati angka 30. Sementara ini aku nikmati saja hidupku, dengan melakoni karir di tengah lingkungan kerja yang menyenangkan. Â Hubungan kasih jarak jauh baru saja kumulai. Tristan, cowok dari negeri yang jauh di belahan utara bumi itu telah membuatku jatuh hati.Â