Saat masih bekerja dulu, seorang sahabat saya adalah asisten pimpinan utama dari perusahaan yang menaungi banyak anak perusahaan. Bos dia dan beberapa pimpinan perusahaan lainnya secara bergantian mendapat jatah vila sebagai tempat liburan di salah satu pantai di Anyer.
Sahabat saya, panggil saja namanya Lala, kadang mendapat tawaran menggunakan jatah vila atasannya, jika beliau berhalangan. Liburan sendiri tentu kurang asyik, maka kami, sahabatnya diajak menginap bareng.
Dulu kami hampir selalu bersama, terutama weekend. Kami berlima, empat wanita dan satu pria. Masa jomlo yang menyenangkan.
Tibalah kami di depan vila. Tetapi penjaga mengatakan bahwa vila sudah ada yang mengisi, keluarga Mr. Andrew, (kita sebut saja namanya begitu).
Andrew, pria berkebangsaan Inggris ini adalah pimpinan di salah satu anak perusahaan.
Mungkin hanya dua kali saya berjumpa dengannya. Lelaki usia antara akhir 30 dan awal 40 tahun, ramah dan tampan. Ia menikah dan miliki anak yang masih kecil.
Mengetahui vila sudah berpenghuni, kami berlima pun mulai panik. Kembali ke Jakarta tentu tidak mungkin, pilihan terakhir adalah mencari penginapan lain.
Tetapi, kami tidak mau rugi. Maka Lala memutuskan untuk menghubungi pimpinannya. Atasan Lala mengatakan lewat telepon bahwa akhir minggu ini adalah gilirannya.
Kunci vila mestinya dipegang secara bergantian, dan ada pada kami saat itu. Artinya, Andrew dan keluarga memasuki penginapan dengan kunci cadangan yang dipegang oleh penjaga.
Pimpinan Lala meminta kami untuk menyelesaikan kesalahpahaman itu.
"Aku nggak berani," Lala berkata bimbang.
"Kamu kan kenal baik." Begitu kami menanggapi ucapannya.
"Iya, tapi segan."
"Ya udah, aku temani. Tapi kamu yang ngomong ya," saya pastikan sebelum menuju pintu vila.
Pintu terbuka, Andrew menyambut kami. Wajahnya kaget, dan terlihat gugup.
"Hey, what are you doing here?" Andrew berkata agak berbisik, menoleh ke kanan, seperti memastikan tidak ada yang mendengar. Dia terlihat sangat gugup, meremas-remas tangannya, didekatkan ke dadanya.
Lala dan saya senyum-senyum melihat tingkah Andrew.Â
"Mr. Andrew, saya asisten Ms. Chen."
"Oh, of course." Wajah Andrew merah menahan malu mendengar ucapan Lala.
Lala menjelaskan, mestinya akhir minggu ini jatahnya Ms. Chen untuk menempati vila.
Andrew memastikan dengan menelepon Ms. Chen. Jalan terbaik diambil dengan memberikan kami vila kosong yang lain, letaknya di seberang jalan.
Kami berdua pun pamit sambil tertawa penuh arti.
Andrew, lelaki tampan dan mapan yang memanfaatkan kelebihannya itu. Dia dikenal suka bermain mata dengan wanita lain.
Jadi, tadi Andrew sangat terkejut, karena dia pikir Lala dan saya adalah wanita yang pernah diajaknya kencan.
Ah, coba kami usil, dan pura-pura jadi pacar gelapnya.
-------
Hennie Triana Oberst
De, 23.02.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H