Orangtua gemar membacakan cerita fabel kepada anak-anaknya, karena gampang dimengerti anak-anak dan mengandung pesan moral. Dalam cerita fabel karakter tokoh-tokohnya adalah hewan, yang berperilaku seperti manusia. Cerita fabel ini berkisah tentang seekor cacing tanah kecil yang ingin berubah menjadi kupu-kupu.
***
"Selamat pagi bunga-bunga," seekor kupu-kupu cantik terbang dan menyapa bunga-bunga yang bermekaran di satu pagi yang cerah.
"Pagi, Kupu," bunga-bunga mengangguk-angguk membalas sapaan kupu-kupu.
"Kenapa kamu Cing, kok kelihatan murun?" Kupu-kupu mengagetkan cacing tanah yang mengintip dari balik daun kering.
"Ayo, keluar Cing! Ngapain kamu sembunyi di situ?" Bunga warna merah jambu ikut buka suara.
Cacing tanah kecil pelan-pelan menampakkan tubuhnya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, sinar matahari menerpa wajahnya.
"Aku bosan di bawah tanah terus. Aku ingin menjadi kupu-kupu, bisa terbang bebas ke sana kemari. Manusia selalu mengagumi mereka karena keindahannya. Sedangkan aku, cuma berada di bawah tanah. Manusia pun jijik dan takut jika melihatku. Aku benar-benar tidak berguna." Cacing berkata sambil menangis. Menyesali takdir hidupnya.
"Oh, karena itu kamu membungkus badanmu dengan daun kering?" Kupu-kupu bertanya, mendekati cacing, hinggap di atas tanah.
Cacing tanah kecil mengangguk malu, menyeka sisa air matanya.
"Eh, kamu tidak boleh bicara begitu, Cing. Siapa bilang kamu tidak berguna?" Bunga kuning menyahut. Bunga-bunga lain pun membenarkan dengan menggoyang-goyangkan kelopaknya.
"Coba kamu pikir. Seandainya kamu tidak ada, siapa yang akan menyuburkan tanah. Tanaman akan mati, kami, bunga-bunga juga tidak akan tumbuh. Kupu-kupu juga tidak bisa hidup, karena mereka membutuhkan sari bunga." Bunga merah besar menasihati cacing tanah kecil.
"Iya, betul. Kamu yang paling kami butuhkan." Kupu-kupu setuju dengan ucapan bunga merah besar, dan menggerakkan belalainya.
Cacing tanah kecil tertegun mendengar perkataan bunga merah besar dan kupu-kupu.
"Ah, memalukan sekali. Aku tidak bersyukur dengan hidupku. Aku minta maaf." Suara cacing tanah tersendat, penuh haru.
"Nah, gitu dong. Tidak boleh ada yang murung lagi." Bunga merah jambu menyahut.
"Teman-teman, terima kasih sudah menyadarkan kekeliruanku. Aku pulang dulu ya, tadi  aku janji akan membantu ibu." Cacing tanah kecil pamit dengan nada suara yang ceria. Cacing tanah kecil berjanji dalam hatinya, ia tidak akan membanding-bandingkan lagi dirinya dengan makhluk lain.
Senyum bunga-bunga dan kupu-kupu menemani cacing kecil pulang. Pagi ini terlihat lebih cerah.
-------
Hennie Triana Oberst
Deutschland, 07.01.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H