Pertengahan bulan Desember beberapa tahun silam.
Sesudah melewati hampir dua jam perjalanan berkendara dengan mobil pribadi, kami memasuki halaman parkir yang lumayan luas. Satu tempat tetirah yang terletak di kaki bukit kecil. Kota yang kami datangi ini memang merupakan kawasan peristirahatan yang nyaman dan indah.
Seorang wanita berperawakan tinggi, langsing, dengan gelung kecil rambut putihnya berjalan menghampiri kami yang baru memasuki ruangan. Senyumnya mengembang saat menerima uluran tangan saya. Dia merapatkan badan saya ke arahnya, memeluk.
Itulah pertemuan pertama saya dengan ibu mertua (waktu itu masih berstatus calon), ibu kandung suami saya. Iya, saya memiliki dua orang ibu mertua, ibu kandung dan ibu tiri suami. Bagi saya, kedudukan mereka berdua tidak ada bedanya.
Wanita berdarah Perancis kelahiran Jerman ini, menurut saya pribadi, sangat menginspirasi. Bukan karena statusnya sebagai ibu mertua.
Ibu mertua saya mengajak kami berjalan-jalan di luar kompleks peristirahatannya. Kami menuju satu cafe yang lokasinya berdekatan dengan kasino yang paling terkenal di Jerman.
Meja yang menghadap taman luas kami pilih untuk menikmati kopi dan sepotong kue di sore hari itu. Tidak jauh dari tempat itu digelar Pasar Natal, lampu-lampu hiasan dan keramaian bisa terlihat dari tempat kami duduk.
Emily, ibu mertua saya, bertanya tentang kabar keluarga saya, tetapi kemudian dia banyak menanyakan hobi dan kegiatan apa yang saya sukai. Oh, iya, saya memang memilih memanggil mertua saya dengan namanya saja. Ini adalah hal yang biasa di Jerman, dan dianggap sebagai bentuk keakraban.
Kenapa ibu mertua saya yang satu ini, bagi saya sangat menginspirasi?Â
Saya mengagumi keputusannya untuk memilih hidup sendiri bersama anak tunggalnya, setelah perceraiannya dengan bapak mertua saya. Emily menjalankan dengan baik tugasnya sebagai wanita karir di satu kantor pemerintahan Jerman.
Beliau pun berhasil mendidik dan mengantarkan putra satu-satunya menyelesaikan pendidikan di bidang teknik. Laki-laki yang menjadi suami saya ini adalah seorang pria yang tidak manja, memiliki karir yang bagus, penuh perhatian terhadap keluarganya dan keluarga besar saya.Â
Di samping kesibukan kerja dan urusan keluarga, Emily tetap bisa meluangkan waktunya untuk aktif di satu lembaga olahraga yang dicintainya.
Tidak hanya cakap berorganisasi, beliau bahkan terjun langsung mengukir prestasi olahraga di kejuaraan atletik. Penghargaan dan medali yang ia terima tersusun rapi di satu lemari yang terletak di satu sudut di rumahnya.
Sepertinya Emily memang tidak suka mengisi waktunya dengan berdiam diri. Di samping kegemarannya membaca, merajut, dan menjahit, kegiatan melukis masih tetap dilakukan mengisi waktu di masa pensiunnya. Hasil karya goresan kuas dengan warna-warna cantik di atas kanvas tergantung di dinding rumahnya.
Emily setiap tahun mengunjungi dan menginap beberapa hari di rumah kami. Pada musim panas, kadangkala suhu udara di negara ini lebih panas dari suhu udara di Indonesia. Di rumah kami, beliau bisa tinggal di kamar tamu yang berada di ruang setengah bawah tanah. Sejenak menghindar dari panasnya udara.
Kebiasaan Emily mengunjungi kami setiap tahun terhenti beberapa tahun lalu. Malang tak dapat ditolak, beliau mengalami stroke di rumahnya, mengakibatkan sebelah bagian tubuhnya mengalami kelumpuhan. Setelah menjalani pengobatan dan terapi, beliau kembali sehat, hanya tidak bisa lagi berjalan. Emily harus menggunakan kursi roda dan tidak bisa kembali tinggal di rumahnya.
Seperti umumnya masyarakat di Jerman, ibu mertua saya memilih untuk tinggal di Seniorenheim, rumah kediaman warga lanjut usia. Bukan berarti beliau tidak mau dekat dengan anak dan cucunya, atau sebaliknya kami tidak menginginkan ia tinggal bersama kami.
Kemandirian masyarakat di sini yang paling kuat melatarbelakangi keputusan mereka untuk tinggal di panti wreda. Alasan lain, tetap bisa bersosialisasi dengan orang lain.
Setiap minggu kami selalu berkomunikasi melalui telepon, dan mengunjunginya setiap bulan. Rumah senior ini letaknya masih di sekitar rumah pribadi Emily. Hal ini penting baginya, karena jika tempatnya jauh, kemungkinan rasa kesepian dan asing berada di tempat baru bisa saja menghampiri. Kenalan dan teman-temannya juga tidak akan kesulitan untuk mengunjunginya sesekali ke tempat ini.
Emily juga tetap bisa melakukan hobi melukis di rumah barunya ini. Begitu juga dengan aktivitas olahraga, ia bisa berlatih sebatas kemampuannya sekarang.
Ibu mertua saya adalah satu-satunya orangtua kami yang masih ada saat ini. Kedua orangtua saya, bapak mertua dan ibu mertua lainnya (tiri) telah berpulang.
Emily adalah wanita yang penuh semangat dan tidak pernah menyerah dengan keadaan.
-------
Hennie Triana Oberst
Deutschland, 22.12.2020
"Women of The Year"
Petasan 2020, Petasan 2020 Hari 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H