Mengajari bangsa lain yang tidak akrab dengan kuliner Indonesia bisa juga membuat kita geleng-geleng kepala.
Ketika saya menetap sementara di Shanghai, ada seorang teman baik yang berasal dari negeri Tirai Bambu. Kami sama-sama pendatang di kota Shanghai. Sama seperti kita di Indonesia, kuliner tiap daerah di Cina juga berbeda-beda.
Saya bahkan terkejut ketika pertama sekali mengunjungi Tiongkok. Masakan yang saya santap sangat berbeda dari "Chinese food" yang saya kenal di Indonesia.
Teman baik saya ini sebut saja namanya, Patricia. Kebetulan kami tinggal di satu kompleks perumahan yang sebagian besar dihuni oleh keluarga Jerman, Perancis dan keluarga campuran seperti kami, ada sebagian lagi warga lokal tetapi tidak terlalu banyak.
Saking dekatnya, kami sering saling mengunjungi dan mencicipi masakan yang berbeda-beda. Patricia menyukai hampir semua masakan yang saya sajikan.
Sekali waktu dia mencoba membuat Pepes Ayam, saya membuat pepes tanpa daun pisang karena tidak punya. Olahan Pepes Ayam ini saya sederhanakan sesuai bahan yang ada, tetapi sangat cocok untuk lidah orang Jerman.
Kebetulan suami Patricia juga orang Jerman, seperti suami saya. Menurut Patricia, suaminya sangat menyukai pepes ayam tersebut, bahkan minta sering-sering disajikan di rumah mereka.
Kesempatan lain Patricia minta diajari membuat Kari. Saya pernah menyajikan Kari Sapi saat mengundangnya. Tapi mengajarkannya meracik kari yang membutuhkan bumbu yang beragam tersebut akan membuat Patricia menyerah.
Saya kenal dia sangat baik, kuliner dari daerahnya selalu sederhana bumbunya, bahkan terlalu sederhana untuk lidah orang Indonesia.
Maka saya katakan agar Patricia membeli bumbu kari kemasan jadi, produk dari Indonesia atau Singapura. Hanya perlu menambahkan sedikit bahan lainnya seperti bawang merah, bawang putih dan santan.Â
Suatu siang Patricia mengundang saya makan. Saat saya tiba dia mengatakan telah mencoba Kari, menu kami siang itu.