Nama Schnoor berasal dari dialek masyarakat di wilayah ini, dalam Bahasa Jerman adalah "Schnur" yang berarti; baris, tali.Â
Pada jaman dulu, sebagian besar wilayah ini dihuni oleh para nelayan dan pelaut. Salah satu pelabuhan pertama Bremen dan Belge, anak sungai Weser terletak di sekitar distrik ini. Sampai sekarang rumah-rumah ini masih dijadikan hunian dan sebagian adalah toko, cafe dan restoran.
Sejak berabad-abad yang lalu Kota Bremen terkenal dengan bursa perdagangan tembakau mentah. Sekitar pertengahan tahun 1800-an ada sekitar 10.000 orang dari kota ini yang aktif dalam pembuatan cerutu. Pada saat itu Bremen merupakan pusat impor tembakau mentah di Eropa Utara.
Di akhir tahun 1950-an karena konflik Irian Barat pusat perdagangan tembakau Indonesia dari Belanda dipindahkan ke Bremen. Tepatnya pada tahun 1959 ditandatangani perjanjian antara pemerintah Indonesia di bawah naungan Kementerian Perdagangan dengan Bremen.
Tembakau yang berasal dari Jawa dan Sumatera (kita pasti pernah mendengar mengenai "Tembakau Deli") yang dilelang di bursa tembakau di kota Bremen.
Kualitas yang baik menjadikan tembakau Indonesia menjadi produk yang diminati oleh penikmat cerutu. Indonesia adalah pemasok tunggal tembakau pembungkus cerutu terbesar di dunia.
Pada tahun 1961 didirikan gedung dengan bentuk atapnya yang unik, khusus untuk lelang tembakau di kota Bremen. Di sinilah pedagang dan produsen datang dari seluruh dunia untuk menawar tembakau Indonesia.
Dulunya hingga 400 orang yang mengikuti pelelangan di sini dengan jumlah 60.000 bal** tembakau. Saat ini jumlahnya hanya beberapa orang saja dan hanya sekitar  1.500 bal tembakau Sumatera dengan kualitas tinggi.Â
Sejak tahun 2013 gedung "Tabak Brse" (Bursa Tembakau) menjadi salah satu gedung cagar budaya yang dilestarikan.Â