Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Lupa Bahasa Ibu, Mungkinkah Terjadi?

10 Desember 2019   04:34 Diperbarui: 10 Desember 2019   12:14 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ucapan "terima kasih" dalam berbagai bahasa| Sumber:Shutterstock

Ada seorang teman baik saya, sebut saja Eva, yang sejak usianya 5 tahun telah meninggalkan negara kelahirannya dan pindah ke negara lain yang sangat beda kultur dan bahasanya. 

Mereka pindah karena pekerjaan ayahnya, sementara ibunya telah tiada. Dia katakan bahwa dia masih mengerti bahasa ibunya, bahasa asal negaranya walaupun telah puluhan tahun tidak kembali ke negara asalnya. 

Suatu hari, secara tidak sengaja saya bertemu orang Indonesia ketika sedang berbelanja di satu toko di sini. Perkenalan ini berlanjut hingga kami menjadi teman. 

Ia mengatakan bahwa dia memiliki kenalan yang asalnya juga dari Indonesia, tetapi sudah lebih dari 30 tahun meninggalkan Indonesia, sehingga ia tidak bisa lagi berbahasa Indonesia.

"Umur berapa dia?", tanya saya penasaran.

Menurut teman saya, ibu itu berusia di atas 60 tahun.

Lalu terlintas dalam pikiran sendiri, apa mungkin orang yang telah dewasa meninggalkan negerinya dan puluhan tahun kemudian bisa lupa bahasa ibu?

Bahasa ibu, dalam bahasa latin disebut "Lingua materna"; yaitu bahasa pertama yang didengar, dimengerti dan digunakan oleh seorang anak sehari-hari dari lingkungan terdekatnya tanpa perlu mempelajarinya.

Memang jika kita mempelajari bahasa baru (menurut pengalaman pribadi) akan sedikit berpengaruh terhadap bahasa yang biasanya lancar kita gunakan. 

Saat saya mulai belajar bahasa Jerman, tanpa disadari kemampuan bahasa Inggris saya melemah. Sering saya lupa kata-kata yang biasa digunakan sebelumnya. Lebih kacau lagi ketika saya mempelajari bahasa Mandarin. 

Tapi pengaruh ini hanya terlihat jelas terhadap bahasa kedua, ketiga, tidak berlaku terhadap bahasa ibu.

Saya belum lama meninggalkan tanah air, belum mencapai 20 tahun, jadi tidak bisa mengambil kesimpulan apa-apa kecuali membandingkan dengan pengalaman orang-orang terdekat dan orang yang saya kenal baik. 

Kakak kandung saya sudah cukup lama meninggalkan tanah air, lebih dari separuh usianya dilewatkan di negara tempat ia menetap sekarang. Tetapi dia tetap berbicara bahasa Indonesia seperti biasa. Hanya, pastinya, dia ketinggalan dengan istilah baru, bahasa gaul yang lagi tren saat ini.

Para ilmuwan dari Universitas McGill di Montreal meneliti 48 anak usia 9 sampai 17 tahun, yang dari kecil mengenal bahasa Cina dan Perancis. 

Sebagian dari mereka di usia 3 tahun diadopsi oleh keluarga yang berbahasa Perancis, sehingga anak-anak itu tidak lagi menggunakan bahasa Cina sama sekali. 

Sebagian lagi adalah anak-anak yang tetap di keluarga asal mereka dan tumbuh dengan menggunakan dua bahasa. Para ahli ingin mengetahui bagaimana reaksi di otak anak-anak itu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa otak anak-anak tersebut merespon bahasa pertama yang mereka kenal, walaupun bahasa tersebut tidak digunakan lagi. 

Kembali ke Eva, teman saya tadi, dia selalu berkomunikasi dengan ayahnya di rumah dengan bahasa negara mereka. Tetapi sejak ia remaja mereka berkomunikasi dengan bahasa Inggris, bahasa negara di mana mereka menetap sekarang.

Apakah seseorang pada usia dewasa meninggalkan negaranya bisa lupa dengan bahasa ibunya sendiri? Seperti contohnya satu wanita Indonesia itu.

Kemungkinan itu bisa saja terjadi jika seseorang mengalami trauma.

Mungkin saja wanita Indonesia tadi saat meninggalkan Indonesia dan pindah ke Jerman tidak ada kontak sama sekali dengan orang dan bahasa Indonesia. Kita tidak tahu situasi dia ketika pindah dulu. Hanya dirinya sendiri yang tahu alasannya.

Catatan;

trauma (KBBI); n 1 keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani; 2 luka berat;

-------

Hennie Triana Oberst

Germany, 9 Desember 2019

Referensi; welt.de

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun