Sayang...
Aku mencintaimu sebagaimana adanya dirimu.
Itu tak berubah walau setiap hari aku menemukan cotton buds bekas mengorek kupingmu ada di mana-mana disusul omelanku, "Kenapa sih tidak bisa langsung buang ke tempat sampah?"Â Kau hanya tertawa geli.
Aku mencintai dirimu apa adanya.
Itu akan selalu aku punya untukmu meski perutmu tak kunjung mengempis.
Aku mencintai dirimu lebih dari yang kau tahu.
Telah bertahun aku membuktikan itu. Bukankah setiap malam kau mendengkur dan menyembur?
Sampai detik ini, aku tidak berhasil menemukan kunci nada apa itu.
Namun, tak apa. Aku sudah berdamai dengan bunyinya, tapi belum dengan semburannya. Aromanya itu, Sayang. Sungguh, lebih dari yang kau tahu.
Tak mungkin memakai masker. Tak ada karhutla di sini. Lagi pula, ini rumah tangga, bukan rumah sakit.
Kerap kau bertanya, "Ma, kok Mama tidurnya ke bawah gitu?"
Bukan ke bawah, Sayang, tapi lebih rendah dari sejajar dengan kepalamu.
"Kalau tidak begitu, belakangin Papa."
Bukan membelakangi, Sayang, tapi tidak berhadapan dengan wajahmu.
Ingin kujawab begitu.
Akhirnya, pagi tadi kau pergi ke kantor tanpa mengecup keningku.
Aku menelepon sahabatku. Menceritakan ini kepadanya. Dia menyarankan aku jujur kepadamu. Aku katakan, aku tak bisa.
Sore hari kau pulang dengan wajah semringah dan memelukku dengan penuh sayang. Ada apa? Ah, sudahlah. Yang penting kau tak kesal lagi padaku.
Dan, surprise! Malam ini aku tidur sejajar denganmu dan tak membelakangimu lagi.
Namun, dari mana kau tahu?
Siang hari aku membuka WA grup angkatan kampus kita. Sebuah artikel dibagikan di situ pukul 11 siang kemarin:
"Pendengkur, Tolong Sikat Gigi Sebelum Tidur"
Ah, terima kasih, Sahabatku.
Salam. HEP.-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H