Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Kita adalah Demokrasi Berperikemanusiaan

15 Oktober 2019   04:57 Diperbarui: 22 Oktober 2019   22:29 844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar: dimasilhamsaputroblog

Sebenarnya ini bukan waktu untuk saya menulis artikel baru, tetapi waktu untuk melakukan kunjungan balasan ke akun para sahabat K'ners. Aktivitas wajib.

Akan tetapi, baru saja saya hendak memulai kunjungan, mata saya melihat tulisan berjudul Demokrasi Vs Empati Musibah Pejabat Negara milik Datuk Pebrianov yang isinya mengangkat polemik terkait nyinyiran Hanum Rais (HR), IPDL, LZ, dan FS terhadap petaka yang terjadi pada Bapak Wiranto.

Datuk Pebrianov memaparkan, bahwa beberapa orang yang mendukung nyinyiran tersebut berpendapat, bahwa atas nama demokrasi, setiap orang berhak menanggapi suatu peristiwa di ruang publik dan orang tidak bisa dipaksa untuk memberikan empati kepada orang yang menderita kemalangan.

O gitu. Baiklah. Saya menunda kunjungan balasan untuk menulis ini sebagai tanggapan saya atas pandangan orang-orang yang mendukung perilaku menyinyir petaka yang terjadi pada diri orang lain atas nama demokrasi.

Pertama, demokrasi di Indonesia adalah demokrasi yang berdasar pada UUD 1945 dan Pancasila. 

Kedua, Sila II Pancasila adalah Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kemanusiaan yang bukan saja adil, tapi juga BERADAB.

Apa itu beradab? KBBI: 1 mempunyai adab, mempunyai budi bahasa yang baik; berlaku sopan; 2 telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya.

Demokrasi kita adalah demokrasi yang mempunyai adab; demokrasi yang mempunyai budi bahasa yang baik; demokrasi yang berlaku sopan; demokrasi yang telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya.

Pada Sila II itu juga termuat penjelasan di antaranya: mengembangkan sikap tenggang rasa dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Apa itu "tenggang rasa"? Tenggang rasa adalah dapat (ikut) menghargai (menghormati) perasan orang lain (KBBI). 

Demokrasi kita adalah demokrasi yang menghargai perasaan orang lain. Demokrasi kita adalah demokrasi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Petaka yang terjadi atas diri Menkopolhukam Wiranto di satu sisi dapat dikatakan bersifat politis di mana para pelakunya disebutkan sebagai pribadi-pribadi yang telah terpapar paham radikalisme.

Akan tetapi, penusukan itu sendiri adalah peristiwa kemanusiaan! Ada peristiwa berdarah di situ. Ada orang yang jatuh tersungkur karena tikaman belati Kunai hingga dilarikan ke Rumah Sakit. Dan, Puji Tuhan, ia selamat.

Ini bukan tentang siapa dan mengapa, tetapi tentang apa yang terjadi!

Siapa pun dia, bahkan seorang gembel sekalipun yang mengalami itu, musibah itu tidak pantas untuk ditertawakan! Bahkan bila ini terjadi pada diri mereka yang nyinyir, lalu ada orang yang menyinyir petaka mereka, saya tetap bersikap sama.

Saya juga tidak bicara politik di sini walau terpaksa saya harus memilih kanal Politik karena "demokrasi". Saya bicara tentang kemanusiaan. Saya bicara tentang derita manusia yang tidak pantas untuk dilecehkan, siapa pun manusia itu!

Apalagi kejadian baru saja terjadi, belum tahu parah atau tidak sudah langsung status nyinyir. Bagaimana kalau Beliau ternyata meninggal akibat tusukan itu, sementara status-status nyinyir itu sudah terlanjur ditayangkan?

Salah satunya: "Semoga lancar kematiannya". Dan, ini disebut hak demokrasi setiap orang?

Kalau itu yang disebut demokrasi, maka itu demokrasi yang tidak berperikemanusiaan! Demokrasi yang tidak beradab! Dan, itu juga bukan demokrasi yang ber-"Ketuhanan Yang Mahaesa"!

Ketiga, Sila I Pancasila "Ketuhanan Yang Mahaesa", bahwa kita adalah bangsa ber-Tuhan.

Demokrasi kita adalah demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Mahaesa.

Saya tidak perlu mengurai apa. Setiap orang yang ber-Kitab Suci tahu apa yang diajarkan Tuhannya tentang sikap manusia terhadap penderitaan orang lain. Kita masih punya kontrol moralitas yang berdasar pada Kitab Suci, karena kita manusia ber-Tuhan.

Jangan menjadikan demokrasi kita menjadi demokrasi yang tidak berperikemanusiaan dan berketuhanan. 

Jangan biarkan hal ini menjadi bisa di negeri ini, sebab rakyat Indonesia yang berdomisili di media sosial tidak dapat Anda kontrol.

Mereka akan menuruti pola ini untuk peristiwa-peristiwa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka akan saling menyinyir musibah dari orang-orang yang mereka tidak sukai.

Tanpa teladan saja, para netizen sudah sangat memprihatinkan, apalagi bila hal seperti ini diteladankan oleh para pemimpin negara ini, bahkan didukung atas nama demokrasi.

Jangan renggut perikemanusiaan dari hati anak-anak bangsa ini atas nama demokrasi.

Janganlah kiranya politik merenggut seluruh yang baik dari bangsa ini.

Kita mungkin berbeda dalam segala hal, tetapi kita sama-sama punya hati dan masih punya hati.

Salam. HEP.-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun