Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan Revisi UU KPK Demi Infrastruktur dan Ibu Kota Baru

25 September 2019   06:39 Diperbarui: 26 September 2019   13:03 3632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas!"(Jokowi)

Walaupun Revisi Rancangan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 telah efektif menjadi UU KPK baru sejak disahkan (Selasa, 17/9/2019), tetapi aksi penolakan atas revisi tersebut terus bergolak.

Tidaklah sulit memahami kebaikan hati anggota dewan yang begitu berempati terhadap koruptor yang teleponnya disadap dan nasibnya terkatung-katung karena ketidakjelasan status hukum atas dirinya sehingga dipandang perlu ada SP3.

Para mahasiswa yang diterima oleh beberapa angggota dewan untuk didengar pendapatnya dengan jubir Manik Marganamahendar, Ketua BEM UI, sudah menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR dan menyebut DPR adalah Dewan Pengkhianat Rakyat! (Senin, 24/9/2019).

Lalu, bagaimana dengan Jokowi? Rakyat yang tadinya menaruh harapan besar bahwa Jokowi tidak akan menyetujui revisi itu menjadi terkejut, sebab Jokowi ternyata membubuhkan tanda tangan persetujuannya meski dengan beberapa catatan.

Segala penjelasan tentang alasan Jokowi menyetujui revisi dikemukakan oleh Jokowi sendiri dan banyak pihak, tetapi orang seolah belum dapat diyakinkan untuk mengerti keputusannya. Jokowi bahkan telah menyatakan, bahwa ia tidak akan mengeluarkan Perppu KPK. 

Ada apa dengan Jokowi? Apakah yang membuat Jokowi begitu berkukuh?

***

1. Moeldoko - UU KPK Lama dan Investasi

Terdengarlah pernyataan Jenderal (Purn) Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan, dalam siaran persnya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta (Senin, 23/9/2019):

"Lembaga KPK bisa menghambat upaya investasi. Ini yang tidak dipahami masyarakat."

Menjawab pertanyaan wartawan tentang kemungkinan Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terhadap UU KPK versi revisi itu, Moeldoko meyakini Jokowi tak akan keluarkan Perppu. Hmm. 

Pernyataan Moeldoko itu menuai reaksi dari pihak KPK sehingga Moeldoko pun memberikan penjelasan atas pernyataannya itu:

"Maksud saya bukan soal KPK-nya yang menghambat investasi, tetapi KPK yang bekerja berdasarkan undang-undang yang lama masih terdapat celah kurangnya kepastian hukum, dan ini berpotensi menghambat investasi."

Saya sisihkan kalimat keterangan penjelasan: "masih terdapat celah kurangnya kepastian hukum" sehingga tinggal kalimat utama ini: "undang-undang yang lama ... berpotensi menghambat investasi." Itu intinya, yakni UU yang lama berpotensi menghambat investasi oleh karena itu harus direvisi.

Dan, "Ini yang tidak dipahami masyarakat". Artinya: yang tidak dipahami masyarakat, itulah yang tidak diketahui oleh masyarakat. Sebenarnya, dari pernyataan Moeldoko itu saja sudah ada jawaban pertanyaan mengapa Jokowi pagan hati untuk mengganti UU KPK lama itu.

Saya menduga kuat, pernyataan Moeldoko yang pertama soal "investasi" sebenarnya bukan kalimat yang seharusnya ia ucapkan, tetapi keluar dengan sendirinya. Spontan. 

2. Jokowi - Pembangunan Infrastruktur dan Pasar Modal

Sekarang, perhatikan pernyataan Jokowi pada pidatonya di Penutupan Perdagangan Saham Akhir Tahun 2018 di BEI Jakarta (Jumat, 28/12/2018):

"Kita harapkan tentu saja nantinya pembangunan-pembangunan infrastruktur yang 2019 akan banyak selesai seperti LRT, tol ,baik di Jawa maupun luar Jawa nanti bisa diback up atau didukung dari pasar modal. Sehingga menjadikan kecepatan pembangunan jadi lebih cepat lagi, akselerasi itu yang kita butuhkan dari pasar modal."

Saya abaikan kalimat keterangan waktu, obyek, dan tempat, yakni "yang 2019 akan banyak selesai seperti LRT, tol baik di Jawa maupun luar Jawa nanti" sehingga tinggal kalimat utama ini: "Kita harapkan tentu saja nantinya pembangunan-pembangunan infrastruktur ... bisa diback up atau didukung dari pasar modal."

Jadi, dengan memakai kata ganti "kita", Jokowi mengharapkan pembangunan-pembangunan infrastruktur bisa di-back up atau didukung oleh pasar modal, "sehingga menjadikan kecepatan pembangunan jadi lebih cepat lagi, akselerasi itu yang kita butuhkan dari pasar modal."

Pembangunan infrastruktur dan investasi, sebab Pasar Modal merupakan wadah bagi investor untuk menanamkan modalnya.

3. Jokowi - Pembangunan Infrastruktur dan Investasi (Visi Indonesia 2019-2024)

"Yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas!"

Itu pernyataan Jokowi pada saat memberikan pidato Visi Indonesia selaku Presiden Terpilih 2019-2024 di Sentul Internasional Convention Center (SICC) Bogor, Jawa Barat (Minggu, 14/7/2019), yang ketika itu disiarkan juga secara langsung oleh beberapa media televisi nasional.

Pernyataan itu adalah bagian dari Tahapan Ketiga, dari Lima Tahapan Besar yang dicanangkan oleh Jokowi sebagai visi kepemimpinannya bersama Wakil Presiden Terpilih, Ma'ruf Amin, di masa lima tahun ke depan.

Hal pemberantasan korupsi tidak menjadi prioritas Jokowi. Pada keseluruhan pidatonya saat itu, mulai dari kalimat pembuka "Assalamuallaikum wr. Wb." sampai kalimat penutup "Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", tidak ada kata "korupsi" satu pun yang diucapkan oleh Jokowi.

Jokowi sama sekali tidak menyinggung perkara pemberantasan korupsi di Indonesia sebagai bagian dari Visi Indonesia di bawah kepemimpinannya di periode kedua pemerintahannya sebagai Presiden RI. Yang ada hanya kata "pungli". Satu kata saja. Tidak lebih. Tidak kurang.

Hal pemberantasan korupsi, yang oleh rakyat Indonesia begitu dicemaskan kehilangan taringnya oleh revisi UU KPK, sama sekali tidak dianggap utama oleh Jokowi untuk pantas dijadikan Visi Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Lima tahapan besar tanpa pemikiran tentang bagaimana hal korupsi di Indonesia. Dua di antaranya adalah pembangunan infrastruktur (Tahapan I) dan investasi (Tahapan III):

"Pertama, pembangunan infrastruktur akan terus kita lanjutkan! Akan terus kita lanjutkan. Infrastruktur yang besar-besaran sudah kita bangun. Ke depan, kita akan lanjutkan dengan lebih cepat dan menyambungkan infrastruktur-infrastruktur besar tersebut ..."  

Ketiga, "Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan pekerjaan. Jangan ada yang alergi terhadap investasi. Dengan cara inilah lapangan pekerjaan akan terbuka sebesar-besarnya. Oleh sebab itu, yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas, baik perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi ada punglinya! Hati-hati, ke depan saya pastikan akan saya kejar, saya kontrol, saya cek, dan saya hajar kalau diperlukan. Tidak ada lagi hambatan-hambatan investasi karena ini adalah kunci pembuka lapangan pekerjaan."

4. Jokowi - Ibu Kota RI yang Baru dan Investasi

Ibu Kota RI yang baru akan dipindahkan ke wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur dan rencananya mulai dibangun pada akhir 2020 dan diharapkan selesai pada akhir 2024.

Pada Konferensi Pers di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 26/8/2019), Jokowi memberikan pernyataan tentang pendanaan pembangunan Ibu Kota baru:

"Total kebutuhan untuk ibu kota baru kurang lebih Rp 466 Triliun, ... nantinya 19% dari kebutuhan pendanaan itu akan berasal dari APBN, ... sisanya berasal dari kerja sama pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU dan investasi langsung swasta dan BUMN."

Jadi, pendanaan pembangunan Ibu Kota baru adalah 81% berasal dari luar APBN, antara lain dari "investasi langsung swasta dan BUMN".

5. Jokowi - Kecewa Investor Enggan Masuk ke Indonesia

Di berbagai kesempatan Jokowi memang selalu mengeluhkan investasi Indonesia yang stagnan. Termasuk dalam Rapat Terbatas di Kantor Presiden (Rabu, 4/9/2019), Jokowi mengungkapkan kekecewaannya perihal investor dari China enggan masuk ke Indonesia, tetapi ke negeri tetangga.

"Ada 33 perusahaan di Tiongkok keluar, 23 memilih di Vietnam, 10 lainnya pergi ke Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita."

***

Jadi:

  1. UU KPK lama berpotensi menghambat investasi.
  2. Visi Indonesia 2019-2024 antara lain adalah pembangunan infrastruktur dan investasi.
  3. Pembangunan infrastruktur butuh di-back up atau didukung oleh investasi.
  4. Pembangunan Ibu Kota RI yang baru sumber dananya lebih besar dari investasi.
  5. Jokowi ingin tidak ada hambatan untuk investor masuk ke Indonesia

Saya rabun memandang bagaimana kaitan UU KPK lama dan implikasinya terhadap penghambatan investasi yang diperlukan oleh Jokowi untuk "infrastruktur dan Ibu Kota RI yang baru". 

Akan tetapi, bila Moeldoko mengeluarkan pernyaatan itu sebagai pernyataan resmi Staf Kepresidenan, maka itu berarti saya termasuk masyarakat yang disebut Moeldoko "tidak paham", bukan Jokowi yang tidak paham.

Bagaimanapun, kesimpulan harus diambil di sini. Dengan berpijak pada pernyataan Moeldoko dan terhubung dengan pernyataan-pernyataan Jokowi sendiri, maka Jokowi berkukuh pada revisi UU KPK untuk investasi demi pembangunan infrastruktur dan Ibu Kota RI yang baru sebab keduanya membutuhkan pendanaan yang besar dan bisa juga demi ambisi.

Sambil tidak melupakan, bahwa kesempurnaan itu milik Allah.

Salam. HEP.-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun