Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada yang Sama dari Kisah Kematian Manusia

13 September 2019   22:26 Diperbarui: 14 September 2019   14:56 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"There is no happiness without tears, no life without death. Beware! I'm going to make you cry." (Lucian) 

Dua puluh dua tahun dalam dunia pelayanan rohani memberi saya banyak bertemu dan bertatap langsung dengan kematian manusia.

Berada bersama keluarga di detik-detik akhir hidup seseorang, di ambulans jenazah, di rumah duka, dan di Tempat Pemakaman Umum hingga menguburkan mereka yang telah selesai dengan dunia ini, semua itu sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidup saya.

Dari semuanya itu, saya menemukan setidaknya ada tiga hal yang sering sama terjadi pada saat kematian manusia, yakni:

1. Momen Menangis

Tentulah kematian umumnya menimbulkan tangisan. Akan tetapi, ada momen-momen tertentu dimana orang yang tadinya tidak terlihat menangis menjadi menangis dan yang sedang menangis bisa menjadi histeris.

Bahkan, laki-laki yang cenderung terlihat tidak seemosional perempuan dan malah air matanya bisa tidak terlihat sama sekali akan menjadi terlihat menangis di salah satu momen di antara momen-momen yang menurut saya memiliki sensasi kesedihan yang tinggi dari suatu peristiwa kematian selain detik kematian itu sendiri.

- Saat ambulans jenazah memasuki area lingkungan rumah.

Bunyi sirene pertanda kematian mengiringi perjalanan jenazah dari Rumah Sakit bersama beberapa keluarganya menuju ke kediamannya. Pada saat ambulans memasuki area lingkungan rumah mendiang, di situ kerap air mata terlihat mengalir atau yang sudah terdengar menangis menjerit histeris. 

- Saat jenazah diusung memasuki rumah mendiang.

Mendiang meninggalkan rumah dalam kondisi masih hidup. Ia kembali ke rumahnya dengan tak bernyawa lagi. Tetesan air mata kerap tidak tertahankan lagi bahkan raungan pilu juga mengambil tempatnya di situ, baik dari keluarga yang ikut bersama di ambulans maupun keluarga yang menyambut jenazah di rumah.

- Saat kedatangan orang terdekat dari mendiang.

Entah anak, saudara, orangtua, maupun sahabat, teman, rekan kerja, dan sebagainya, yang diketahui dekat secara pribadi dengan mendiang, yang sebelumnya tidak ada pada saat mendiang menghembuskan nafasnya yang terakhir. 

Suasana yang tadinya sudah jauh lebih tenang tiba-tiba riuh kembali oleh suara tangisan dan jeritan pilu dengan kedatangan orang-orang tersebut.

- Saat peti jenazah akan ditutup.

Inilah momen yang paling "tidak diinginkan" oleh keluarga, khususnya oleh anak atau orangtua dari mendiang.

"Jangan ditutup....", suara itu terdengar di sela ratapan yang menyayat hati sambil memeluk tubuh orang yang sangat disayanginya yang telah membeku itu atau bertahan memegang pinggiran peti jenazah sambil mencegah orang-orang yang bertugas menutup peti itu.

- Saat jenazah mulai diturunkan ke liang lahad

Ini pun memberi rasa yang tidak kalah pilunya yang mengalirkan air mata, tatkala melihat mendiang yang tadinya ada bersama di alam kehidupan harus diturunkan ke dalam liang "lahad" [KBBI] - bukan "lahat", tempat di mana semua yang hidup (manusia) tak mungkin lagi bisa ada di situ bersamanya.

- Saat liang lahad mulai ditimbuni tanah.

Bagaimana mungkin ia kini harus ada di situ? Ditimbuni tanah. Sendirian. Tak berteman. Itulah saat paling akhir memandang keberadaannya.  Sejauh mata memandang ia tak ditemukan lagi.

2. Tiba-tiba Membaik

Selain kemiripan waktu menangis, ada pula kemiripan cerita dari orang-orang yang sudah akan pergi (meninggal), yakni kondisi kesehatannya tiba-tiba menunjukkan gejala membaik.

Ini biasanya terjadi bagi mendiang yang sebelumnya mengalami sakit beberapa waktu lamanya. Ada satu hari di mana tiba-tiba kondisinya terlihat mengalami perubahan baik dalam pandangan keluarga yang mendampinginya maupun oleh pihak medis yang menanganinya.

Misalnya: sebelumnya ia tidak lagi memberi respons apa-apa, tiba-tiba di hari itu ia membuka mata atau memberi gerakan dari anggota tubuhnya, atau bisa berbicara, bisa makan, bisa minum, dan lainnya, padahal sebelumnya ia tidak dapat melakukan semua itu atau sebelumnya kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan.

Setelah hari yang berbeda itu, ia kembali kepada kondisi yang sama seperti sebelumnya, bahkan biasanya setelah itu menjadi lebih kritis. Dan akhirnya, ia meninggal. Orang pun berkata: "dia sempat bikin senang sebelum pergi".

3. Menunggu yang Ditunggu

Hal lain yang juga mirip dan kerap terjadi adalah kematian yang seolah ditunda karena menunggu seseorang yang diyakini oleh keluarga adalah orang yang diharapkan oleh mendiang ada pada saat ia pergi selamanya. Misalnya: anaknya, cucunya, ibunya, dan lainnya.

Kepergian Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, juga meninggalkan cerita yang sama seperti dituturkan oleh menantu Beliau dalam suatu wawancara di CNN TV, bahwa Beliau seakan menunggu kedatangan cucunya yang bersekolah di Amerika.

Hal yang sama saya alami ketika papi dan mami saya meninggal. Pada saat papi saya mengalami kecelakaan dan langsung koma, kondisinya sudah sangat kritis. Sehari setelah saya tiba dari Manado, ia pun pergi untuk selamanya (2005). Demikian juga mami saya, sehari setelah saya tiba dari Jakarta, mami pun menutup mata (2014).

"Death is a challenge. It tells us not to waste time." (Leo Buscaglia)

Salam. HEP.-

Baca juga: Begini Rasanya Roh Dicabut dari Raga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun