Perhatikan, bahwa Edi berkata "aset gua", bukan "aset kita". Jelas, bagi Edi, itu bukan rumah "Edi dan AK", tapi rumah "Edi saja". Jawaban Edi itu rupanya sangat tersimpan di memori AK, yang disampaikan AK kembali dengan begitu teratur dan tanpa tersendat.
Beban utang kian berat bagi AK karena ia dibiarkan oleh Edi sendiri menanggung pelunasannya. Memang bisa saja AK membiarkan rumah itu disita oleh bank untuk pelunasan utang, tetapi sisanya bagaimana?
Pikiran AK meyakini, kalau pun rumah itu ia biarkan disita oleh bank, sisa uang pelunasan utang pasti tidak akan menjadi milik "Edi dan AK", tapi "Edi dan Dana". Lalu, Reina? Reina dapat apa?
Satu-satunya jalan untuk membayar utang dan Reina mendapatkan haknya sebagai anak kandung Edi, maka tak hanya Edi, tetapi Dana juga harus dilenyapkan. Sebab, jika Dana tetap dibiarkan hidup, "Dia pasti akan mempermasalahkan sisa uangnya itu".
Dan satu lagi, ibu Dana, yakni mantan istri Edi, yang "selalu ikut campur" itu, pasti tidak akan membiarkan uang itu menjadi milik dia dan Reina apalagi setelah Edi tiada.
Bahkan, saya yakin, ada dipikiran AK kekuatiran, bahwa kalau Dana dibiarkan hidup, maka bisa jadi dialah yang akan dibunuh oleh Dana berdasarkan isi percakapan Dana yang ditemukan oleh AK. Â
Dari semua ini saya berpendapat, bahwa kasus ini pertama-tama bukanlah soal pelunasan utang, tetapi ini persoalan uang sisa pelunasan utang.
Salam. HEP.-
Sumber: Video
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H