"Sebetulnya, setiap hari dia selalu mengingatkan saya, kapan kamu berhenti, Yang? ... Maafkan saya, ya Yah."
Ya, itu adalah pernyataan komedian Nunung pada konferensi pers terkait kasus penyalahgunaan Narkoba yang menjeratnya. Suami Nunung setiap hari sudah mengingatkan Nunung untuk berhenti mengonsumsi sabu, tetapi Nunung tidak hirau. Setelah tertangkap, barulah Nunung mengingat semua teguran itu.
Kompasianer Tjiptadinata Effendi juga pernah berbagi pengalaman pribadi Beliau perihal ketidakpedulian terhadap teguran. Hal itu ditulisnya pada artikel Kalau Kita Tidak Peduli Kata Orang, Terus Kata Siapa?
Tuhan tidak menegur kita langsung dari ketinggian-Nya. Ia menegur kitab lewat Kitab Suci, lalu lewat mulut manusia. Ketika suara-Nya yang terbaca di Kitab Suci dan teguran-Nya lewat bibir manusia tidak menghentikan kita, maka Ia pun menegur dengan bertindak.
Ada orang yang memilih berhikmat untuk mencari tahu maksud Tuhan terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan yang tiba-tiba saja terjadi di hidupnya atau dialaminya sebagaimana dilakukan oleh Nunung.
Nunung berhasil menemukan maksud Tuhan atas dirinya. Nunung berterima kasih kepada aparat, sebab dengan mata imannya Nunung memandang, bahwa itulah cara Tuhan menghentikan dia dari perbuatan salah yang dilakukannya.
Akan tetapi, tidak semua orang seperti Nunung, yang memilih berhikmat. Orang umumnya lebih kerap mengeluh atau sibuk mencari sebab atau salah pada orang lain atau pada keadaan, dan lainnya.
Itulah cara pandang horizontal dalam melihat suatu kenyataan. Hal itu saya tulis pada artikel Karena Hidup Tidak Selalu Sesuai Pesanan, bahwa ketika bertemu dengan perkara yang tidak menyenangkan, kita cenderung tidak menarik garis vertikal antara aku dan Tuhan.
Padahal, segala sesuatu tidak terjadi tanpa sepengetahuan Tuhan. Bila sesuatu terjadi, maka itu memang harus terjadi.