Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memandang dari Jendela Johari

26 Februari 2019   05:02 Diperbarui: 2 Juli 2021   12:57 4337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengenal Jendela Johari dari almarhum papi saya. Papi menggambar empat kotak berbentuk jendela dengan tulisan di setiap kotak seperti pada gambar tajuk. Namun, pada gambar papi, ada tirainya. Papi menambah gambar tirai pada setiap kotak sehingga tampak serupa jendela.

Adalah kesukaan saya duduk di samping papi memerhatikan bagaimana papi menyiapkan materi kuliah bagi para mahasiswanya. Tahu bahwa saya memerhatikan, papi mengatakan itu namanya Jendela Johari dan terus menjelaskan sambil menggambar. Kalau sudah begitu, papi "mengira" saya mahasiswanya. Padahal saya masih anak SMA ketika itu. 

Jendela Johari adalah teknik memahami hubungan manusia dan manusia atau hubungan antara diri dan orang lain. Teknik ini diciptakan pada tahun 1955 oleh dua orang psikolog Amerika, Joseph Luft (1916-2014) dan Harrington Ingham (1914-1995). Johari adalah gabungan nama mereka berdua.

Aslinya seperti ini:

gambar:wikipedia
gambar:wikipedia
Kepada saya, papi memberi pengertian tentang keempat kotak pada Jendela Johari. Di kemudian hari, barulah saya tahu, bahwa papi mengembangkan teori Jendela Johari itu lebih luas dalam penjelasannya kepada saya dan saya melengkapinya di sini.

1. Saya Tahu, Anda Tahu

dokpri
dokpri
(1) Kita sama-sama tahu matahari itu siang dan bulan itu malam. Semua orang tahu lautan itu air dan daratan itu tanah. Saya dan Anda tahu, bahwa kehidupan makhluk hidup akan berakhir dengan kematian.

Singkatnya, ada hal-hal yang diketahui bersama. Ada pengetahuan bersama. Bahwa, di dunia ini kemungkinan untuk sama-sama tahu, itu ada. Bukan hanya kita seorang diri yang tahu, orang lain pun tahu.

Baca juga: Teori Johari Window Pendekatan Mengenal Diri Sendiri dan Orang Lain

Papi memberi contoh dengan berkata, bahwa kalau saya menjadi anak pintar, saya tidak boleh memandang diri sebagai satu-satunya orang pintar di dunia ini. Sebab, kalau saya bisa pintar, berarti orang lain juga bisa pintar. Kalau saya pintar, maka orang lain pun pasti ada yang pintar.

Itu "kalau". Itu contoh yang diberikan oleh papi saya. Papi mengajar saya untuk tidak menjadi sombong dengan menganggap diri pandai seolah orang lain tidak ada yang pandai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun