Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Panggil Saya BTP Bukan Ahok"

18 Januari 2019   19:16 Diperbarui: 30 Januari 2019   13:51 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kalimat lengkapnya, "Saya keluar dari sini dgn harapan panggil saya BTP bukan Ahok".

Demikian salah satu kalimat Basuki Tjahaja Purnama (BTP) dalam surat bertulis tangan dan bertanda tangan BTP tertanggal Depok, 17-1-2019. Surat yang ditulis dari Mako Brimob Depok ini diunggah oleh @timbtp ke akun Instagram resmi Basuki T Purnama @basukibtp pada Kamis, 17 Januari 2019.

Surat itu ditujukan kepada "Saudara-saudara AHOKERS" di mana pun berada. Surat dua halaman itu terdiri dari enam paragraf. Paragraf 1-3 pada halaman pertama dan paragraf 4-6 pada halaman kedua.

Halaman Pertama

dokpri_sumber:IG@basukibtp
dokpri_sumber:IG@basukibtp

1. Ucapan Terima kasih

"Terima kasih atas doa serta dukungannya selama ini untuk saya. Tidak pernah dalam pengalaman hidup saya, bisa menerima begitu banyak pemberian dari makanan, buah2an, pakaian, buku-buku dan lain-lain dari saudara-saudara. Saya merasa begitu dikasihi dan kasih yang saudara2 berikan kepada saya lebih baik daripada emas dan perak maupun dibandingkan kekayaan yang besar."

BTP mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungan yang selama ini ia terima. Kalimat kunci di situ adalah "Saya merasa begitu dikasihi".

Salah satu kekuatan besar yang menopang hati manusia sehingga dapat tetap tegak berdiri menjalani kenyataan hidup yang tidak menyenangkan adalah KASIH. Oleh sebab itu, BTP menulis, "kasih yang saudara2 berikan kepada saya lebih baik daripada emas dan perak maupun dibandingkan kekayaan yang besar."

Everyone needs love. Dalam kondisi terpuruk, manusia membutuhkan cinta yang tulus. Apa yang dialami oleh BTP membutuhkan dua kekuatan kasih yang besar sehingga ia dapat kuat menjalaninya, yakni kasih Allah dan kasih sesamanya manusia. 

Kedua hal itu juga yang dibutuhkan oleh banyak manusia yang mengalami keterpurukan oleh rupa-rupa kejatuhan, kepahitan, kepiluan, dan penderitaan karena berbagai fakta hidup yang tidak bisa dihindari tetapi harus dijalani.

Akan tetapi, manusia acap menjauhi bahkan meninggalkan. Di tengah fakta itu, sebuah kalimat bijak berkata, "Let it all go. See what stays" 'Biarkan semua pergi. Lihat apa yang tetap'.

Sesungguhnya, Allah itu baik. Ketiga Ia menghajar, Ia tidak membiarkan begitu saja. Selalu ada orang-orang yang diutus-Nya untuk tetap ada. Mereka yang tidak menjauhi apalagi meninggalkan, merekalah yang tulus mengasihi.

2. Saran Tidak Melakukan Penyambutan.

"Saya mendengar ada yang mau menyambut hari kebebasan saya dimako Brimob, bahkan ada yang mau menginap di depan Mako Brimob. Saya bebas tanggal 24 Januari 2019, adalah hari Kamis, hari orang2 bekerja, jalanan didepan mako Brimob dan di depan lapas Cipinang adalah satu-satunya jalan utama bagi saudara-saudara kita yang mau mencari nafkah. Saya sarankan demi untuk kebaikan dan ketertiban umum bersama, dan untuk menolong saya, sebaiknya saudara2 tidak melakukan penyambutan apalagi menginap."

Ada pemberitahuan resmi di situ dari BTP sendiri, yakni "Saya bebas tanggal 24 Januari 2019". Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahaesa, setelah melalui masa hukuman selama dua tahun dengan remisi 3,5 bulan, BTP boleh bersiap diri untuk menerima kebebasannya!

Akan tetapi, BTP berharap agar Ahokers tidak melakukan penyambutan apalagi menginap di Mako Brimob "demi untuk kebaikan dan ketertiban umum bersama, dan untuk menolong saya".

Untuk "kebaikan dan ketertiban umum bersama" adalah jelas, yakni, sebagaimana diingatkan oleh BTP, bahwa hari pembebasannya adalah hari Kamis di mana itu adalah hari kerja dan jalanan di depan Mako Brimob dan Lapas Cipinang adalah satu-satunya jalan utama.

Berkumpulnya massa di titik itu akan menimbulkan kemacetan dan bila terpaksa harus dilakukan rekayasa lalu lintas terhadap kondisi itu, maka BTP rupanya memandang itu akan menyusahkan banyak orang yang mencari nafkah melalui jalur itu dan merepotkan pihak kepolisian yang harus turun ke jalan demi keamanan dan kelancaran lalu lintas.

Bagi saya, itu standar. Ada yang lebih menarik dari dua hal itu, yakni BTP menambahkan anak kalimat sebagai tambahan alasan, yakni "dan untuk menolong saya". Apa maksud "untuk menolong saya"?

Saya tidak ingin berspekulasi mengurai pikiran terhadap maksud kalimat BTP itu. Ini bisa jadi catatan para jurnalis untuk menanyakan langsung kepada Beliau setelah bebas nanti. Apa maksud bahwa saran itu juga adalah untuk menolongnya? Hanya BTP sendiri yang berhak menjelaskan itu sehingga tidak melenceng dari yang dimaksudkannya.

3. BTP, Ahok yang Baru.

"Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, Allah Pencipta langit dan bumi, bahwa saya diijinkan untuk ditahan di mako Brimob. Saya bersyukur diijinkan tidak terpilih di Pilkada DKI 2017. Jika saya terpilih lagi di Pilkada tsb, saya hanyalah seorang laki-laki yang menguasai Balai Kota saja, tetapi saya disini belajar menguasai diri seumur hidup saya. Kuasai Balai Kota hanya untuk 5 tahun lagi. Saya jika ditanya jika waktu bisa diputar kembali, mau pilih yang mana? Saya akan katakan saya memilih ditahan di mako utk belajar 2 tahun (lib[?]ran remisi 3,5 bulan), untuk bisa menguasai diri seumur hidupku. Jika terpilih lagi, aku akan semakin arogan dan kasar dan semakin menyakiti hati banyak orang. Pada kesempatan ini saya juga mau sampaikan kepada Ahokers, para PNS DKI, para pembenciku sekalipun, aku mau sampaikan mohon maaf atas segala tutur kata, sikap, perbuatan yang sengaja maupun tidak sengaja menyakiti hati dan perasaan saudara dan anggota keluarganya. Saya mohon maaf dan saya keluar dari sini dgn harapan panggil saya BTP bukan Ahok."

Saya menemukan tiga catatan penting pada paragraf ini.

(1) Mengerti Maksud Allah.

Tidak ada yang lebih penting kecuali mengerti! Mengerti apa maksud Allah sehingga Ia mengijinkan sesuatu terjadi. Pada perkara yang paling buruk sekalipun, ada maksud kebaikan Allah di situ, yakni menuntun manusia kepada hidup yang berkenan atau makin berkenan kepada-Nya. Tanpa mengerti, maka apa yang terjadi itu berlalu begitu saja tanpa perubahan hidup!

Sayangnya, tidak sedikit orang tidak mau tahu apa maksud Allah terhadap peristiwa yang terjadi di hidupnya. Ia terus mencari sebab pada orang lain dan pada keadaan atau situasi atau apa pun di luar dirinya sendiri.

Oleh sebab itu, tidak heran, walaupun apa yang dialami bukanlah hal sederhana atau kecil, tetapi karena ia tidak mengerti maksud Allah bagi dirinya secara pribadi, maka apa yang dialami tidak kunjung membuatnya hijrah!

Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahesa, dalam perenungan sepanjang berada di balik jeruji, BTP telah menemukan maksud Allah bagi dirinya secara pribadi, bahwa apa yang terjadi itu adalah untuk menjadikannya manusia baru!

BTP telah menemukan mutiara yang indah dan tak ternilai harganya di dalam kerang penjara.

Demikianlah, bahwa tidak ada peristiwa apa pun yang terjadi di bawah kolong langit ini di luar pengetahuan Allah, Sang Pencipta. Selalu ada pesan Allah yang harus dicari tahu dan dimengerti oleh ciptaan-Nya yang berakal budi.

(2) Manusia Baru.

Oleh sebab itu, BTP bersyukur, bahwa ia tidak terpilih lagi di Pilkada DKI 2017 lalu. BTP bersyukur, bahwa ia boleh menjalani proses didikan Allah melalui hukuman yang diberikan kepadanya selama dua tahun yang sudah dilaluinya.

BTP memandang hukuman itu dengan kaca mata iman kepada Allah, bawah itulah cara Allah mendidik dia untuk "belajar menguasai diri"-nya sendiri.

BTP sadar, bahwa bila saja ia tidak dididik dengan keras oleh Allah lewat apa yang sudah terjadi, maka "arogan dan kasar" yang dimilikinya "semakin menyakiti hati banyak orang". Ia bisa menang menguasai Balai Kota, tetapi ia kalah menguasai dirinya sendiri.

BTP tidak melihat manusia semata pada apa yang dialaminya, melainkan melihat kasih Allah yang mau mengubahnya menjadi pribadi yang berkenan kepada-Nya. Oleh apa yang terjadi, BTP telah belajar menjadi manusia baru.

Penegasan untuk tidak lagi dipanggil "Ahok" menjadi penanda akan komitmen hidup baru BTP. Ia bukan yang dulu lagi. Ia telah menjadi pribadi yang dibaharui oleh Allah, yakni pribadi yang mau meninggalkan manusia lama menjadi manusia yang baru.

Maka, "saya keluar dari sini dgn harapan panggil saya BTP bukan Ahok". Dengan demikian, kita pun jangan lagi memanggil "Ahok". Kita akan menyapanya dengan nama Basuki Tjahaja Purnama atau BTP.

(3) Permohonan Maaf

BTP menyampaikan permohonan maaf atas segala "tutur kata, sikap, dan perbuatan" yang telah menyakiti hati orang banyak, khususnya kepada Ahokers, para PNS DKI, dan para pembencinya. BTP melengkapi hukuman yang sudah dijalaninya dengan permohonan maaf.

Tentang hal ini, bila seseorang telah meminta maaf bahkan menjalani hukuman atas perbuatannya, tetapi ia masih saja dibenci, maka kebencian itu akan kembali kepada si pembenci.

Bagi Anda yang setelah BTP bebas dari penjara, tetapi masih saja mengeluarkan kata-kata hujatan dan menunjukkan sikap, perilaku, dan perbuatan kebencian, maka masalah bukan lagi pada diri BTP, melainkan masalah itu ada pada diri Anda!

Halaman Kedua

dokpri_sumber:IG@basukibtp
dokpri_sumber:IG@basukibtp
4. Imbauan untuk Tidak Golput

"Pemilu dan Pilpres 2019 akan dilangsungkan tgl 17 April 2019. Saya menghimbau seluruh Ahokers jangan ada yang Golput, kita perlu menegakkan 4 pilar bernegara kita, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI dgn cara memiliki partai politik yang mau menegakkan 4 pilar diatas di seluruh Indonesia. Kita harus mendukung agar di DPRD-DPRD dan DPR RI maupun DPD RI memiliki jumlah kursi yang mencapai di atas 30% untuk partai yang teruji dan berkomitmen pada Pancasila."

BTP mengimbau agar "jangan ada yang Golput". Partai yang pantas untuk dipilih adalah partai yang "teruji dan berkomitmen pada Pancasila" atau partai politik yang mau menegakan "Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI".

5. Mengutip Pidato Presiden Soekarno

dokpri_sumber:IG@basukibtp
dokpri_sumber:IG@basukibtp

"Saya ingin mengutip Pidato Presiden Soekarno yang saya kutip dari Buku Revolusi Belum Selesai, kumpulan pidato Presiden Soekarno 30 September 1965. Pelengkap Nawaksara (10 Januari 1967). Penyunting: Budi Setiyono dan Bonnie Triyana, terbitan Serambi (www.serambi.co.id). Apa yang Presiden Soekarno sampaikan, aku harap juga diterima menjadi pikiran dan harapan aku kepada seluruh Ahokers dimanapun domisili saudara: "Saudara-saudara. Pancasila adalah jiwa kita, bukan hanya jiwaku. Tetapi ialah jiwa Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dan selama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berjiwa Pancasila, insyah Allah Swt, engkau akan akan tetap kuat, tetap kuat dan sentosa. Tetap kuat dan sentosa. Tetap kuat dan sentosa menjadi tanduk daripada banteng Indonesia, yang telah kita dirikan pada tanggal 17 Agustus 1945. .. ... ., engkau adalah penegak daripada Pancasila. Dan setialah kepada Pancasila itu, pegang teguh kepada Pancasila, bela Pancasila itu. Sebagaimana akupun berpegang teguh kepada Pancasila, membela Pancasila, bahkan sebagaimana kukatakan lagi tadi Saudara-saudara, laksana panggilan yang aku dapat daripada atasan untuk memegang teguh kepada Pancasila ini."

BTP mengutip pidato Presiden Soekarno yang disebutnya menjadi pikiran dan harapannya pula, yakni hal Pancasila. Pengulangan pada kata "Pancasila" ini tampaknya menjadi sorotan BTP untuk mendapat perhatian dari pembaca suratnya ini:

"Pancasila adalah jiwa kita", "engkau adalah penegak daripada Pancasila", "setialah kepada Pancasila itu", "pegang teguh kepada Pancasila", "bela Pancasila itu", "berpegang teguh kepada Pancasila", "membela Pancasila", "memegang teguh kepada Pancasila". 

Dan juga, bahwa bila TNI (dulu: ABRI) berjiwa Pancasila, maka kekuatan rakyat dan TNI yang berjiwa Pancasila ini akan membuat kita "tetap kuat dan sentosa".

Pada dua paragraf terakhir sebelum penutup, hal Pancasila menjadi pesan yang tersurat sekaligus tersirat untuk dipahami oleh para pembaca, khususnya Ahokers sebagai alamat surat ini. Hal itu makin jelas pada kalimat penutup suratnya: "Ingatlah sejarah dan tujuan para proklamator dirikan negeri ini." 

6. Penutup

"Majulah demi kebenaran, perikemanusiaan dan keadilan. Ingatlah sejarah dan tujuan para proklamator dirikan negeri ini. MERDEKA!"

Saya kira, saya bisa membaca makna tersirat dari penekanan akan "Pancasila" pada surat BTP ini terkait Pilpres 2019.

Demikian keseluruhan isi surat BTP yang ditutup dengan "Salam dari Mako Brimob".

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun