BTP memandang hukuman itu dengan kaca mata iman kepada Allah, bawah itulah cara Allah mendidik dia untuk "belajar menguasai diri"-nya sendiri.
BTP sadar, bahwa bila saja ia tidak dididik dengan keras oleh Allah lewat apa yang sudah terjadi, maka "arogan dan kasar"Â yang dimilikinya "semakin menyakiti hati banyak orang". Ia bisa menang menguasai Balai Kota, tetapi ia kalah menguasai dirinya sendiri.
BTP tidak melihat manusia semata pada apa yang dialaminya, melainkan melihat kasih Allah yang mau mengubahnya menjadi pribadi yang berkenan kepada-Nya. Oleh apa yang terjadi, BTP telah belajar menjadi manusia baru.
Penegasan untuk tidak lagi dipanggil "Ahok" menjadi penanda akan komitmen hidup baru BTP. Ia bukan yang dulu lagi. Ia telah menjadi pribadi yang dibaharui oleh Allah, yakni pribadi yang mau meninggalkan manusia lama menjadi manusia yang baru.
Maka, "saya keluar dari sini dgn harapan panggil saya BTP bukan Ahok". Dengan demikian, kita pun jangan lagi memanggil "Ahok". Kita akan menyapanya dengan nama Basuki Tjahaja Purnama atau BTP.
(3) Permohonan Maaf
BTP menyampaikan permohonan maaf atas segala "tutur kata, sikap, dan perbuatan" yang telah menyakiti hati orang banyak, khususnya kepada Ahokers, para PNS DKI, dan para pembencinya. BTP melengkapi hukuman yang sudah dijalaninya dengan permohonan maaf.
Tentang hal ini, bila seseorang telah meminta maaf bahkan menjalani hukuman atas perbuatannya, tetapi ia masih saja dibenci, maka kebencian itu akan kembali kepada si pembenci.
Bagi Anda yang setelah BTP bebas dari penjara, tetapi masih saja mengeluarkan kata-kata hujatan dan menunjukkan sikap, perilaku, dan perbuatan kebencian, maka masalah bukan lagi pada diri BTP, melainkan masalah itu ada pada diri Anda!
Halaman Kedua
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!