Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

3 Peluru Setan

19 Oktober 2018   08:01 Diperbarui: 29 Januari 2019   02:34 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rambut tersemat emas, kaki berkilau berlian, tapi  tak cukup. Mulut pun ingin disumpal dengan uang. Rakus. Bahkan jika rakyat jadi uang, jenazah rakyat pun dihabisi!

Uang membuat manusia bersyukur, tapi uang juga membuat manusia tidak tahu bersyukur. Peluru setan ini sanggup membuat manusia tidak takut lagi akan Tuhan.

Sampai akhirnya memikul uang ke ujung dunia, ingin sembuh. Pulang terpikul dalam keranda. Tak dapat dihidupkan dengan uang.

2. Wanita 

"Ada kala pria tak berdaya. Tekuk lutut di sudut kerling wanita." [penggalan syair lagu "Sabda Alam", ciptaan Ebed Kadarusman]

Menjelajah pesona gemerlap malam. Mengembara dari bilik temaram ke ruang ber-angka. Mengecap kenikmatan ragawi. Lupa atau mungkin di situ tak ada Tuhan. Tak penting.

Tak bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan, yakni perempuan tabah yang tak berhenti sabar menanti pulangnya. Tak cukup indah, tak cukup luar biasa. Gaji tak utuh. Bonus tak sampai. Terbuang di jalan rute resto, shopping, hotel, dan tips.

Gawai ber-gembok sidik jari. Berlapis kata sandi berganti. Silent adalah aman. Wanita tampil nama Pria. Tidur dikeloni. Mandi ditemani. Duduk disakukan. Gawai lain di rumah, lain pula di kantor.

Alkisah, seorang Bapak tiba-tiba mengalami kebutaan pada matanya. Dalam tidurnya ia bertemu seorang lelaki tua. Ia bertanya, "Sudah berapa lama engkau tidak dapat melihat lagi?". "3 tahun", jawabnya. Lelaki tua itu diam sejenak, lalu berkata: "Hmm ... masih 12 tahun lagi".

"15 tahun perempuan yang diberikan Tuhan kepadamu terus menangis tanpa kau tahu tapi kau tak peduli akan derita hatinya. 15 tahun engkau menikmati duniamu dan wanitamu. 15 tahun air mata itu tak kunjung kau keringkan. Tapi ia tetap tabah".

"Air mata itulah yang menutup matamu. Kau harus sabar menunggu 12 tahun lagi untuk melihat, seperti ia sabar menantimu hingga kau pulang dengan sakitmu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun