Janji mensyaratkan adanya kesanggupan terlebih dahulu. Dengan demikian, tidak ada alasan janji tidak terwujud karena tidak mampu atau tidak sanggup atau tidak cakap atau tidak dapat. Sebab pada janji itu sendiri sudah ada kesanggupan.
'Kesanggupan' di sini adalah kesanggupan dari si pengucap janji, bukan kesanggupan orang lain. Dengan demikian, ketika seseorang berkata: "Saya berjanji", maka itu berarti: "Saya sanggup". Ia berani berkata: "Saya berjanji" karena ia tahu bahwa kesanggupan itu ada padanya. Kesanggupan pribadi.
Jika merupakan kesanggupan kelompok, maka subjek yang dipakai adalah 'kami': "Kami berjanji". Itu berarti kesanggupan bukan hanya ada pada diri sendiri atau bukan hanya ada pada 'Saya', tapi ada pada 'Kami'. Kesanggupan kolektif.
Jadi, seseorang tidak dapat berkata "Saya berjanji"Â bila ia sendiri belum memiliki kesanggupan untuk itu. Sebab, janji adalah kesediaan dan kesanggupan.
Kesediaan dan Kesanggupan
'Kesediaan' DAN 'kesanggupan' adalah dua hal yang harus ada bersama-sama dalam janji.Â
Tidak bisa hanya 'kesediaan'. Juga, tidak bisa hanya 'kesanggupan'. Tidak bisa kesediaan tanpa kesanggupan. Tidak bisa pula kesanggupan tanpa kesediaan. Kedua-duanya harus ada bersama-sama.Â
Bila kedua unsur kesediaan (mau) dan kesanggupan tidak ada secara bersama-sama, maka janganlah mengucapkan janji. Karena dengan begitu, Anda menjanjikan apa yang Anda sendiri tidak dapat pastikan.
Kepastian yang dapat dipastikan oleh manusia pada sebuah janji adalah memiliki kesediaan (mau) dan kesanggupan secara bersamaan.
Yang menarik dalam suatu 'janji' adalah, hal kesanggupan bisa dilihat, tetapi hal kesediaan hati apakah sungguh-sungguh atau tidak, itu tidak bisa dilihat oleh mata pada saat janji itu diucapkan. Karena itu ada di dalam hati si pengucap janji. Hanya ia dan Tuhan saja yang tahu.
Tinggal dilihat saja. Bila janji tak kunjung terbukti, padahal ada kesanggupan untuk melakukan itu, maka itu berarti, ketika mengucapkan janji itu, ia tidak punya 'mau' di situ, hanya sekadar 'ingin'. Ia tidak bersungguh-sungguh hati dengan ucapan janjinya. Akhirnya, janji hanyalah sebatas kata-kata.
Libatkan Tuhan
Sebuah hikmat tertulis: "Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana".