Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengampuni "Pembunuh" Ayah Saya | 1

25 Juli 2018   12:44 Diperbarui: 29 Januari 2019   16:34 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokpri_alwaysinmyheart

Sebagai yang memiliki keluarga besar Muslim, seakan hendak berkata, janganlah pisahkan kami di sini. Bila kelak kami terpisahkan karena perbedaan agama, maka di sinilah, di dunia inilah kami masih bisa bersama ikut bersukacita mensyukuri kebesaran Allah Yang Esa.

Papi sangat menghormati keyakinan kaum keluarganya. Jika tidak begitu, tidak mungkin ia dipilih menjadi ketua suatu masyarakat adat yang mayoritas adalah Muslim. 

Ia bahkan menegur dengan keras keponakannya atau siapa pun kaum keluarga Muslim yang main ke rumah tetapi tidak sholat, tidak Jumatan atau tidak berpuasa pada masa berpuasa. Lebih keras lagi terhadap keluarga kami yang Mualaf tetapi tidak bersungguh-sungguh dalam keyakinannya yang baru.

Saya tidak lupa salah satu kalimat papi ketika menegur mereka karena tidak menjalankan ibadah mereka, "Jangan mempermainkan agama. Kamu sudah memilih itu. Jalani itu dengan baik!". Akhirnya, saya jadi suka melaporkan mereka ke papi kalau mereka tidak puasa :-]

Papi mengajari kami bagaimana menghormati dan menghargai keputusan yang diambil seseorang untuk hidupnya. Menghargai semua manusia tanpa memandang muka, itu ditaruhnya di hati dan pikiran saya.

Bila kita menghargai manusia sebagai ciptaan Yang Mahakuasa, maka apapun perbedaan manusia tidak akan membuat kita lupa, bahwa ia adalah buatan tangan Allah. Karya manusia saja harus dihargai apalagi karya Allah. 

Papi bukan tipe pribadi yang mengajari kami dengan banyak kata, tapi dengan hidupnya. Ia seorang yang rendah hati. Bukan di mata saya saja tapi juga di mata orang lain.

Satu contoh saja, minta supir berhenti di jalan masuk ke area kantor untuk turun memungut sampah yang dilihatnya tergeletak di tengah jalan di hadapan para pegawai kantor sementara ia pimpinan di situ.

Dari para pegawai yang melihat itu, cerita itu kami tahu. Mereka katakan, mereka jadi malu melihat itu.

Pribadi yang berbelas kasihan dan over murah hati. Saya sebut "over" karena papi pernah pulang dengan berjalan kaki sebab uang yang ada di dompetnya habis diberikan kepada orang yang menimbulkan belas kasihan di hatinya.

Hal itu saya ketahui karena saya suka membukakan sepatu dan kaos kakinya sepulang dari kerja. Melihat keringat di tubuhnya dan nafas ngos-ngosan yang tidak biasa, saya menanyakan itu. Papi katakan, bahwa ia pulang dengan berjalan kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun