Mohon tunggu...
Heni Nugrohojati Silalahi
Heni Nugrohojati Silalahi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis artikel dengan topik parenting, keluarga, dan komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Waspada Family Scapegoat Abuse (FSA) di Sekitar Kita! (Bagian 2)

20 September 2023   18:47 Diperbarui: 2 November 2023   06:06 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tim Mossholder on Unsplash  

Rebecca C. Mandeville yang juga seorang psikoterapis menuturkan bahwa beberapa kliennya hidup dalam lingkungan keluarga yang menolak, mempermalukan, tidak mengasuh, berbahaya, kasar dan tidak memiliki sarana untuk melarikan diri. Perlakuan tersebut telah berkontribusi pada gejala gangguan stres pasca-trauma kompleks (C-PTSD -- yang juga dikenal sebagai gangguan trauma kompleks). Trauma pengkhianatan juga menjadi faktor penyebab gejala C-PTSD para kliennya.

Adanya trauma kompleks dari FSA membuat cara mengatasinya pun perlu usaha lebih. Para korban bisa mulai dengan konseling kepada profesional dan mungkin melakukan pengobatan medis. Selain pilihan-pilihan ini, terdapat beberapa terapi dan upaya lain yang bersifat "start slow go slow" dari diri korban sendiri sebagai pelengkap usahanya.

1. Terapi sistem keluarga internal

Merupakan bentuk psikoterapi yang mengidentifikasi dan menangani berbagai sub-kepribadian atau sebuah keluarga terkait kondisi mental setiap orang di dalamnya. Sub-kepribadian ini adalah inner child yang terluka yang menderita emosi menyakitkan seperti kemarahan dan rasa malu. Sub-kepribadian tersebut bertentangan dengan inti diri seseorang dan memerlukan mediasi untuk menjadi utuh.

2. Terapi Trauma Masa Kecil

Menggunakan berbagai teknik untuk membantu korban mengatasi trauma masa kecil. Tujuannya adalah untuk menentukan bagaimana inner child korban terluka dan apa yang diperlukan untuk menyembuhkan luka ini. Banyak terapis menggunakan metode seperti terapi perilaku kognitif, terapi bicara atau terapi kelompok.

3. Melatih rasa welas asih

Bukan hal yang mudah untuk belajar mencintai diri sendiri setelah mental, emosional bahkan fisik diluluh lantakkan orang tua sendiri. Perlahan mulai merangkul kekurangan diri dan ingat bahwa seseorang lahir bersamaan dengan potensinya akan membuat perasaan lebih aman.

4. Berlatih mengambil tanggung jawab

Perlu kesadaran bahwa setiap orang bertanggung jawab atas tindakan dan responnya terhadap sebuah pengalaman, sekalipun sebagai korban. Berawal dari niat untuk keluar dari pusaran kemalangan akan membantu diri melampaui manipulasi, memegang kontrol diri lalu melanjutkan hidup.

5. Mulai bersosialisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun