Mohon tunggu...
Heni Pristianingsih
Heni Pristianingsih Mohon Tunggu... Pendidik

Mencari inspirasi hidup melalui kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Takut Disuntik Vaksin Covid-19 (Part 1)

19 Mei 2021   18:39 Diperbarui: 19 Mei 2021   18:50 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto: Koleksi Pribadi

Hingga saat ini, pemberian vaksin Covid-19 masih menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Ada yang bersifat pro dan mendukung program vaksinasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Namun, banyak juga mereka yang menolak untuk diberikan vaksin dengan berbagai alasan selain medis. 

Dari informasi grup WhatsApp, saya membaca bahwa besok giliran saya untuk mendapatkan suntik vaksin. Seharusnya, bulan yang lalu saya sudah mendapatkan giliran. Namun karena kondisi badan yang agak kurang sehat atau meriang maka saya ijin untuk tidak datang.

Hari ini saya dalam kondisi badan yang fit dan tidak memiliki alasan lagi untuk menghindari vaksin yang akan dilakukan besok. Jujur, dengan berbagai informasi yang saya terima dari media sosial, ada semacam keraguan untuk menerima vaksin ini. 

Apalagi secara medis, saya memiliki riwayat kesehatan yang menjadikan pikiran saya sedikit bimbang. Akan tetapi saya mencoba menenangkan diri sambil menunggu hasil screening besok. 

Saya mencoba membuka YouTube dan pandangan mata saya menangkap sebuah judul yang menarik. Berita tentang penghentian vaksin Astra Zeneca batch CTMAV547 oleh Kementrian Kesehatan untuk sementara. 

Dari sumber tersebut, saya mendapatkan informasi bahwa juru bicara vaksinasi Kemenkes melakukan tindakan tersebut setelah adanya kasus dugaan kematian dua warga DKI paska vaksinasi. Namun, semua dugaan tersebut masih harus diketahui kebenarannya melalui proses otopsi. 

Secara kebetulan juga, salah satu yang meninggal itu masih tetangga dari saudara saya yang di Duren Sawit. Sebelumnya, korban pernah menjalani operasi batu empedu dan cuci darah. Walaupun akhirnya sembuh. 

Selanjutnya, saya juga mencari dan membandingkan informasi tentang vaksin Sinovac buatan China & Astra Zeneca buatan Inggris dengan melakukan browsing di Google. 

Jika Sinovac menggunakan inactivated virus atau virus yang sudah dimatikan maka Astra Zeneca menggunakan vektor adenovirus simpanse atau mengambil virus yang biasa menginfeksi simpanse dan memodifikasi secara genetik agar memicu respon imun. 

Selain itu, tingkat efikasi vaksin Astra Zeneca lebih tinggi dari vaksin Sinovac. Jika Sinovac menunjukkan efikasi 65,3 % dalam mencegah Covid-19 maka Astra Zeneca memiliki efikasi 76 % dalam mencegah Covid-19 bergejala. 

Pikiran saya menjadi semakin tidak menentu. Bukan karena takut disuntik vaksin melainkan membayangkan efek samping yang mungkin terjadi akibat pemberian vaksin. 

Dari sini saya menyimpulkan bahwa ternyata semakin banyak informasi akan membuat kepala saya semakin pusing. 

Keesokan harinya, setelah mengikuti rapat yang dipimpin oleh Kepala Sekolah tentang persiapan siswa masuk sekolah secara online & offline dan pendaftaran siswa baru, saya dan beberapa teman yang belum menjalani vaksin berangkat ke rumah sakit umum daerah yang ditunjuk.

Sebelum berangkat, terlebih dulu saya makan nasi kotak dan minum jus alpokat tanpa gula ataupun susu. Menu sarapan kedua kalinya yang saya lakukan pagi ini. Antara kalap dan kalut bercampur aduk dalam pikiran saya.

Tiba di lobi RSUD Syaiful Anwar, saya diarahkan menuju lantai tiga oleh petugas. Tentunya, saya masuk ke ruangan sesuai dengan standar protokol kesehatan. Di sana sudah cukup banyak para guru dan tenaga pendidik yang antri dalam barisan kursi yang berjarak sesuai dengan aturan protokol kesehatan.

Salah seorang teman menyuruh saya untuk mengambil blanko isian. Sambil duduk, saya melengkapinya dengan identitas diri dan membaca kolom pertanyaan yang disediakan. Saya mengisi kolom dengan memberi tanda centang pada kolom isian ya/tidak. 

Ada 6 pertanyaan yang harus dijawab. Untuk usia 60 tahun ke atas ada pertanyaan tambahan lagi. Mungkin bagi mereka, diperlukan pendampingan khusus, mengingat kemampuan mata dan ketrampilan menulis juga semakin berkurang. 

Tiba giliran saya untuk menghadap petugas. Terlebih dahulu saya diminta untuk menunjukkan KTP, surat tugas, dan nomor handphone. Meja pertama ini rupanya digunakan untuk mencocokkan identitas data peserta vaksin. 

Selanjutnya, saya diarahkan ke petugas yang khusus untuk melakukan pengecekan tekanan darah dan suhu badan. Karena tegang, tekanan darah saya sempat naik hingga 180/110. Petugas melakukan tensi sekaligus lagi dan hasilnya masih sama. 

Akhirnya saya disuruh duduk kurang lebih selama 10 menit sebelum dilakukan tensi kembali. Padahal saya sudah berusaha mencairkan suasana dengan mengajak petugas berbicara dan berfoto selfi. Alhamdulillah, tekanan darah saya berikutnya turun menjadi 150/100. Dengan demikian, saya bisa memasuki tahap berikutnya yaitu screening. 

Pengecekan tekanan darah dan suhu badan (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pengecekan tekanan darah dan suhu badan (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Petugas screening tampaknya dilakukan oleh para dokter muda. Dengan melihat blanko isian yang saya bawa, saya diberi pertanyaan tentang riwayat kesehatan. 

Saya mengatakan bahwa saat kuliah dulu pernah terkena TB Kelenjar. Untuk saat ini, saya tidak sedang menjalani pengobatan apapun. Setelah bertanya-jawab dengan waktu yang tidak terlalu lama, saya pun diarahkan untuk menuju bilik penyuntikan.

Proses screening (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Proses screening (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Terdapat 2 macam bilik yang disediakan di sana, yaitu satu untuk pria dan yang lain untuk wanita. Tidak berapa lama saya menunggu, seorang perawat sudah siap mendekati saya dengan membawa jarum injeksi. 

"Ayo masak kalah sama muridnya?" Gurau salah satu petugas yang mungkin melihat ekspresi muka saya. Meskipun sambil tertawa kecil, saya akui ada ketegangan yang tersembunyi di dalamnya.

Bukan karena ketakutan ketika disuntik, namun khawatir membayangkan efek samping dari suntikan tersebut. Menurut info dari teman, ada teman yang mengatakan perutnya mual setelah vaksin, yang lain bawaannya ingin tidur terus, dan bahkan ada info yang keguguran. 

Saya tidak tahu kebenaran untuk yang terakhir ini. Kalaupun terjadi dan orang tersebut hamil, seharusnya dia menyampaikan data secara benar pada saat screening. Sebagai penerima vaksin yang kooperatif, sebaiknya jangan ada dusta pada saat proses screening ini berlangsung.

Namun secara umum, saya melihat teman atau saudara yang sudah menjalani vaksin dalam keadaan yang baik-baik saja dan sehat wal'afiat. Dari sini, saya menyimpulkan bahwa saya pun harus melakukan screening terhadap berbagai informasi dari media sosial dan informasi orang agar tidak meracuni pikiran saya dan tetap selalu berpikiran positif dalam banyak hal. 

Penyuntikan vaksin oleh petugas kesehatan (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Penyuntikan vaksin oleh petugas kesehatan (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Setelah penyuntikan vaksin, saya memberikan blanko screening ke petugas. Sambil menyerahkan selebaran dan nomor kontak apabila terjadi keluhan, petugas mencantumkan jam berapa saya harus mengambil kartu vaksinasi Covid-19. Hanya perlu waktu kurang lebih 5 menit saja untuk menunggu sebelum akhirnya saya memperoleh kartu tersebut. 

Antri menunggu kartu vaksinasi Covid-19 (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Antri menunggu kartu vaksinasi Covid-19 (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Dalam perjalanan pulang, saya menyempatkan diri mampir ke apotek untuk membeli Paracetamol. Menurut info petugas tadi, obat tersebut (yang sejenisnya) dapat diminum jika terjadi panas atau demam. Selain itu, saya juga memperbanyak minum air putih.

Pukul 10.10, handphone saya berbunyi. Ada sebuah SMS pemberitahuan tentang jadwal pemberian vaksin yang kedua beserta link sertifikat vaksinasi ke-1 untuk saya. Alhamdulillah, saya lulus ujian dalam mengatasi kekhawatiran yang dalam diri saya sendiri. 

Mohon maaf, saya tidak bisa menunjukkan sertifikat vaksinasi karena alasan "keamanan data." Saya pernah membaca informasi bahwa menunjukkan sertifikat tersebut pada media sosial akan mengundang pihak-pihak yang kurang bertanggung-jawab. 

Namun pada intinya, saya salut atas pelayanan yang diberikan oleh para petugas kesehatan. It's very amazing. Pelayanan yang ramah, cepat, dan menyenangkan mulai dari pra, proses, dan paska vaksinasi Covid-19. Terima kasih untuk tim RSUD Syaiful Anwar Malang. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun