"Sudah jangan pacaran, itu nggak jaman, sekarang ta'aruf saja"
Kalimat ini lebih sering didengar sekarang di kalangan anak muda jaman Now. Cukup amazing mendengarnya di antara kepungan kebebasan yang digadang-gadang generasi paling muda saat ini di segala bidang. Mungkin, mungkin saja para muda ini sudah mulai jengah dengan kepura-puraan yang biasanya menghiasi tindak-tanduk orang pacaran. Sebaliknya, ketika "ta'aruf" dari kedua belah pihak sudah punya niat baik untuk berkenalan sejujur-jujurnya, apalagi dijembatani pihak ketiga, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik yaitu pernikahan yang sakinah mawadah warahmah. Eh ini ngomongin apa sih?
Analogi diatas sebenarnya dibuat untuk menggambarkan hubungan yang semestinya terjalin antara Negara dan Anak Muda di dalam negara tersebut, sebaiknya seperti orang yang ta'aruf. Yaitu hubungan yang dilandasi dengan kejujuran dan keinginan untuk mencapai hasil terbaik yaitu kemajuan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Beberapa saat lalu, banyak beredar broadcast yang menggambarkan betapa anak muda sekarang mudah sekali disulut amarahnya, putus asa, takut maju jika terasa tidak banyak untungnya di depan, labil. Apalagi ada gaung yang meretakkan jagad anak muda dengan adanya "sounding" bahwa ketidakenakan yang dirasakan anak muda sekarang adalah kesalahan orang tuanya yang tidak paham dirinya. Howala, generasi nomer piro iki rek? Kok ndak mau menunjuk dirinya sendiri di atas semua tanggung jawab yang terjadi dalam hidupnya.
Kalau diingat, coba diingat, jaman perjuangan kemerdekaan, anak-anak muda masa itu tak hirau dengan kesengsaraan dan kesusahan. Mereka pun tak mudah menunjuk orang lain atas kesusahannya apalagi mengumpat orang tua atas nama kekinian jaman. Anak muda jaman itu lebih fokus mencari jalan untuk memerdekakan negaranya. Kenapa juga mereka ingin negara ini merdeka? ya karena dijajah itu nggak enak. Apalagi dijaajah oleh pikiran kita sendiri.
Menjajah pikiran sendiri itu ibaratnya merasa dirinya paling benar, paling baik, ekslusif dan tak mau menerima perbedaan. Loh, coba kalau mereka mengenal, memahami makna dari PANCASILA, BHINNEKA TUNGGAL IKA, NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA dan UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Tentu pikiran anak muda akan lebih merdeka. Alasannya sebagai berikut:
Mengenal Pancasila.
Dengan makna utamanya adalah bahwa Indonesia ini adalah bangsa yang religius, bangsa yang ber-Tuhan, bukan bangsa yang tak punya pegangan hidup; maka anak muda akan lebih berhati-hati, mawas diri dan selalu optimis dalam melangkah. Jika ada kesusahan akan dihadapi dengan pundak yang tegap dan bahasa yang tetap santun. Karena menjadi kuat sekaligus sopan, semuanya adalah nilai keagamaan yang ada di semua agama di Indonesia. Jika mereka tahu negaranya mempunyai dasar negara berupa Pancasila, mereka tak perlu galau kesana kemari sekedar menerima budaya dan nilai norma dari luar negeri, yang belum tentu baik bagi ke-diri-annya sebagai warga negara Indonesia ini.
Mengenal Bhinneka Tunggal Ika
Arti semboyan ini adalah Berbeda-beda Tetap Satu Jua. Dengan mengenal kembali hal ini, anak muda Indonesia akan bersikap lapang dada terhadap adanya perbedaan, sekaligus tetap percaya diri dengan kondisi dirinya sendiri. Menjadi Indonesia adalah kebanggaan, menjadi suku Jawa itu kebanggaan, menjadi suku Batak juga kebanggaan. Dan antara suku Jawa dan Batak tak perlu saling menghina atau mempermasalahkan perbedaan
Jangan sampai Indonesia menjadi negara seberang yang maju, digdaya dan makmur, tapi moral bangsanya keropos diserang isu SARA. Mereka mencelakai saudaranya sendiri di dalam negaranya sendiri karena sekedar berbeda warna kulit atau cara berpakaian. Sungguh bukan cerminan kepribadian yang percaya diri.