Mohon tunggu...
Hening Nugroho
Hening Nugroho Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki

Menulis itu sederhana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Stop Saling Menyalahkan! Sustainable Living untuk Mengurangi Dampak Sampah Plastik

1 Februari 2024   18:28 Diperbarui: 1 Februari 2024   18:35 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sustainable sering dikaitkan dengan isu sampah. Berdasarkan sebuah data dari Making Oceans Plastic Free 2017 menyebutkan bahwa setiap tahunnya mengeluarkan 182,7 miliar kantong plastik. Itu artinya dalam setahun terdapat sampah kantong plastik di Indonesia mencapai 1.278.900 ton. Dari seluruh sampah tersebut, hanya 40%-nya (511.560 ton kantong plastik) yang berakhir di laut.

Dari sumber lain, seperti yang disampaikan olen National Plastic Action Partnership (NPAP) juga menyebutkan bahwa kantong plastik secara nasional tidak dikelola dengan baik, sebanyak 70% atau setara dengan 4,8 juta ton sampah plastik per tahun. Dari data di atas menunjukan bahwa sampah plastik menjadi permasalahan bersama yang harus segera ditindaklanjuti.

Sayangnya, permasalahan yang terjadi saat ini adalah, banyak yang justru saling menuding, saling menyalahkan dan saling menuntut satu dengan yang lain. Pemerintah menuding masyarakat, masyarakat menuntut pemerintah untuk bertanggungjawab. Padahal, isu sampah plastik ini bukan masalah siapa yang bersalah. Tetapi dibutuhkan kesadaran kolektif.

Mencoba melihat kemelut masalah sampah di masyarakat. Ada kubu yang berfikiran bahwa sampah adalah tanggungjawab pemerintah. Karena pemerintah memang bertanggungjawab untuk mengolah sampah-sampah yang menumpuk, dan berceceran di pinggiran jalan. 

Ada pula kubu yang berfikiran bahwa sampah itu ada karena masyarakat yang tidak bisa mengelola. Jadi sudah sewajarnya masyarakat yang harus bertanggungjawab atas sampah-sampah mereka. 

Sementara, ada kubu lain, yang beralasan bahwa mereka tidak bisa mengolah sampah karena tidak ada lahan untuk mengubur sampah organik, tidak ada lahan untuk membakar sampah plastik dan karena rumah padat penduduk yang dikhawatirkan sampah tersebut nantinya akan menganggu tetangga. Ada banyak alasan dan kubu terkait permasalahan sampah.

Padahal, jika masing-masing kita memiliki kesadaran kolektif, sampah tidak akan menjadi isu seksi yang sensitif. Kita mencoba berandai-andai, seandainya setiap kepala keluarga memiliki kesadaran diri terhadap sampah plastik, mampu mengurangi isu sampah. Kita bisa belajar dari orang-orang yang sudah hidup ramah lingkungan. 

Sebagai langkah sederhana, kita bisa mempraktekkan hidup ramah lingkungan dengan mengkreasikan sampah plastik menjadi lebih bermanfaat, dengan menyulap sampah plastik dan karung yang dibuat dari bahan plastik disulap menjadi raised bed dan digunakan untuk menanam sayur mayur. 

Bisa juga dengan menyulap sampah plastik menjadi kerajinan. Ada yang menjadikan plastik untuk membuat bunga imitasi, ada pula yang menyulap sampah plastik kemasan minuman/makanan menjadi tas. Ada banyak inovasi yang bisa kita ciptakan dari bahan plastik.


Memang apa yang kita lakukan tidak akan mengubah perilaku seluruh Indonesia. Mungkin saja aksi mereka hanya berdampak sangat kecil, hanya 0,000000001%. Tetapi aksi kita sudah bisa memberikan inspirasi bagi orang lain. 

Aksi kita sudah memberi motivasi bagi orang lain di luar sana. Minimal mengajak masyarakat untuk mengubah sudut pandang bahwa sampah tidak harus dibuang. Tetapi bisa dimanfaatkan. Hanya aksi sharing hal kecil mereka, setidaknya itu sudah mengurangi meski sangat-sangat kecil. 

Seandainya, masing-masing dari diri kita mempunyai sebuah kesadaran akan lingkungan. Anggap saja satu kecamatan semua masyarakatnya bisa mengolah sampah plastik mereka dengan baik, maka sudah memberi perubahan yang besar. Setidaknya sudah mengurangi setumpuk sampah plastik di Tempat Pembuangan Akhir.


Tidak memiliki keterampilan mengolah sampah plastik menjadi karya seni? Kita bisa menjadi penggerak dan membuat program. Misalnya membuat komunitas. Kita bisa mengundang mereka yang memiliki keterampilan membuat kerajinan dari bahan sampah plastik. 

Kita undang untuk memberi pelatihan dan mengasah skill. Agar anggota komunitas bisa praktek sendiri. Tentu ini hanya salah satu contoh aksi saja. Karena masalah sampah ini bukan perkara saling salah menyalahkan. Tetapi perlunya orang-orang yang memiliki kesadaran diri. Selama kesadaran kolektif masih kecil, sampah akan selalu menjadi masalah.

Ketika kesadaran diri masih rendah, bisa saja sampah saat ini sehari atau beberapa hari akan bersih. Tidak lama, sampah akan datang Kembali. Begitu seterusnya, karena ini masalah yang sifatnya berulang. Karena memang sumber daya manusia, kesadaran diri manusianya yang rendah. 

Sebaliknya, jika masing-masing kita saling menguatkan kesadaran diri mengolah sampah plastik yang dapat diikuti secara keseluruhan masyarakat, akan menjadi kesadaran kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun