Dua ponselnya masih menyala, berdering terus-terusan. Jenderal Panco kebingungan mau angkat yang mana. Satu ponsel itu berhubungan ke Kepolisian sementara yang lain berhubungan dengan penguasa.
Penguasa?
Yang paling dia ingat hanya satu, karirnya naik gara-gara ...
Jenderal Panco angkat ponselnya,
"Halo ... "
"Kamu masih ingat kerjasama kita?"
"Maaf ini siapa?" dalam layarnya tidak ada identitas, orang asing. Tetapi kenapa orang itu tahu nomor sang Jenderal. Tidak ada yang bisa memastikan siapa orang itu.Â
Suara dalam ponsel terdengar berisik, mungkin seperti ditempeli sesuatu mulutnya biar tidak ketahuan suara aslinya, atau jangan-jangan orang asing itu sedang berada di jalan.
"Aku perintahkan kamu untuk bersihkan semuanya," orang asing itu mengancam.
"Maaf ini siapa, jangan bertindak macam-macam, anda tidak tahu dengan siapa anda bicara," sang Jenderal tampak lebih agresif.Â
Telepon orang asing itu dimatikan.
Sang Jenderal seperti kehabisan nafas, terbengong, hari apa ini kenapa begitu
menyiksa. Sementara ponsel satunya masih berbunyi mungkin sudah untuk kesekian kalinya.Â
Sang Jenderal angkat ponselnya yang kedua. Dari Sujawat. Kepala bidang antiteror. Ingatan Jenderal sangat apik untuk menghafal karena dulunya dia juga pernah bertugas di bidang antiteror.Â