Mohon tunggu...
Hening
Hening Mohon Tunggu... -

tukang ketik online yang sering typo dan kesiangan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 x 24 Jam Pertolongan Pertama Paska Perkosaan

20 Desember 2015   05:31 Diperbarui: 24 Desember 2015   12:19 1366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkosaan bisa terjadi pada siapa saja, termasuk Anda yang berpakaian tertutup dari kepala sampai kaki. Wanita yang baru saja diperkosa biasanya mengalami guncangan mental, dan korban biasanya memilih tidak menceritakan peristiwa naas tersebut, apalagi jika pelakunya adalah orang dekat korban atau orang yang memiliki pengaruh di masyarakat.

Sayang sekali, di beberapa grup Whatsapp saya masih mendapati beberapa kawan lelaki yang berkelakar ketika negeri ini ramai membahas kasus perkosaan yang muncul satu persatu. Mereka bilang, peristiwa perkosaan itu lebih baik/bisa dinikmati oleh korban, daripada korban mengasihani diri sendiri lantaran tidak berdaya. 

Dua resiko di benak korban adalah:

1. Resiko hamil.

2. Resiko terjangkit penyakit menular seksual (Sexually Transmitted Disease)

Perkosaan, menurut definisi saya, adalah keterpaksaan seseorang dalam berhubungan seks karena tidak aman, tidak ramah dan tidak dipertanggungjawabkan secara hukum. Ketika seorang wanita diperkosa, di dalam pikirannya berkecamuk segala resiko yang harus ditanggung. Bukan aktivitas yang bisa dinikmati, menurut pikiran wanita normal.

Menyarankan korban untuk menikmati setiap detik peristiwa perkosaan...adalah ibaratnya, jika Anda laki-laki dan bekerja di pabrik, lalu tanpa sengaja Anda terperosok ke dalam mesin pemotong. Dengan kata lain, saya sarankan Anda untuk Menikmati detik-detik mesin tersebut melumatkan tubuh Anda, toh Anda tidak bisa berbuat- apa-apa, sama seperti ketidakberdayaan korban perkosaan. 

Masing-masing dari kekhawatiran di atas bercabang-cabang lagi: takut diputusin tunangan/pacar karena dihamili orang lain, takut dipecat dari kantor, takut diusir masyarakat, takut akan masa depannya dengan anak (dari sperma yg) haram, takut kena HIV dan berumur pendek, dan lain-lain. Saya berempati mendalam terhadap korban perkosaan, dan senang membagi info berikut yang mungkin bisa melegakan mereka.

Dalam upaya mencegah kehamilan, korban biasanya panik pada hari-hari pertama pasca perkosaan dan tidak menunggu waktu lama untuk mencari obat penggugur kandungan. Hal ini bisa dia lakukan sendiri atau dengan minta pertolongan orang terdekat. Ada yang mikir, mumpung janin masih berumur kurang dari seminggu...maka nanas muda, minuman beralkohol dan olahraga keras bisa membunuh janin. Salah seorang kenalan saya pernah mengalami perkosaan dan membeli obat penggugur kandungan (Gastrul misoprostol dan/atau Cytotec) yang dijual rahasia TAPI online. Harganya berkisar Rp500.000 sampai Rp3.000.000. Obat-obat tersebut diiklankan di berbagai website Indonesia, dengan foto-foto dan testimonial yang sangat fantastis. Si penjual obat menampilkan screenshot percakapannya dengan pembeli obat yang berkonsultasi tentang cara penggunaan obat, dsb. Sebagai korban perkosaan yang malu, takut dan sedih, dukungan teknis seperti itu kan yang diperlukan? Hampir tidak mungkin Anda tidak mempercayai iklan itu.

Korban perkosaan yang kalap biasanya akan segera mentransfer uang kepada si penjual obat melalui transaksi ATM atau online banking, kemudian melakukan konfirmasi pembayaran. Setelah uang berpindah tangan ke tangan makhluk online yang antah berantah, korban perkosaan yang malang akan menunggu paket obat datang lewat pos. Kiriman paket JNE dan sebagainya harusnya tidak makan waktu berhari-hari. Setelah hari pertama atau kedua paket masih belum datang juga. Nomor HP penjual obat tiba-tiba tidak bisa dihubungi terus seharian. Dan akhirnya, sadarlah wanita ini bahwa dia telah menjadi korban penipuan online. Gatsrul misoprostol dan Cytotec dan apapun obat penggugur kandungan lainnya tidak dijual bebas di Indonesia. Negara bermoral ketimuran ini mengutuk aborsi dan pemusnahan calon generasi penerus bangsa. Karena itulah, si penjual obat yang kabur tidak akan pernah bisa dilaporkan ke polisi, karena si pembeli obat pun tidak ingin terlibat masalah hukum akibat membeli barang ilegal itu.

Flash back. Ada cara yang lebih jujur, aman dan sangat manjur, yaitu mendatangi rumah sakit (bersalin) dan bercerita hal yang sesungguhnya kepada dokter. 

A. Dokter akan memberi resep pil yang harus diminum dalam waktu 3 x 24 jam setelah perkosaan. Ingat, hanya 3 hari setelah waktu perkosaan, lewat dari jangka waktu tersebut sel telur mungkin telah matang dan dibuahi.

B. Dokter akan memasang alat kontrasepsi IUD (intra-uterine device) yang berbahan dasar tembaga (copper IUD) untuk membunuh sel-sel sperma di dalam rahim, dengan syarat: pemasangan IUD harus dilakukan maksimal 5 x 24 jam setelah waktu perkosaan.

Saya paham, peristiwa traumatis dan beresiko semacam perkosaan masih jauh dari pemahaman bangsa kita. Tengok saja berita-berita perkosaan, justru korban yang selalu yang dipersalahkan. Apalagi ada Gubernur Jakarta yang mencerca korban perkosaan, sontak beliau menuai protes warga (baca ini dan itu). Stigma masyarakat kita yang tak kenal ampun telah memakan banyak pribadi yang seharusnya dilindungi dan dikasihani karena kemalangannya. Korban perkosaan bisa saja melapor ke polisi, ketika dia sudah siap dengan konsekuensinya. Sebaiknya dia melapor langsung setelah diperkosa, saat barang bukti (yaitu sperma pelaku) masih melekat di tubuh korban. Kejujuran yang beresiko, memang. Tapi kejujurannya bisa membantu polisi melacak dan menangkap pelaku, agar wanita-wanita lain tidak menjadi korban berikutnya. 

[caption caption=""jadi lu perkosa dia karena bajunya "ngundang"? mestinya gw ancurin muka lu, soalnya muka lu "ngundang"."][/caption]

Untuk sesaat korban bisa lega mempercayai dokter karena mereka telah disumpah (jabatan) untuk tidak membocorkan hal ini kepada tetangga, kolega atau keluarga Anda, atau siapapun. Tapi selanjutnya, kekhawatiran tentang terjangkit penyakit kelamin masih tersisa. Jika dicek dan terbukti positif HIV atau STD, korban perkosaan harus bilang apa pada suaminya/pacarnya? Jika pernikahan diteruskan, pasangan dan anak bisa tertular juga. Walaupun (di Youtube) saya dengar di Afrika ada vaksin atau semacam obat pembunuh virus HIV pasca hubungan seks dengan penderita HIV, apakah hal itu lazim diberikan di Indonesia? HIV bukan virus yang bisa pilih-pilih orang baik atau orang jahat. Ancaman sudah di depan mata, padahal bangsa ini belum belajar memanusiakan korban perkosaan yang tertular penyakit seksual. 

Indonesia, apa persiapanmu menyambut perkosaan yang semakin marak? 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun