Mohon tunggu...
Heni Susilawati
Heni Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - life with legacy

senang menulis tentang politik, demokrasi dan pemilu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Perempuan Harus Ikut Seleksi di KPU atau Bawaslu RI

13 Oktober 2021   18:40 Diperbarui: 14 Oktober 2021   04:41 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tentu saja kami berharap ada peningkatan jumlah perempuan yang menjabat di KPU dan Bawaslu RI. Sedikit mengendurkan perbincangan di sore hari saya sampaikan, kewajiban manusia ikhtiar dan berdo'a. Selebihnya tawakal dengan ketentuan sang pemilik Takdir. 

Secara normatif, kebijakan kuota 30 persen sangat jelas di regulasi kepemiluan kita. Namun ternyata, cerita mencapai tiga puluh persen itu perjalananya tidak mudah. Lihat saja data yang dipaparkan sebelumnya, perempuan menjadi kelompok minoritas dalam lembaga penyelenggara pemilu. 

Narasi tulisan ini kita tempatkan pada harapan besar bahwa di seleksi KPU dan Bawaslu RI untuk periode 2022-2027 jumlah perempuan di dua lembaga tersebut bisa meningkat signikan. Pintu seleksi sangat menentukan. Dan semua diawali dari perspektif gender yang kuat baik dari timsel perempuan yang jumlahnya tiga orang, maupun di timsel dari kalangan laki-laki yang jumlahnya 8 orang. 

Perspektif dan komitmen kesetaraan gender harus hadir dalam pleno-pleno timsel . Tanpa perspektif dan komitmen pada kesetaraan gender, sulit kita berharap wajah formasi komisioner baik d KPU maupun Bawaslu RI akan berubah. Dukungan publik juga harus kuat menyuarakan pentingnya kehadiran perempuan dengan jumlah signifikan di lembaga penyelenggara pemilu.

Kebijakan afirmasi mesti juga dimaknai, jika ada kandidat perempuan yang punya kapasitas; angka 30% itu bukan harga mati. Dan sejarah perncah mencatat kehadiran komsioner perempuan di KPU RI misalnya pernah ada dua orang. Apakah jumlah itu penting? sangat penting dan sangat strategis. More is better, begitu yang disampaikan Ibu Hurriyah dari Puskapol UI. 

Lebih banyak, lebih baik. Proses perencanaan, tahapan, program dan jadwal yang memiliki basis perspektif gender yang kuat; lebih membuka peluang hadirnya demokrasi elektoral yang berpihak pada kepentingan perempuan, juga kepentingan masyarakat luas. 

Jumlah pemilih perempuan pada pemilu 2019 yakni 92.929.422 dan jumlah pemilih laki-laki 92.802.671 juta jiwa. Jumlah yang tidak sedikit dari total populasi penduduk Indonesia. 

Ada alasan yang sangat kuat, mengapa kehadiran perempuan sangat strategis dan sangat penting dalam lembaga penyelenggara pemilu. Mengutip pemaparan dosen FISIP UI, Ibu Sri Budi Eko Wardani menyampaikan pertama untuk kesetaraan akses  bagi perempuan masuk ke lembaga negara dan terlibat dalam proses kebijakan publik. 

Kedua, lembaga penyelenggara pemilu merupakan jantung pembuatan keputusan politik yang mengatur seleksi kepemimpinan negara secara jujur, adl, demokratis dan berintegritas. 

Ketiga, amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada pasal 9 (2) komposisi keanggotaan KPU, KPU Provnsi dan keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. 

Dan pasal 75 (10) komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provnsi, dan keanggotaan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen. Frasa memperhatikan sekurang-kurangnya jangan juga dimaknai minimal satu orang perempuan, frasa itu lebih tepat dimaknai bisa juga lebih dari satu orang perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun